Saat ini pesantren menjadi primadona pendidikan bagi setiap orang tua. Bukan saja di level menengah, para orang tua ‘milenial’ mulai memondokkan putra dan putrinya sejak dini, mulai usia 3 hingga 12 tahun. Bahkan pengelola bimbingan belajar masuk Gontor melaporkan ada calon pelajar yang berlatar belakang pendidikan tinggi setingkat D3 atau sarjana (S1).
Ketertarikan masyarakat terhadap pesantren ditambah dengan diakuinya satuan pendidikan pesantren melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Oleh karena itu, Undang-undang ini membuat pesantren tersebut, mau tidak mau, terus bertransformasi, dari sekedar menyelenggarakan pendidikan di level menengah tapi juga menyelenggarakan pendidikan tinggi yang unggul dan bermutu.
“Pesantren sudah hidup di negeri ini berabad-abad lamanya, tapi mengapa hingga kini tidak banyak yang meningkatkan sistem ini menjadi perguruan tinggi atau universitas. Mestinya lulusan pesantren kuliahnya di perguruan tinggi pesantren,” ungkap Rektor Universitas Darussalam Gontor, Prof Dr Hamid Fahmy Zarkasyi, MA, M.Phil, kepada Majalah Gontor.
Berikut petikan wawancara Wartawan Majalah Gontor, Mohamad Deny Irawan, dengan Guru Besar Ilmu Filsafat Islam, anak ke-9 pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, KH Imam Zarkasyi:
Bagaimana Anda melihat situasi dan kondisi pesantren saat ini?
Kondisi pesantren pada saat ini mengalami pergeseran. Untuk pesantren tradisional atau salafiyah menghadapi masalah berkurangnya minat masyarakat dalam membaca kitab sehingga mendorong banyak pesantren salafiyah menambahkan program Tsanawiyah-Aliyah untuk menarik minat masyarakat. Bahkan Pondok Pesantren Tebuireng mendirikan SMA yang dinamakan Pesantren Sains. Sementara, untuk pondok modern, minat masyarakat justru bertambah karena dengan belajar di pesantren bersistem modern para santri tidak saja dapat belajar ke Timur Tengah seperti santri salafiyah, tetapi juga belajar di universitas-universitas umum dengan berbagai pilihan program studi.
Lalu, bagaimana pengaruh pesantren di masyarakat saat ini?
Pengaruh pesantren dapat diukur dari peran lembaga dan kiainya. Pengaruh lembaga diukur dari produknya. Alumni pesantren sekarang ini sudah bisa sejajar dengan alumni sekolah, bahkan di tengah krisis moral dari produk pendidikan sekolah, pesantren bisa menjadi alternatif. Hal ini telah mengubah orientasi orang tua dari sekedar belajar ilmu menjadi belajar akhlak dan kehidupan, agar anaknya selamat dari dekadensi moral. Lulusan dari pesantren inilah yang kemudian menjadi agen perubahan di masyarakat dengan tingkat kompetensi masing-masing. Itu pengaruh institusional.
Sedangkan pengaruh kiai saat ini tidak lagi seperti dulu. Dulu, kiai merupakan tempat masyarakat mencari solusi dari berbagai masalah, mulai dari masalah keagamaan, ekonomi, pertanian, sosial hingga masalah keluarga. Pengaruh kiai pada saat ini menjadi terbatas pada masalah keagamaan. Hal ini karena dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan informasi. Sekarang masyarakat sudah dapat memperoleh solusi masalah pertanian dan ekonomi dari pemerintah atau perguruan tinggi. Pengaruh kiai yang berkurang ini berdampak pada perubahan kultur masyarakat yang dulunya religius, dan meletakkan kiai sebagai pemegang otoritas berbagai persoalan masyarakat, menjadi masyarakat yang kurang religius. Bahkan situasi politik yang berorientasi pada kepentingan uang bisa membalik keadaan. Politik telah mengubah dunia pesantren termasuk kiainya.
Apa pandemi COVID-19 memberikan hikmah bagi dunia pesantren?
