Salah satu peristiwa sejarah yang senantiasa diperingati oleh umat Islam yaitu Hijrah dari Mekkah ke Madinah. Diskursus Hijrah menjadi titik mula perubahan peradaban Islam yang kemudian membentuk masyarakat madani. Peristiwa sejarah tersebut diabadikan oleh Sahabat Umar bin Khattab sebagai dasar penetapan penanggalan hijriyah dalam Islam, yaitu bertepatan dengan tahun 622 M. Sebelum hijrah, umat Islam tidak memiliki kekuatan politik yang dapat melindungi kepentingan dakwah dan mempertahankan diri dari gangguan musuh. Bahkan periode Mekkah nyaris mengalami hambatan yang sangat kuat karena resistensi dari kaum kafir Quraisy, khususnya pascameninggalnya Khadijah, istri Rasulullah SAW, dan Abu Thalib, paman Nabi. Setelah hijrah kekuatan itu mulai terbentuk. Penyebaran Islam pun tidak lagi hanya di Semenanjung Arab, tetapi jauh melampaui itu, dengan didukung oleh kekuatan yang dapat melindungi, meskipun harus dengan cara berperang. Sehingga hijrah mengubah konsep dakwah dari yang semula bersifat lokal menjadi universal.
Sejarah hijrah yang paling populer yaitu pada saat perpindahan Nabi dan para Sahabatnya dari Mekkah ke Madinah, setelah fath Mekkah makna hijrah berubah dari makna fisik kepada makna substantif. Rasulullah menyatakan, la hijrata ba’da al-fathi (tidak ada lagi hijrah setelah penaklukan kota Mekkah). Sehingga aktualisasi makna hijrah yang semula bersifat fisik dari satu tempat (Mekkah) ke tempat lain (Madinah), menjadi perpindahan atau perubahan dari satu keadaan kepada keadaan lain yang lebih baik, perubahan pendidikan yang lebih baik, perubahan ekonomi yang lebih baik, perubahan politik yang lebih baik, perubahan berfikir yang lebih baik, perubahan beragama yang lebih benar. Maka konsep perubahan ini bersandingan dengan niat sebagaimana termaktub dalam Hadis Nabi SAW yang dimaksudkan agar umat Islam memasang niat kuat dan benar untuk mencapai sebuah perubahan yang lebih baik dalam segala hal. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ. (رواه البخاري ومسلم)
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab RA, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang itu berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya (diniatkan) karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk urusan dunia yang diinginkannya atau karena wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya (bernilai) sesuai dengan apa yang dia niatkan kepadanya”. (HR Bukhari dan Muslim)
Aktualisasi hijrah pada era 4.0 saat ini semakin dirasa perlu, terutama di saat realitas berbagai statistik menunjukkan umat Islam dalam keadaan terbelakang dan tertinggal dalam banyak aspek kehidupan. Padahal, umat Islam memiliki pedoman al-Qur’an dan Hadis Nabi yang senantiasa mendorong kepada perubahan dan kemajuan sebagai manifestasi dari umat terbaik (khairu ummah), dengan jalan membangun paradigma ummatan washathan. Tentu saja perubahan yang dimaksud tidak hanya berbasis fisik, tetapi perubahan kondisi sosial, moral dan spiritual yang lebih baik di masa mendatang. Spirit hijrah dari Mekkah ke Madinah membawa misi perubahan sekaligus strategi baru dakwah Islam. Karena dirasa peluang dakwah Islam terbuka luas di Madinah, dan akhirnya peradaban masyarakat Madani terbentuk dan ditemukan formulasinya.
