Subang, Gontornews — Semangatnya ketika masih kecil dalam belajar terbawa hingga ia menjalani bisnis stainless. Dulu, saat masih di bangku sekolah dasar pemilik nama Tano Rano ini kalau sudah punya tekad maka pantang menyerah mengerjakannya.
Tano yang anak seorang tentara ini sudah harus berpayah-payah menuju sekolahan yang berjarak sekitar tujuh kilometer. Ia gowes setiap hari untuk bisa mengikuti pelajaran berharga dari para guru di SD.
“Ada satu yang saya ingat, bisa nggak bisa harus bisa. Saat SD saya naik sepeda 7 km. Kebiasaan ini menjadi bagian dalam pendidikan mental. Saat ini nggak merasa capek juga saat melakukan bisnis karena terbawa motivasi sejak kecil,” ungkapnya.
Tano yang lahir di Serang, Banten, Agustus 1977 ini memang sosok yang ulet dan penuh semangat. Ia jalani belajar dari SD hingga SMA dengan kondisi apa adanya. Hingga kemudian ia melanjutkan kuliah ke Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia Amerika di Bandung.
“Saat itu komputer lagi ngetrennya. Saya ambil analis Sistem Informasi komputer.” ujarnya.
Tano menjelaskan, kalau analisis sistem, ia dituntut bagaimana membuat sistem yang bagus berdasar data. Misalnya Sistem Informasi keuangan, inventori, produksi. “Saat kuliah saya dekat dengan salah satu dosen yang bekerja di Pindad. Saya diberi tantangan membuat Sistem Informasi di salah satu bagian unit produksi saat itu,” paparnya.
Kesempatan itu ia gunakan sebaik-baiknya untuk mempraktekan ilmu yang didapat di kampus. Di Pindad belajar proses alur sistem Informasi yang baik. “Dari situ saya dapat ilmu. Dengan kita bisa menganalisa, lama lama akan terbiasa,” tuturnya.
Bagi Tano, analisis itu tidak seperti ilmu berhitung, tapi kita bisa belajar banyak faktor yang mempengaruhi kenapa sesuatu terjadi. Dengan kemampuan analisa ke depannya kita bisa menyiapkan langkahnya.
Setelah menyelesaikan kuliah, Tano bekerja di salah satu perusahaan cat besar di Indonesia, saat itu ia ditugaskan mengelola data transaksi Inventori cat seluruh Indonesia. Bagi Tano, ia harus belajar banyak dari pekerjaan ini. Ia juga tidak memikirkan berapa ia harus digaji saat itu. Terpenting menyerap ilmu saat bekerja.
“Selama lima tahun, saya tidak melihat penghasilan berapa, tapi saya sudah bisa apa selama lima tahun ini. Kalau mau maju jangan menghitung apa yang kamu terima dari apa yang telah kamu lakukan,” tegasnya.
Selama di perusahaan, ia banyak berinteraksi dengan bagian-bagian lain yang ada, seperti bagian HRD, marketing, produksi dan lain-lain. “Itu masa-masa mencari ilmu, saya dekat dengan HRD, belajar ilmunya, saya dekatin produksi saya belajar, sementara saya posisi di logistik bagian pengadaan untuk seluruh cabang di Indonesia. Ada satu ilmu yang saya pakai yaitu kuat malu,” ulasnya sembari tersenyum lebar.
Lima tahun di perusahaan cat, Tano sudah mulai merasa harus mencari jalan berbeda. Ia sudah mulai jenuh bekerja lima tahun. “Saat itu saya mulai menghitung penghasilan, kira-kira beberapa tahun kemudian berapa, saya berdoa agar ke depan bisa menjadi Pedagang Besar,” ujarnya.
Tano menyadari bahwa dirinya tidak bisa terus menerus menjadi karyawan. Baginya waktu lima tahun sudah cukup untuk menimba ilmu. Ia pun akhirnya resign dari perusahaan. Ia bertekad ingin menjadi seorang Pedagang Besar.
