Diriwayatkan dari Abis al-Ghifari RA: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Bersegeralah kalian mati sebelum datang enam perkara; Kemimpinan orang bodoh, kebanyakan aparat keamanan (seperti polisi dll, pen.), jual beli hukum/jabatan, mudah menumpahkan darah, memutus tali silaturrahim, para pemuda (qari) yang menjadikan al-Qur’an hanya seperti suara seruling untuk didendangkan saja di hadapan khalayak padahal tidak memiliki pemahaman yang memadai (dari Al-Qur’an) (HR Ahmad dalam Musnad no hadis 16463).
Takhrij Hadis
Selain Ahmad hadis ini dikeluarkan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 7/52, Abdurrazaq dalam al-Mushannaf – 4186, al-Hakim an-Nisaburi dalam al-Mustadrak – 5905, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir – 3091, Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam Ma’rifat Shahabah 16/15, Abu Ja’far Thahawi dalam Musykil al-Atsar – 1187 semuanya dari sahabat Abis al-Ghifari. Imam Thabrani dalam sanad lain menyebut perawi sahabat dengan nama Hakam al-Ghifari. Namun kebanyakan ulama hadis menguatkan nama perawi Abis al-Ghifari.
Menurut kajian Nuruddin al-Haitsami dalam Majma’ Zawaid (5/297), riwayat Ahmad ini dalam sanadnya ditemukan perawi dhaif yaitu Utsman bin Umair al-Bajli, namun dikuatkan dengan jalur periwayatan Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir yang perawi-perawinya
adalah tsiqah. Diperkuat dengan mutaba’at dan syawahid dari periwayatan al-Hakim dalam al-Mustadrak dan mukharrij yang lain, maka status hadis ini adalah shahih.
Enam Perkara Tanda Kematian Umat
Dalam hadis di atas, terjadi perbedaan redaksi di awal matan, pertama, sebagian riwayat menggunakan ‘badiru bi al-maut’ sittan (segeralah kalian mati sebelum datang enam perkara); kedua, sebagian lain menggunakan ‘inni akhafu ‘ala ummati’ sitta khishal (aku khawatir atas umatku atas enam perkara).
Maka bila dilakukan ‘jalan tengah’ maksud dari enam perkara adalah hal-hal yang Nabi khawatirkan atas umatnya. Enam perkara ini sebagai tanda masa sulit sehingga Nabi menqiyaskan agar umatnya sebaiknya mati sebelum mengalami enam perkara ini terjadi. Dan enam perkara ini merupakan indikator kematian umat.
Pertama, kepemimpinan orang-orang bodoh. Dalam riwayat lain disebut ‘imrah shibyan’ (kepemimpinan anak-anak). Para ahli hadis menjelaskan, kepemimpinan orang-orang bodoh atau anak-anak sebenarnya adalah kepemimpinan yang tidak ideal. Kepemimpinan anak-anak adalah simbol pemimpin yang tidak memenuhi syarat kepemimpinan. Orang-orang yang tidak cakap dan tidak amanah adalah suatu musibah bagi umat.
Bahkan Imam Bukhari meriwayatkan Sabda Nabi SAW: “Halaku Ummati ‘ala yadi Ughailimah Sufaha” (kehancuran umatku di tangan pemimpin anak-anak).
Dalam Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani menjelaskan, kepemimpinan anak-anak itu adalah kepemimpinan orang-orang yang lemah akal, lemah agama, tidak cakap memimpin, bukan karena umurnya yang masih anak-anak (20/61).
Abdurrauf al-manawi dalam Faidh al-Qadir (6/361) menjelaskan bahwa kepemimpinan anak-anak ini adalah tanda dekatnya hari kiamat.
Kedua, kebanyakan aparat keamanan (Katsrat Syurat) yang menyalahgunakan kekuatannya. Hal ini dikuatkan riwayat Hadis Shahih Muslim (3971) bahwa Nabi SAW menyebutkan dua golongan dari ahli neraka yang ia belum pernah lihat keduanya; Sekelompok orang yang memiliki cambuk (senjata) seperti ekor sapi, yang suka memukul orang-orang; dan wanita-wanita yang berpakaian (kasiyat) dan telanjang (ariyat). Menurut imam Nawawi, orang yang membawa cambuk adalah para aparat keamanan dan wanita berpakaian dengan menampakkan aurat atau membuka sebagian auratnya.
Ketiga, jual beli hukum/jabatan (bay’u al-hukmi). Jual beli hukum dan jabatan merupakan perbuatan terlarang. Jabatan adalah amanah yang dimandatkan dan dipercayakan. Nabi SAW melarang sahabat untuk meminta jabatan, seperti dalam riwayat Bukhari (6248) dan Muslim (1652) dari Sahabat Abdurrahman bin Samurah bahwa Nabi berkata kepadanya: ”Wahai Abdurrahman janganlah engkau meminta jabatan, jika engkau diberinya karena memintanya engkau akan ditinggalkan tanpa pertolongan, bila kamu diberinya tanpa meminta kamu akan ditolong (Allah) atas jabatan itu….”.
