Hajat akbar bangsa Indonesia telah usai, pemilihan kepala daerah atau yang biasa disebut Pilkada secara serentak telah menghasilkan pemimpin pilihan rakyat Indonesia. Pilkada tahun 2018 ini diselenggarakan di 171 daerah secara bersamaan. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.
Menurut Wakil Ketua Umum Dewan Dakwah, H Amlir Syaifa Yasin MA, pilihan di Pilkada 2018 ini merupakan pilihan rakyat. Apapun hasilnya, masyarakat harus menerima sebagai bagian dari pesta demokrasi.
Amlir mengingatkan, kekuasaan adalah amanah, karena itu pertanggungjawabannya tidak hanya untuk masyarakat tapi lebih dari itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak.
“Para pemimpin yang terpilih hendaknya menyadari itu, bahwa kekuasaan adalah amanah, jangan sampai pemimpin mengkhianati,” paparnya.
Untuk itu, tambah Amlir, apa yang telah menjadi janji-janji di saat kampanye harus bisa direalisasikan untuk masyarakat. Pemimpin yang terpilih harus memperhatikan seluruh masyarakatnya, dan menghilangkan blok antara yang memilih dan yang tidak. Masyarakat juga harus bersatu mendukung program yang baik dari pemimpinnya.
Hasil dari demokrasi jangan hanya mencetak pemimpin satu blok, yaitu rakyat yang memilihnya saja. Pemimpin harus mampu melepaskan blok setelah pesta demokrasi. Tidak terkota-kotak pada kelompok pendukung dan bukan pendukung.
“Yang kita alami hari ini pelajaran yang berharga dari pemimpin dan yang memilih,” ujarnya.
“Setelah melakukan ijtihad yang masyarakat anggap terbaik dari yang ada, masyarakat harus menerima hasilnya. Dan mendukung program yang terpilih, sehingga ada tanggung jawab timbal balik. Pemimpin menjalankan amanah, dan rakyat mendukung,” ujarnya.
Masyarakat juga harus sabar kalau hasil pilihannya tidak seperti yang diharapkan. Kedewasaan dalam pesta demokrasi ini harus siap dihadapi dengan segala risikonya.
“Saat memilih dengan bismillah, hasilnya kita serahkan kepada Allah,” tuturnya.
Perbedaan pilihan di saat pesta demokrasi hendaknya tidak menjadi konflik horizontal karena tidak sesuai dengan harapannya. Pesta demokrasi yang berlaku lima tahun sekali ini untuk kebaikan bangsa dan bukan justru memecah belah bangsa.
Amlir berharap, para pemimpin yang terpilih hendaknya menjaga hubungan baik dengan para ulama, karena hubungan baik antara umara dan ulama akan menjadikan kebaikan bersama.
“Jangan sampai eksekutif merasa tidak perlu minta bantuan kepada ulama, begitu juga ulama jangan sampai tunduk kepada kekuasaan karena dibayar,” tegasnya.
Dalam persepsi Islam, ulama itu warasatul anbiya, jadi pemimpin itu harus minta nasihat kepada ulama untuk hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan keumatan.
“Dewan Dakwah akan terus mengawal kebijakan pemimpin yang berkaitan dengan keumatan,” papar Amlir.
Harmoni dan Kebersamaan
Sementara itu Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengajak masyarakat kembali menjaga harmoni dan kebersamaan seperti sebelum Pilkada.
“Tugas MUI saat ini adalah mendandani hasil Pilkada,” kata Kiai Ma’ruf di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Senin (2/7).
Dengan ciri khasnya, Kiai Maruf mengingatkan jangan sampai persatuan rusak karena mengusung calon kepala daerah yang berbeda. Jangan sampai Pilkada merusak ukhuwah kebangsaan atau ukhuwah wathaniyah dan persatuan antarsuku yang selama ini sudah berjalan baik sebelum Pilkada berlangsung.
“Ukhuwah wathaniyah ini jangan sampai dirusak ukhuwah pilkadaliah, Pilkada langsung ini jangan sampai merusak ukhuwah wathaniyah, maduraniyah, bangkalaniah dan ukhuwah daerah-daerah lain di Indonesia,” katanya.
Kiai Ma’ruf sendiri memuji pihak keamanan yang telah menjaga berlangsungnya Pilkada sehingga tidak menimbulkan konflik di beberapa daerah seperti pilkada-pilkada sebelumnya. Hal ini mengindikasikan masyarakat Indonesia sudah dewasa dalam berdemokrasi.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, pascapilkada sebaiknya pasangan calon (Paslon) pemenang pilkada melakukan islah atau rekonsiliasi sosial antarwarga jika sudah dipastikan menang.
Pasalnya, selama proses pelaksanaan Pilkada terjadi berbagai perbedaan, baik perbedaan pilihan Paslon maupun perbedaan sikap dan pandangan politik.
“Tugas terberat pertama yang harus diselesaikan oleh Paslon pemenang Pilkada ialah melakukan islah atau rekonsiliasi sosial antarwarga.”
Zainut juga mengatakan, MUI mengajak kepada semua pihak untuk menghormati hasil Pilkada, karena itu adalah hasil pilihan rakyat dari sebuah proses demokrasi yang harus dijunjung tinggi.
Selanjutnya, Zainut menambahkan, MUI menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada aparat penyelenggara Pilkada, baik itu KPU daerah, Bawaslu dan aparat keamanan yang sudah menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, profesional dan penuh tanggung jawab sehingga Pilkada berjalan dengan tertib, aman, lancar dan penuh kegembiraan.
“Kami bersyukur pelaksanaan Pilkada tahun 2018 serentak di 171 daerah seluruh Indonesia berlangsung dengan aman, lancar, damai dan demokratis. Hal tersebut menunjukkan masyarakat semakin matang dan dewasa dalam berdemokrasi,” ujarnya.
Menyikapi rampungnya Pilkada serentak 2018, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengatakan, Pilkada merupakan amanah suara rakyat yang harus dilaksanakan oleh kepala daerah.
“Wujudnya dengan memberikan kesejahteraan serta kemakmuran untuk rakyat daerah yang menjadi tanggung jawab pemimpin,” kata Jimly Asshiddiqie.
Menurutnya, pilkada menjadi tolok ukur kematangan dan kedewasaan masyarakat Indonesia dalam berpolitik. Hal itu dapat terlihat dengan tak terjebak serta terpengaruh pada isu negatif bersifat suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) saat menentukan pilihan.
“Selamat untuk suksesnya penyelenggaraan Pilkada 2018 yang terlaksana lancar dan nyaris tanpa kendala selama proses pemungutan dan penghitungan suara,” pungkas Jimly. []