Jakarta, Gontornews — Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI melalui lembaga SEBI Islamic Business and Islamic Research Center (SIBERC) bersama dengan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) unit Akademizi menyelenggarakan agenda pembuka tahun Islamic Philanthropy Outlook 2024 dengan tema “Societal Trust: Raising or Falling Down”. Agenda ini dilaksanakan secara hybrid di Ruang Media Center Lantai 2 Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Rabu (3/1/2024).
Islamic Philanthropy Outlook (IPO) 2024 kali kedua dilaksanakan dengan menghadirkan berbagai narasumber dari kalangan akademisi dan praktisi. IPO 2024 diselenggarakan sebagai upaya menghadapi tantangan signifikan dalam memperkuat reputasi lembaga filantropi Islam di Indonesia. Pascakejadian kasus yang menimpa ACT beberapa waktu lalu, diharapkan lembaga filantropi Islam dapat kembali diakui mengingat Indonesia telah enam tahun berturut-turut menjadi negara paling dermawan di dunia. Selain itu, tragedi kemanusiaan di Palestina dapat menjadi pendorong kebangkitan lembaga filantropi Islam.
Agenda ini menghadirkan berbagai tokoh di antaranya pengisi sambutan Sigit Pramono, Ph.D., CA., CPA (ketua STEI SEBI) dan Wildan Dewayana Rosyada, MSi (direktur utama Laznas IZI). Sebagai keynote speaker Prof Dr H Waryono Abdul Ghofur (direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI).
IPO 2024 mengundang enam narasumber, yaitu Dr Adril Hakim., ST., MM (ketua LPPM STEI SEBI), Nana Sudiana, SIP., MM (direktur Akademizi Laznas IZI), Rizaluddin Kurniawan, S.Ag., M.Si (pimpinan Baznas RI Bidang Pengumpulan), Prof Dr Nurul Huda, SE., MM., MSi (komisioner BWI dan ketua LSP BWI), Dr Ahmad Syauqi, SH., MHum., CLA., C.Med (kepala Subdirektorat Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat, Kemenag), Dr Ahmad Juwaini (direktur Keuangan Sosial Syariah, KNEKS), dan Citra Widuri, ST (ketua Bidang IV Inovasi FOZ & Direktur Wakaf Laznas LMI).
Dalam sambutannya, Sigit Pramono, Ph.D., CA., CPA selaku ketua STEI SEBI yang diwakili oleh Dr Aziz Budi Setiawan, SEI., MM selaku wakil ketua I STEI SEBI menyampaikan bahwa kerja sama STEI SBEI dengan Akademizi merupakan langkah untuk memperkuat filantropi Islam di Indonesia untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
“Kolaborasi ini tentu menjadi wadah yang dilandasi dengan usulan akademik untuk menunjang praktik filantropi Islam. Secara umum outlook filantropi Islam memang berkembang baik, namun tentu perlu ada evaluasi untuk perbaikan, in syaa Allah ini akan bermanfaat untuk bangsa dan negara Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, Wildan Dewayana Rosyada, M.Si selaku direktur utama Laznas IZI juga memberikan sambutan bahwa isu kepercayaan masyarakat merupakan hal penting karena menjadi tiket masuk bagi siapa saja yang ingin bergabung dalam dunia filantropi.
“Dalam Kajian Bank Indonesia, dari 32 risiko lembaga zakat, risiko reputasi menjadi risiko strategis yang memiliki risiko ekstrem. Hal ini berarti bahwa risiko reputasi harus ditangani langsung oleh para pakar agar bisa dieksekusi dengan baik oleh para pegiat filantropi. Indonesia juga kembali dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia, oleh karena itu relevansi isu reputasi di tahun 2024 ini harus menjadi landasan bagi filantropi Islam untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Tentu, agenda ini menjadi pendorong bagi seluruh filantropi Islam untuk sadar kembali akan pentingnya isu risiko reputasi,” tutur Wildan.
Agenda ini juga menghadirkan Prof Dr H Waryono Abdul Ghofur selaku direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI hadir untuk menyampaikan keynote speech. Dalam penyampaiannya, Prof Waryono mengatakan bahwa modal sosial yang paling utama kepercayaan. “Kita menyadari bahwa untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat tidak mudah. Jika kepercayaan masyarakat tidak ada, maka sudah tidak ada artinya lembaga filantropi, maka menjaga integritas merupakan tugas utama kita yang menjadi fondasi untuk menjaga kepercayaan Masyarakat,” ujarnya.
