Kumamoto, Gontornews – Nama Kota Kumamoto tak setenar Tokyo, Osaka, Kyoto, Kobe, Nagoya atau Yokohama. Juga tidak sepopuler Sapporo, Hiroshima, Fukuoka, atau Nagasaki. Tapi Kumamoto merupakan kota yang alami, nyaman, hangat, dan penuh sejarah. Di sini terdapat kastil tempat peristirahatan pendekar Jepang (samurai) legendaris Musashi Miyamoto.
Kumamoto jauh dari hingar bingar kota besar seperti Tokyo, Osaka, Kyoto, Kobe, Fukuoka maupun Nagoya. Per Juni 2019, Prefektur Kumamoto berpenduduk sekitar 1,748 juta jiwa. Sekitar 800 ribu di antaranya tinggal di Kota Kumamoto. Meskipun berstatus sebagai kota dan prefektur teramai dan terbesar kedua di Pulau Kyushu, Kumamoto jauh dari kesan tempat yang mewah di Jepang.
Suasana yang nyaman dan alami ini menarik banyak pelajar dan mahasiswa untuk menimba ilmu di Kumamoto. Tak terkecuali dari Indonesia. Saat ini di Kumamoto terdapat sekitar 50 pelajar/mahasiswa dari Indonesia. Salah satunya Muhammad Ahya Rafiuddin MSi, dosen Institut Agama Islam Sahid (INAIS) Bogor.
Saat menghadiri Halal Bihalal INAIS yang diadakan secara online, Ahad (31/5), Ahya mengisahkan pengalamannya merayakan hari raya Idul Fitri di Kumamoto. “Saya biasanya shalat Idul Fitri di Kumamoto Islamic Centre,” terang Ahya yang sudah empat tahun tinggal di Jepang bersama istri dan anaknya.
Tapi karena Jepang masih dalam kondisi emergency state (lockdown) akibat virus corona, ia shalat Idul Fitri di rumahnya. “Saya shalat Idul Fitri di rumah,” kata Ahya yang sedang mengambil program doktor (S3) di Kumamoto University.
Meskipun Pemerintah Jepang telah mencabut status darurat di 39 prefektur pada 14 Mei 2020, dan ada kemungkinan pencabutan di prefektur lainnya dalam waktu depat, namun Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo mengimbau warga negara Indonesia (WNI) untuk mematuhi aturan penyakit menular demi keselamatan besama.
KBRI Tokyo mengimbau WNI untuk shalat Idul Fitri di rumah. Tidak saling berkunjung (silaturahim), dan tidak mudik, baik ke Indonesia maupun wilayah lain di Jepang. “Mari bersilaturahmi melalui media online/fasilitas video call,” demikian imbauan KBRI Tokyo.
Ahya menjelaskan, di Kota Kumamoto hanya ada satu masjid yaitu Kumamoto Islamic Centre (KIC). Masjid ini beralamat di 5 Chome-5-2 Kurokami, Chuo Ward, Kumamoto, 860-0862, Jepang. “Kalau tidak ada pandemi saya shalat Idul Fitri di masjid ini,” papar pria kelahiran Bogor, 30 Mei 1989, itu.
Shalat Idul Fitri di KIC diselenggarakan dua gelombang (kloter). Gelombang pertama biasanya dimulai pukul 07.00 dan gelombang kedua pukul 9:00. “Shalat Id diadakan dua gelombang karena masjid KIC kecil,” kata Ahya. Masjid KIC hanya berkapasitas sekitar 200 jamaah.
Usai shalat Id dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan-makan dengan menu dari berbagai negara seperti Pakistan, Afghanistan, Arab, Indonesia, Malaysia, Mesir, Bangladesh dan negara-negara dari Afrika dan Timur Tengah.
Makanan itu disediakan oleh anggota (member) dari komunitas berbagai negara. “Kalau dari Indonesia ada soto, gulai, atau rendang,” lanjut magister lulusan IPB itu.
Tinggal di Kumamoto nyaris tidak ada siraman rohani. Karena itulah Ahya gemar membuka youtube untuk mendengarkan tausiyah Ustadz Adi Hidayat atau Ustadz Abdul Somad. “Di sini tidak terdengar suara adzan. Panggilan adzan hanya terdengar kalau kita ke masjid,” ujarnya. []