Oleh Prof Dr KH Ahmad Satori Ismail
Selama bulan Ramadhan, amalan-amalan sunah bernilai setara dengan amalan wajib pada bulan biasa, sementara amalan wajib dilipatgandakan pahalanya hingga puluhan kali. Sudah sepatutnya, melihat hitungan matematis pahala ini memotivasi umat Islam untuk memperkuat ibadah setelah Ramadhan.
Untuk mendapatkan pahala serupa bulan Ramadhan, umat Islam hendaknya memperkuat ibadah di luar bulan tersebut.
Meski begitu, umat Islam tak boleh terjebak pada pengultusan Ramadhan. Setiap Muslim hendaknya menyadari posisinya sebagai hamba Allah, bukan hamba Ramadhan.
Ketika Ramadhan berlalu, ini tak melepaskan seorang Muslim dari status sebagai hamba Allah. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah tak berhenti pada Ramadhan saja. Justru bulan Ramadhan seharusnya menjadi media untuk menggembleng dan mempersiapkan diri untuk bulan-bulan berikutnya.
Puasa hendaknya memberikan kebaikan dalam diri seseorang. Kebaikan yang disebarkan setiap Muslim merupakan bukti bahwa puasa yang dijalani tidak sia-sia.
Para ulama mengatakan, salah satu tanda diterimanya ibadah Ramadhan adalah kebaikan yang kita lakukan melahirkan berbagai kebaikan yang lain.
Puasa seyogianya juga disertai dengan kelanggengan amalan. Ini merupakan salah satu hal yang sangat dicintai Allah SWT. Ibadah yang dilakukan hendaknya memberikan dampak tak hanya bagi setiap individu, tetapi juga secara sosial. Karena agama memang tak hanya mengatur wilayah privat, tapi juga hajat orang banyak.
Untuk menghindari penurunan semangat setelah Ramadhan, setiap Muslim hendaknya memperkokoh ilmu agama dengan belajar.
Selain itu, ia juga perlu membentuk komunitas yang mendukung peningkatan ibadah.
Salah satu cara yang bisa ditempuh yaitu berkumpul dengan kawan yang saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran.
Dengan kontinuitas ibadah yang terjaga, seorang Muslim diharapkan dapat meningkatkan kedekatan dengan Allah SWT sepanjang waktu. Ini menjadi senjata yang ampuh untuk menghadapi berbagai permasalahan dunia yang kian hari semakin banyak dan kompleks, sekaligus menjadi bukti konkret membumikan peradaban Islam.
Di samping itu, Ramadhan juga saat yang tepat untuk menggalakkan jihad damai. Jihad damai itu bentuknya banyak, bisa berupa jihad di bidang pendidikan, di bidang ekonomi, di bidang politik, dan lain-lain. Jadi, jihad damai adalah berupaya melakukan perbaikan di tengah masyarakat dengan dakwah.
Di bulan Ramadhan ini, berjihad di jalan kemanusiaan menjadi pilihan terbaik umat Muslim, terutama Muslim Indonesia yang hidup bersama dengan umat beragama lain.
Jihad tidak identik dengan kekerasan dan perang. Jihad itu jangan dikonotasikan dengan perang dan kekerasan.
Jihad harus dilakukan sesuai konteksnya. Al Quran menyebut bahwa jihad sebaiknya dilakukan dengan harta dulu, misalnya mengentaskan kemiskinan. Itu salah satu bentuk jihad. Menolong orang-orang yang tertindas itu juga jihad.
Di bulan Ramadhan ada sejumlah peristiwa atau kekhususan yang diberikan kepada hamba yang beriman. Pertama, di bulan inilah al-Qur’an pertama kali diturunkan. Kedua, pada bulan ini Allah menganugerahkan sebuah malam yang sangat luar biasa, bernama Lailatul Qadar.
Ketiga, pada bulan ini Sang Khalik akan melipatgandakan pahala dari setiap kebaikan yang dilakukan hamba-Nya.
Karena itu, umat Islam harus memanfaatkan momentum Ramadhan semaksimal mungkin. Rasulullah SAW selalu mengingatkan kepada umatnya bahwa Ramadhan adalah bulan penuh keberkahan. Pada bulan ini, Allah mengunjungi hamba-Nya dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa, dan mengabulkan doa.
Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keutamaan. Allah akan melihat hamba-Nya yang berlomba-lomba menjalankan ibadah di bulan Ramadhan, kemudian membanggakan hamba-hamba-Nya kepada para malaikat.
Oleh sebab itu, umat Islam harus mengisi Ramadhan dengan menyingsingkan baju untuk beribadah dan berjihad.[]