Beberapa dekade belakangan ini marak fenomena hijrah, terutama di kalangan generasi milenial dan kalangan selebritis. Komunitas hijrah bermunculan di beberapa tempat. Bahkan, hijrah telah menjadi tren gaya hidup anak-anak muda zaman sekarang. Di satu sisi ini merupakan fenomena positif yang menunjukkan semakin meningkatnya geliat, niat dan kesadaran beragama umat Islam. Setiap kita pasti pernah mengalami fase tertentu dalam hidup, yang mengharuskan kita bertransaksi dengan Tuhan dan bertransformasi untuk melakukan perubahan, termasuk perubahan dalam sikap keberagamaan, perubahan dalam gaya hidup, perubahan worldview, yang pada akhirnya menghasilkan keshalihan sosial sesuai dengan dogma Islam. Perubahan yang dimulai dari diri sendiri, keluarga dan akhirnya perubahan sosial. Agama harus menjadi agent of change dengan spirit hijrah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Tradisi hijrah tersebut sebenarnya sudah dilakukan oleh umat terdahulu sebelum zaman Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, semisal kisah para pemuda yang dikenal dengan Ashabul Kahfi. Mereka berhijrah dari kehidupan yang membelenggu kebebasan beragama, berhijrah dari hegemoni pemerintahan yang menegasikan keberadaan agama, berhijrah dari penguasa yang selalu cawe–cawe dan menindas mereka yang beragama dan ber-Tuhan. Ashabul Kahfi berhijrah ke sebuah gua perubahan, sebuah gua yang nantinya menjadi titik awal perubahan zaman yang terasa cepat meskipun faktanya ratusan tahun. Mereka menjadi role model bagi miniature manusia yang tidak bisa menerima penindasan, apa pun bentuknya, dan tidak mau menjadi korban kesewenang-wenangan, keserakahan dan otoritarianisme penguasa. Jadi, esensi hijrah adalah perubahan ke arah yang lebih baik, dengan berpindah dari satu tempat atau keadaan kepada tempat atau keadaan lain yang lebih baik. Hijrah memancarkan prophetic mission bagi adanya perubahan zaman, perubahan tatanan masyarakat, perubahan kepemimpinan, perubahan pemerintahan yang lebih baik.
Hijrah yang diniatkan karena Allah dan Rasul-Nya sebagaimana tersebut dalam Hadis di atas, akan menegasikan hijrah karena hal selain-Nya, sehingga hijrah harus bergandengan erat dengan iman sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 20, Allah berfirman: “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan”. Ini makna mendalam dari hadis tentang niat di atas. Segala perbuatan manusia harus diniatkan atas dasar iman kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan sekedar urusan duniawi, apalagi hanya sekedar untuk menikahi seorang perempuan. Makna holistik dari hadis tersebut menggoreskan risalah agar manusia melakukan perubahan peradaban yang lebih baik dengan niat karena perintah Allah dan ajaran Rasul-Nya.
Hijrah dalam kehidupan umat Islam dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Obyeknya bisa berupa tempat, dan bisa berupa keadaan. Bisa dilakukan secara fisik atau material dan bisa dilakukan secara maknawi atau spiritual. Hijrah secara fisik atau materiil adalah perpindahan dari Mekkah ke Madinah. Dalam kehidupan kita saat ini bisa dielaborasikan menjadi pindah dari rumah ke pesantren, pindah dari tempat yang memiliki tradisi lokal menuju tempat bertradisi global, artinya perubahan tempat dan keadaan sekaligus, perubahan fisikal, mental dan spiritual. Pesantren merupakan Madinah yang di dalamnya terdapat konstruk peradaban umat Islam. Madinah merupakan awal langkah perjuangan Islam dan dakwah dalam rangka mewujudkan masyarakat madani. Pesantren merupakan awal langkah para santri membentuk diri dalam perjuangan dan dakwah Islam untuk mewujudkan masyarakat santri dalam seluruh lini kehidupan negeri ini. Pesantren merupakan gua Ashabul Kahfi tempat pengasingan dhamir dan hati manusia dari tuhan-tuhan palsu, dari segala bentuk kejahatan dan kemaksiatan, beralih dari berhala-berhala manusia yang berupa kekuasaan, harta dan kemilau dunia, dari kepalsuan, pencitraan dan cara-cara amoral dalam kehidupan, membebaskan jiwa dari problem perbudakan yang merenggut kemerdekaan setiap insan, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk.
Pesantren merupakan gua Ashabul Kahfi dan Madinah Rasulullah SAW untuk menyusun strategi bagi perjuangan dan perubahan yang lebih baik, hijrah ke pesantren sejatinya yaitu ketika santri bertekad meninggalkan kemaksiatan, kejahatan, kebiasaan buruk dan apa saja yang dilarang oleh Allah. Yang mendesak untuk dilakukan hijrah secara mental-spiritual yang bersendikan pada akhlak. Hijrah tidak harus memutus silaturahim dengan sahabat dan kerabat yang tidak melakukan hijrah. Berhijrah tidak berarti mengasingkan diri, lalu memusuhi atau memandang rendah mereka yang tidak sejalan dengannya. Berhijrah berarti bertekad dan berjuang keras untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam konteks individual-spiritual, maupun secara kolektif dengan anggota masyarakat lainnya dalam melakukan kerja-kerja keras dan cerdas. Wallahu wa Rasuluhu a’lam. []