Untuk beberapa pesantren pandemi dapat diatasi dengan “social-isolation” atau isolasi sosial, santri tetap berada di dalam pondok dan belajar secara luring atau offline, sementara orang tua dan tamu dilarang masuk pondok. Hikmahnya, pesantren mulai berkenalan dengan sistem daring atau online khususnya untuk santri yang berasal dari luar negeri seperti Malaysia, Thailand, Brunei dan sebagainya. Itu saja.
Apa respons Anda terkait UU Pesantren?
Undang-undangnya bagus karena memang berdasarkan aspirasi dari para kiai pesantren salafiyah dan ashriyyah (modern). Beberapa tahun sebelum terbit UU itu sudah ada Permen (Peraturan Menteri) yang mengatur status pesantren dalam system pendidikan nasional. Nah, UU pesantren ini melangkah lebih jauh lagi dan lebih kuat statusnya. Pentingnya UU ini yaitu untuk melegalkan pendidikan pesantren, sebagai salah satu sistem pendidikan nasional. Maka dengan UU ini masyarakat tidak bisa lagi membedakan lulusan SMA dengan lulusan pesantren.
Ada dua madzhab pesantren di Indonesia, modern dan tradisional. Bagaimana Anda melihat situasi ini?
Kedua sistem ini memang berbeda dalam banyak hal. Keduanya telah menjadi sistem dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka dari itu, kedua sistem ini tidak bisa saling mengkritisi. Oleh karena sistemnya berbeda, profil alumninya pun berbeda. Namun, dengan adanya sistem muadalah para kiai dari kedua sistem pendidikan ini dapat berkomunikasi, saling sharing informasi dan sistem. Ini suatu perkembangan yang baik untuk masa depan pesantren. Bahkan ada yang mengintegrasikan sistem muallimin dengan pesantren salafiyah.
Apa yang bisa diberikan pesantren kepada masyarakat?
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren membawa perubahan di masyarakat melalui alumninya. Dari perspektif perubahan sosial, alumni-alumni pesantren yang telah dididik dengan mental dan moral yang baik sudah barang tentu akan membawa pengaruh positif pada masyarakat. Inilah yang diberikan pesantren. Tokoh-tokoh nasional lulusan pesantren tentu sangat berbeda dari yang bukan lulusan pesantren, dari berbagai aspeknya. Secara institusional, berdirinya pesantren di suatu tempat sudah pasti akan membawa perubahan pada masyarakat sekitarnya. Anda bisa bayangkan bagaimana pengaruh pesantren yang sekarang ini sudah sampai 38 ribu di seluruh Indonesia.
Apa kekurangan yang masih Anda temukan di pesantren-pesantren?
Sebagai rektor saya tidak melihat kekurangan pesantren dalam konteks pendidikan tingkat menengah, tapi saya melihat pesantren sebagai pendidikan menengah yang perlu ditingkatkan menjadi perguruan tinggi. Pesantren sudah hidup di negeri ini berabad-abad lamanya, tapi mengapa hingga kini tidak banyak yang meningkatkan sistem ini menjadi perguruan tinggi atau universitas. Mestinya lulusan pesantren kuliahnya di perguruan tinggi pesantren, tapi yang terjadi para santri kuliah di perguruan tinggi sekuler atau perguruan tinggi yang ilmunya bukan kelanjutan dari ilmu di pesantren. Ini bisa menghilangkan identitas santri secara intelektual. Bahkan di masa depan pesantren, bagi para cendekiawan Muslim, hanyalah pendidikan masa lalu, apalagi jika pesantren itu tidak mempunyai “sibghah” yang mengikat identitas santri.
Bagaimana peluang perguruan tinggi di dunia pesantren?
Untuk saat ini perguruan tinggi pesantren belum banyak dipikirkan oleh para kiai. Yang sudah berdiri pun tidak digarap secara serius oleh banyak pesantren. Masalahnya, sangat kompleks. Dari masalah yayasan, SDM, dana dan kualitas kepemimpinan seorang kiai dan sebagainya. Jika ini dibiarkan terus menerus, peluang perguruan tinggi pesantren untuk berkembang akan sangat sulit. Apalagi saat ini perguruan tinggi negeri dan swasta berkembang begitu pesat dengan sistem akreditasi, tata kelola, kualitas riset dan lain sebagainya. Padahal, bisa jadi, di perguruan tinggi itu nanti identitas kesantrian para santri bisa berubah dan menjadi identitas yang lain.