Tahun 2005 keluar dari perusahaan, meski ia belum ada pekerjaan pengganti. Dalam diamnya ia kerap berdoa agar ia dipertemukan orang baik-baik, pelanggan yang baik, supplier yang baik. baginya ini merupakan satu rangkaian, jika salah satu tidak baik maka akan menyebabkan bisnis tidak baik.
Akhirnya ia menemukan mitra supplier stainless. Namun tak mudah untuk bisa menjadi distributor stainless. Awal-awal ia menjadi distributor, supplier memberikan jenis stainless rijek. Ia ditantang apakah bisa menjual tawaran supplier.
Background seorang analis, sebelum menjadi distributor ia sudah menganalisa pasar. Memang, saat itu pasar stainless masih belum begitu banyak, karena masih menjadi barang mewah, dan belum banyak peminatnya.
Setelah beberapa lama ia Analisa, ia sudah menyiapkan pasar reseller untuk barang-barang yang akan ia jual. Maka ketika tawaran 2 ton stainless rijekan, ia pun akhirnya bisa menjualnya. “Pengalaman lima tahun di perusahaan cat saya pakai,” ujarnya.
“Awal saya dites dulu, saya disuruh jualan barang rijek, yang potongannya tidak tepat, ada yang bolong, sebanyak 2 ton. Saat itu saya jualnya kiloan, dan ternyata habis. Berikutnya saya diberi yang KW satu. Alhamdulillah habis lagi,” paparnya.
Doa-doa yang ia panjatkan saat itu, mulai ia rasakan manfaatnya. Saat negosiasi untuk menjadi distributor bertemu orang baik, marketingnya baik. yang penting bisa jual berapa, tidak mentarget karena nanti ujungnya tidak benar. “Kalau pasarnya tidak ada, kita push penjualan maka akan tidak baik. dia minta saya konsisten untuk penjualan stainless ini,” paparnya.
Dengan bermodal analisa, ia analisa pasar untuk dipetakan. Ia berjualan tidak serampangan, tapi ada konsepnya. Ia lakukan door to door sampai ke Subang, Tasikmalaya, Garut, Cirebon, Cianjur dengan naik kendaraan motor roda dua. “Alhamdulillah saya menemukan reseller, rata rata mereka adalah bengkel, saya terus silaturahmi untuk menjangkau pasar,” tuturnya.
Tano mengakui bahwa untuk menciptakan pasar, ia butuh waktu tiga tahun. Awalnya ia hampir putus asa karena penghasilan minim karena pasar yang sedikit. Saat itu pasar stainless masih belum seramai sekarang. “Saya harus bisa dan semangat lagi. Alhamdulillah seiring waktu terus berkembang,” paparnya.
Saat ini, Tano sudah memiliki puluhan reseller, dengan dibantu sepuluh karyawan yang membantu di tokonya. Ketika masa pandemic, dagangan stainless sempat turun, namun ia bersyukur tidak sampai merumahkan karyawannya.
“Tantangannya saat ini adalah produk import, dengan sistem yang kita terapkan, alhamdulillah kita masih bisa eksis,” jelasnya.
Selama menjalankan bisnisnya, Tano menerapkan sistem marketing yang berbasis syariah. Tidak ada dusta dalam memasarkan. Selain itu ia juga terapkan konsep silaturahmi dengan para resellernya. “Saya dekat dengan semua reseller saya. Saya utamakan silaturahimnya dulu bukan bisnisnya,” paparnya.
“Alhamdulillah dengan konsep silaturahmi sangat banyak manfaatnya. Akhirnya tahun 2009 saya masuk komunitas entrepreneur untuk memperluas silaturahmi. Saya juga kenal dengan teman-teman Forbis, dan komunita bisnis lainnya,” ujarnya.
Tano berkeyakinan bahwa masing-masing orang memiliki rejekinya masing-masing. Maka, tugas kita sebagai manusia adalah Berdoa dengan berikhtiar semaksimal mungkin dan tawakal. “Kamu itu jangan dipusingin mau dapat apa dari bisnis. Saya meyakini, rejeki ada yang atur cuma maksimalkan saja ikhtiarnya. Agar lelah kita tidak sia-sia, saat ikhtiar niatkan karena Lillah agar menjadi ibadah. ” tuturnya. [Fath]