Davao City, Gontornews — Konferensi Ulama Nasional Filipina (NUCP) mengutuk keras tindakan kelompok Abu Sayyaf (ASG) yang mengeksekusi sandera asal Kanada, John Ridsdel. Mereka menyebut tindakan ASG sudah kelewat batas dan sebagai bentuk teror. รขโฌลKami, Konferensi Ulama Filipina mengecam keras tindakan barbar dan pemancungan sandera Kanada oleh ASG, yang kami anggap salah satu kelompok teroris,รขโฌล kata Sekjen NUCP Alih Ayub seperti dilansir Inquirer, Selasa (26/4).
Dia mengklaim, organisasinya telah mendesak pemerintah menggunakan semua sumberdaya untuk membawa pembunuh ke pengadilan. “Kami berdoa untuk keselamatan para sandera yang tersisa dan memanggil pihak berwenang untuk mengerahkan upaya dalam menyelamatkan para sandera yang tersisa dan menghukum teroris ini,” tambahnya.
Seperti diketahui, Ridsdel (68) bersama dengan rekannya Robert Hall (50) dari Kanada dan seorang warga Filipina Marites Flor (40) serta warga Norwegia Kjartan Sekkingstad (56) diculik oleh ASG sejak September 2015 di Filipina.
ASG menuntut uang tebusan sebesar 300 juta peso atau US$6,4 juta, paling lambat Senin (25/4) pukul 15.00 waktu setempat. Jika tebusan tidak dipenuhi, salah satu dari keempat sandera akan dipenggal.
Militer Filipina mengonfirmasi telah menemukan kepala terpenggal di pulau terpencil, Senin (25/4), atau sekitar lima jam setelah tenggat waktu tebusan yang diminta militan Abu Sayyaf habis. Pemerintah Kanada juga mengonfirmasi bahwa jasad tersebut adalah salah satu warga negaranya yang telah dieksekusi mati oleh ASG. รขโฌลSaya marah mendengar berita bahwa warga Kanada, John Ridsdel, yang disandera sejak 21 September 2015, dibunuh oleh orang-orang yang menculiknya,” kata Perdana Menteri Kanada Trudeau, seperti dilansir bbc.
Selain empat sandera tersebut, Abu Sayyaf juga menahan beberapa sandera asing lainnya termasuk seorang warga negara Belanda, satu orang warga Jepang, empat warga Malaysia dan 14 WNI.
Warga Australia Warren Rodwell yang menghabiskan 15 bulan sebagai tawanan ASG mengatakan, eksekusi yang dilakukan ASG kepada korban penyanderaan adalah untuk menjaga kredibilitas mereka. “Setelah mengeluarkan ultimatum akhir semua kredibilitas akan hilang jika pemenggalan kepala itu tidak dilakukan,” kata Rodwell. [Ahmad Muhajir/Rusdiono Mukri]