“Posisi Indonesia sebagai negara paling dermawan menjadi tugas kita untuk menjaganya. Bila integritas sudah runtuh maka siap-siap akan tergelincir. Terlebih dalam filantropi Islam kita memiliki potensi yang sangat besar, baik zakat maupun wakaf. Namun, kebanyakan permasalahan filantropi Islam menyangkut tata kelola, hampir di semua lembaga,” ujar Waryono.
Dalam kesempatan tersebut, STEI SEBI dan Laznas IZI menyampaikan Policy Brief Dr Adril Hakim., ST., MM selaku Ketua LPPM STEI SEBI dan ketua tim penyusunan Policy Brief menyampaikan langsung hasil dari Policy Briefnya kepada para penanggap sekaligus narasumber Outlook.
“Ternyata yang mengalami penurunan dalam hal jaringan adalah LAZ yaitu menurun sebesar 15% sedangkan jaringan Baznas naik sebesar 11%. Kita masih sulit menentukan apakah penurunan ini menjadi alasan penurunan kepercayaan masyarakat. Kita mencoba melihat bahwa OPZ ini sebagai lembaga yang harus dikelola secara profesional. Dalam proses pengelolaan zakat, amil di OPZ tidak seperti aktivis DKM, mereka orang profesional yang berkarier di dalamnya. Oleh karena itu, penting untuk membangun manajemen yang baik,” tutur Adril.
Ia juga menjelaskan bahwa OPZ adalah organisasi nirlaba, akan tetapi tuntutan standar governance-Nya cukup tinggi, oleh karena itu butuh SDA yang qualified. Adapun isu yang diangkat dalam policy brief ini ada tiga hal, yaitu isu terkait dengan pemotongan sebagian dana donasi oleh pengelola donasi dalam konteks pendanaan operasional pengelolaan, isu terkait dengan standar remunerasi (gaji dan berbagai macam benefit) eksekutif lembaga yang mungkin akan berefleksi pada gaya hidup, dan isu pengelola ZIS-DSKL menggunakan sebagian dananya dalam aktivitas investasi di pasar keuangan dan properti, terutama pada pengelola ZIS-DSKL selain wakaf.
Nana Sudiana, SIP., MM selaku direktur Akademizi Laznas IZI juga turut melanjutkan pembahasan mengenai hasil Policy Brief. Ia menjelaskan bahwa selama ini penelitian di sektor industri halal juga yang mendorong zakat dan wakaf masuk di sektor ini. Zakat seharusnya bisa menjadi sebuah lifestyle muslim dan kesadaran menjalankan agama dengan baik.
“Selama ini contoh zakat wakaf riil baru RS yang ada diserang, kita ingin ke depan zakat dan wakaf bisa bergerak nyata menjadi sesuatu yang positif. Melalui Policy Brief ini, kami mengusung isu utama bahwa pandemi yang sudah kita lewati, lembaga yang jatuh juga sudah, tahun ini semoga bisa membangun sesuatu yang positif. Supaya tidak ada kemungkinan jatuh lagi. Entah karena kasus terorisme, penyalahgunaan dana. Dalam hal ini poin utamanya adalah di tata kelola. Selain itu, harapannya tidak ada lagi lembaga yang mengeluh tidak cukup dana untuk melakukan audit. Karena kita harus mendorong agar lembaga bisa transparan dan memastikan reputasi yang baik di masyarakat salah satunya dengan diaudit,” ujar Nana.
Islamic Philanthropy Outlook 2024 diikuti total 294 peserta yang terdiri dari berbagai perwakilan lembaga zakat dan wakaf di seluruh Indonesia. Selain itu, peserta juga berasal dari kalangan akademisi di berbagai perguruan tinggi Indonesia. Peserta mayoritas mengikuti melalui Zoom Meeting dan Live You Tube. Diharapkan Islamic Philanthropy Outlook 2024 dapat menjadi pendorong bagi para pegiat filantropi Islam untuk memahami dengan risiko reputasi agar dapat meningkatkan kepercayaan di masyarakat.
Islamic Philanthropy Outlook 2024 ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi para pegiat filantropi Islam untuk memahami dengan risiko reputasi agar dapat meningkatkan kepercayaan di masyarakat. [Fathur]