Bogor, Gontornews — Prof Endang Caturwati SST MS tampil menawan menyampaikan orasi ilmiah berjudul: “Pendidikan Karakter Berbasis Seni Budaya Islami, dan Kearifan Lokal Era Revolusi Industri 4.0” dalam acara Milad ke-25 dan Wisuda Sarjana dan Pascasarjana IAI-N Laa Roiba Bogor, Senin (24/2).
Gurubesar Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini menekankan pentingnya para sarjana dan pascasarjana melek digital. Era industry 4.0 mengharuskan semua pihak, terutama generasi muda, untuk pandai membaca peluang dan mengambil kesempatan berpartisipasi aktif dalam kancah industri yang sebar digital dan berarus global.
Tetapi, lanjut Gurubesar Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) itu, kita juga jangan sampai lupa jati diri, baik sebagai insan religious maupun warga budaya sunda. Menurutnya, tantangan milenial tidak harus melupakan kearifan lokal. Sejatinya, menurut Ketua Bidang Seni Budaya ICMI, kearifan lokal juga banyak yang masih kontektual dan punya relevansi dengan perkembangan era digital. Dia pun mengutip satu karya linuih H Hasan Mustafa, ulama dan pujangga Sunda dari Garut (1852-193) yang berbicara pentingnya belajar dengan tahu arah dan berkelanjutan.
Neangan
Sapanjang neangan kidul
Kaler deui kaler deui
Sapanjang neangan wetan
Kulon deui kulon deui
Sapanjang neangan aya
Euweuh deui euweuh deui
Masyarakat Sunda, jelas Endang Caturwati, dikenal: ramah, lembut, relijius & spiritual. Ini karena orang Sunda memiliki kearifan lokal dalam etika, logika dan estetika. Yaitu: Asih asah asuh; tekad ucap polah; Pok pek prak; Someah hade ka semah; Laukna benang caina herang. “Kearifan Lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat.”
Dalam orasinya, Prof Endang sempat menyanyikan beberapa lagu. Antara lain Kasih Tak Bertepi dan lagu Sunda Bangkong yang sarat pesan leluhur. Lagi Kasih Tak Bertepi, menurutnya, digubahnya sebagai tanda syukur ketika pesawat delay karena kerusakan teknis, dua tahun lalu.
Untuk menjadi pemenang dalam era industry 4.0, menurut Prof Endag, para sarjana mesti menjadi insan berkualitas, akademis dan kreatif, Insan paripurna yang memiliki karakteristik: Pinandita (amanah, bertaqwa) – Ajen wewesen (transformatif) – Teuas Peureup Lemes Usap (adil dalam memberikan punishment dan reward) – Pageuh Keupeul Lega Awur (Efektif dan Efisien) – Silih Asih Silih Asah Silih Asuh ( Mengasihi – Mencerdaskan – Mendidik), serta – Adil Paramaarta ( Adil dan proporsional).
Akhirnya, kepada para wisudawan, budayawan Sunda ini menitipkan pesan: jadilah Anda sekalian menjadi orang yang bermanfaat. Khairukum anfauhum linnas. Sebaik-baik kalian adalah yang paling banyak memberi manfaat pada manusia. “Ketika ronce toga di atas kepala sudah dipindahkan dari sebelah kiri ke sebelah kanan, tandanya: Mulailah berfikir, bersikap dan bertindak dengan otak sebelah kanan. Agar ilmu yang didapat, berkembang menjadi amal kebajikan dan menjadi suluh melangkah di jalan panjang kehidupan, yang seringkali gelap gulita,.”
“Undzur maa qoola, wa laa tandzur man qoola. Jangan lihat siapa mengatakan apa, tapi simak dan renungkan apa yang dikatakannya.,’’ pungkas Prof Endang Caturwati. [DJ]