Keempat, menganggap remeh nyawa manusia. Maksudnya adalah mudah membunuh sesama dalam hal-hal sepele. Padahal nyawa manusia sangat dihargai dalam Islam. Membunuh tanpa alasan syar’i adalah suatu perbuatan dosa besar. Dalam riwayat Bukhari (6484) Nabi SAW menegaskan: ”Tidak dihalalkan darah seorang Muslim yang telah bersyahadat kecuali dengan tiga perkara: pembunuhan nyawa dengan nyawa (qishash), orang muhsan berzina (rajam), dan orang yang meninggalkan agamanya dan keluar dari jamaah Muslimin” (riddah). Bahkan pembunuhan terhadap Muslim tanpa hak syar’i dianggap kekufuran. (HR Tirmidzi ,2846).
Kelima, memutus tali silaturrahim. Bila sering terjadi pemutusan tali silaturrahim di antara elemen kaum Muslimin dapat menimbulkan perpecahan di antara mereka. Dan perpecahan ini akan melemahkan kekuatan umat Islam. Orang-orang yang memutus tali silaturrahim diancam tidak akan masuk syurga (Bukhari 5638).
Keenam, anak-anak muda yang menjadikan bacaan al-Qur’an hanya sebatas lagu yang didendangkan. Maksudnya adalah al-Qur’an tidak dipelajari dan didalami, tapi hanya dilagukan tanpa aturan.
Kitab al-Mu’tashir min al-Mukhtasar min Musykilat al- Atsar menjelaskan, anak-anak muda yang melagukan al-Qur’an ini adalah mereka yang dijadikan imam shalat karena sekedar memiliki suara bagus padahal tidak memiliki ilmu yang memadai dalam bacaan al-Qur’an dan agama.
Perbuatan Risywah
Politik uang dan pemberian hadiah karena jabatan atau hukum (gratifikasi) termasuk dalam perbuatan risywah (sogok). Risywah sendiri adalah perbuatan dosa besar. Nabi SAW sendiri melaknat pelaku risywah, penerima dan perantaranya (al- Hakim 7608).
Politik uang maupun gratifikasi akan memunculkan pemimpin-pemimpin transaksional pragmatis dan ketidak adilan dalam penegakan hukum serta penghalang perwujudan pemerintahan bersih (clean government).
Mua’dz bin Jabal meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Ambilah pemberian orang selama itu murni pemberian (tanpa syarat, pen.), bila berubah menjadi sogokan atas agama maka janganlah kalian ambil, karena kalian tidak boleh meninggalkan agama. (Fath Bari, no hadis 4468).
Sosiolog Barat, Jeremie Kubicek, mengatakan masalah kepemimpinan adalah masalah serius yang dihadapi dunia dan terus bergulir hingga saat ini. Dalam bukunya : Leadership is Dead: How Influence is Riviving it (2011). Kepemimpinan—saat ini— telah mati: Bagaimana pengaruh yang merupakan inti kepemimpinan bisa dihidupkan kembali.
Kubicek menilai krisis yang dihadapi dunia saat ini adalah akibat krisis kepemimpinan. Banyak problem dan konflik di dunia saat ini disebabkan dari kepemimpinan yang tidak ideal.
Dalam Shahih Bukhari (2457) dan Muslim (1832) dari Humaid Sa’idi bahwa Nabi SAW mempekerjakan seseorang dari suku Azd bernama Ibnu Lutbiya untuk menarik zakat. Ketika dia datang menyetorkan hasilnya, ia berkata: ini adalah (zakatnya) untuk kalian dan ini adalah hadiah untukku (dari mereka). Maka Nabi berdiri di mimbar dan berkata: ”Demi Allah janganlah kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, kecuali dia nanti menghadap Allah dengan memikul beban..”
Ibnu Sirin sangat membenci upah para penyumpah dan berkata: Para sahabat Nabi mengatakan bahwa menyogok (risywah) atas hukum adalah haram. (Tafsir dari Sunan Sa’id bin Mansur 701).
Imam al-Mawardi dalam al-Ahkam as-Sulthaniyah (hlm. 131) menjelaskan bahwa mengeluarkan harta untuk meminta jabatan atau keputusan hakim termasuk hal yang dilarang, karena masuk kategori risywah (sogok) yang diharamkan, orang yang mengeluarkan dan yang menerima menjadi cacat agama dan kepribadiannya (majruh), sesuai riwayat hadis bahwa Nabi SAW melaknat penyogok (rasyi), penerima sogokan (murtasyi) dan perantara antarkeduanya (rayisy). []