Bagaimana ‘masyarakat dunia’ merespons kehadiran perguruan tinggi pesantren semisal Universitas Darussalam Gontor?
Bagi saya perguruan tinggi pesantren merupakan alternatif pendidikan tinggi Islam yang belum pernah terpikirkan. Dari berbagai negara yang saya kunjungi, sistem perguruan tinggi berasrama dan bersistem ini belum ada dan belum terpikirkan.
Apa kekhasan perguruan tinggi pesantren dibandingkan perguruan tinggi nonpesantren?
Ciri khas perguruan tinggi pesantren yaitu sistemnya yang holistik. Karena di perguruan tinggi ini, para mahasantri tidak hanya mendapat ilmu tapi juga dapat meningkatkan kompetensi. Kompetensi seperti misalnya cognitive flexibility, negotiating with others, creativity, sincerity, social service, leadership dan lain-lain merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dan mudah diterapkan di perguruan tinggi pesantren, karena sistemnya yang holistik tadi. Secara akademik, perguruan tinggi pesantren memiliki kualitas standar akreditasi, dengan Tridharmanya, tapi secara non-akademik atau semi-akademik pesantren memilik aktivitas yang lebih dari perguruan tinggi biasa. Jika perguruan tinggi pesantren mencapai akreditasi unggul, maka keunggulannya bisa di atas perguruan tinggi biasa yang unggul, karena kelebihan sistem asrama yang holistik tersebut.
Perguruan tinggi pesantren mampu menjembatani sains dan agama. Bagaimana Anda menjelaskan hal ini?
Jembatan antara sains dan agama hanya bisa dilakukan dengan pendekatan islamisasi, minimal integrasi. Karena sains sekarang ini (khususnya sains sosial) merupakan produk Barat, maka perlu upaya adapsi, bukan adopsi, konsep, teori, asumsi dasar, paradigma dan sebagainya. Yaitu bagaimana mengambil konsep, teori, dan paradigma Barat dengan worldview Islam, sehingga apa yang positif dalam ilmu pengetahuan Barat itu dapat memperkuat ilmu pengetahuan dalam Islam, khususnya sains sosial. Bahkan sains alam pun perlu diadaptasi dengan menggunakan worldview Islam pula.
Apa langkah strategis UNIDA Gontor dalam percaturan perguruan tinggi di Indonesia?
UNIDA tetap mengikuti amanah wakif, yaitu menjadi universitas Islam yang bermutu dan berarti. Bermutu ini sekarang merujuk kepada standar akreditasi dan berarti ini merujuk kepada aspek kemanfaatan bagi masyarakat, khususnya umat Islam. Maka, strategi UNIDA sekarang yaitu memenuhi seluruh persyaratan akreditasi. Sedangkan untuk tahun 2026, UNIDA diharapkan menjadi universitas yang terakreditasi unggul.
Bagaimana UNIDA Gontor meramu Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam setiap kurikulumnya?
Pertanyaan ini tidak bisa dijawab secara singkat. Sudah banyak penelitian disertasi dan tesis yang membahas masalah ini. Tapi intinya UNIDA akan memproduksi lulusan dari berbagai bidang disiplin ilmu, namun tetap membawa identitas ustadz.
Ke depan, apakah perguruan tinggi pesantren hanya ‘milik’ alumni pesantren saja?
Untuk masa depan yang dekat masih begitu, tapi ketika sains di perguruan tinggi pesantren menjadi sangat maju di masa depan, masyarakat umum dapat mengambil manfaat dari perguruan tinggi pesantren.
Apa pesan Anda untuk pesantren yang lebih baik di masa depan?
Pesantren perlu membenahi berbagai aspeknya. Untuk kurikulumnya harus menyesuaikan dengan persyaratan pendidikan tinggi. Kedua, sistem pesantren ini perlu mempersiapkan alumninya tidak hanya menguasai kitab-kitab turats (klasik), tapi juga mampu mengaitkan kandungan kitab-kitab tersebut dengan bidang-bidang ilmu pengetahuan di luar pesantren. Ekonomi dan manajemen pesantren perlu terus berbenah dan menciptakan economic-network agar, di masa depan, masalah pendanaan pesantren tidak menghambat kemajuannya. []