Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang sangat penting bagi kemajuan suatu negara. Walau memiliki potensi alam yang melimpah, tanpa SDM yang mumpuni suatu negara akan tetap saja tidak akan berkembang. Sebaliknya, jika alam yang tidak terlalu mendukung namun dengan SDM yang bertalenta tentunya negara tersebut akan berkembang pesat.
Global Talent Competitiveness Index (GTCI) adalah pemeringkatan daya saing negara berdasarkan kemampuan atau talenta sumber daya manusia yang dimiliki negara tersebut. Beberapa indikator penilaian indeks ini adalah pendapatan per kapita, pendidikan, infrastruktur teknologi komputer informasi, gender, lingkungan, tingkat toleransi, hingga stabilitas politik.
Di ASEAN, Singapura menempati peringkat pertama dengan skor 77,27. Peringkat berikutnya disusul oleh Malaysia (58,62), Brunei Darussalam (49,91), dan Filipina (40,94). Sementara itu, Indonesia ada di posisi ke enam dengan skor sebesar 38,61. Laporan yang dirilis oleh INSEAS ini menyusun pemeringkatan dengan penekanan penting pada Pendidikan.
Dari data diatas, bisa dilihat bahwa potensi atau talenta anak Indonesia kurang terasah. Banyak anak Indonesia yang pada usia puncak produktifnya belum mengetahui bakat atau talenta yang dimiliki, bahkan pada usia yang tak lagi muda mereka belum memiliki peran sama sekali. Berbeda dengan Singapura yang mampu menggali potensi penduduknya secara universal, setiap orang tidak dibiarkan menganggur tanpa memiliki peran di masyarakat. Secara singkat bisa diketahui bahwa penyebab masalah ini ada pada proses pendidikan yang berlangsung di Indonesia.
Selama ini orang selalu menilai seorang remaja berbakat dan pintar hanya dari nilai yang diperoleh di sekolah, sehingga jika seorang remaja mendapatkan nilai yang kurang dengan cepat orang akan mengatakan bahwa si remaja bodoh dan tidak memiliki potensi apa pun. Pandangan dan penilaian semacam ini sangat keliru dan menyesatkan. Akibat pandangan keliru itu si remaja tidak dapat mengembangkan dan menemukan potensi yang ada dalam dirinya.
Profesor Howard Gardner dari Universitas Harvard telah mengembangkan model kecerdasan yang disebut multiple intelligence lebih dari 20 tahun lalu. Ia tiba pada satu pandangan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap. Kecerdasan akan lebih tepat kalau digambarkan sebagai suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Kecerdasan bersifat laten, ada di diri tiap manusia tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Dalam menjelaskan mengenai kecerdasan, ia menggunakan kata ‘bakat’ atau ‘talenta’. Konsep multiple intelligence yang dikembangkannya terdiri atas delapan jenis kecerdasan, antara lain Kecerdasan linguistik, kecerdasan matematika dan logika, kecerdasan visual dan spasial, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan kinestetik, serta kecerdasan naturalis.
Pengembangan potensi seorang remaja hendaklah memperhatikan hal-hal tersebut. Meniadakan atau mengesampingkan salah satu aspek di dalamnya merupakan pekerjaan sia-sia dalam usaha menggali potensi seorang remaja. Perlu dukungan dari orangtua dan guru dalam mengembangkan potensi yang ada dalam diri seorang remaja sehingga mereka bisa meraih semua impian masa depan mereka. Sebaiknya mereka dibantu agar memiliki konsep diri yang baik dan benar, kemudian melihat mereka dari sudut pandang multiple intelligence, biarkan mereka berkembang sesuai dengan kecerdasan yang mereka miliki.
Agar pengembangan potensi anak yang dimaksud berjalan maka perlu diubah kurikulum atau sistem pendidikan Indonesia yang selama ini dianggap kurang efektif dalam menggali potensi. Dengan kebijakan yang di canangkan oleh Mendikbud yakni “Merdeka Belajar”, diharap mampu mengatasi problematika yang terjadi. Dalam program baru ini, guru diberikan kebebasan atau kemerdekaan untuk mengeksploitasi serta mengembangkan potensi peserta didik di sekolah dengan membantu siswa untuk mengejar ketertinggalan dan tidak selalu mengukur potensi atau kemampuan siswa dengan angka. Sebagai manusia kita memahami bahwasanya kita diciptakan oleh Allah SWT dengan kemampuan menyerap ilmu yang berbeda-beda, setiap siswa atau peserta didik juga memiliki kebutuhan berbeda. []