يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS Luqman: 17)
Asbabun Nuzul
Surat Luqman diturunkan berkaitan dengan permintaan orang Quraisy yang menanyakan tentang kisah Luqman Hakim. Pada waktu itu, orang Quraisy meminta Rasulullah untuk menjelaskan kisah Luqman Hakim beserta anaknya. Kemudian turunlah Surah Luqman ayat 13-19.
Nasihat-nasihat Luqman yang tersurat dalam Al-Qur’an menjadi bahan pengajaran serta petunjuk bagi umat manusia sampai sekarang. Pendidikan yang pertama kali Luqman sampaikan kepada anaknya berkaitan dengan syirik, perintah berbakti kepada orangtua, berbuat kebajikan, menjauhi larangan Allah dan berakhlak mulia.
Interpretasi Para Mufasir
Pertama, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari menjelaskan kalimat:
وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ
Yaitu tentang perintah menegakkan amar ma’ruf nahi munkar ditutup dengan perintah bersabar. Kalimat tersebut diinterpretasi dengan bersabar atas segala sesuatu yang “buruk” yang berpotensi akan menimpa seseorang setelah menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Kedua, Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsirnya juga menegaskan bahwa orang yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tidak akan jauh dari yang namanya “gangguan”. Oleh karena itu, perintah menegakkan amar ma’ruf nahi munkar ditutup dengan perintah sabar. Luqman menasihati anaknya agar bersabar terhadap gangguan orang lain yang menyakiti hatinya.
Ketiga, dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa ayat tersebut merupakan inti ajaran keimanan yang ditanamkan Luqman Hakim kepada anak-anaknya sebagai generasi penerus.
Imam Ibnu Malik dalam kitab Alfiah mengatakan, Mudhaf bisa menggantikan peran mudhaf ilaih. Maksudnya, para remaja dan pemuda dituntut harus mampu menggantikan peran orang tua.
Lalu bagaimanakah kontekstualisasi ayat tersebut dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang berkarakter dan andal? Ayat tersebut mendeskripsikan kepada kita, bahwa untuk membangun generasi muda penerus bangsa yang berkarakter dan andal ada tiga langkah minimal yang harus dilakukan:
Pertama, menanamkan pendidikan agama kepada remaja dan pemuda sejak dini. Sebab agama merupakan rem cakram dalam kehidupan dan filter dalam menentukan pilihan, sehingga para remaja dan pemuda sanggup memilih dan memilah mana yang hak dan yang batil.
Kedua, untuk menciptakan generasi muda sebagai penerus bangsa, para orang tua dituntut untuk mampu membangun keluarga yang harmonis, dinamis, serta bisa mendidik dan mengarahkan putra-putri tercinta. Pepatah Arab mengatakan: “Keluarga merupakan sekolah pertama dan utama, apabila dipersiapkan dengan baik akan sanggup melahirkan generasi-generasi muda yang tangguh dan berakhlak mulia.”
Ketiga, lembaga pendidikan harus mampu menjadi pusat-pusat kegiatan pendidikan yang efektif dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan religius.
Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal sebagai berikut: Pertama, selalu mendirikan shalat dengan sebaik-baiknya, sehingga diridhai Allah. Jika shalat yang dikerjakan itu diridhai Allah, perbuatan keji dan perbuatan munkar dapat dicegah, jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan, dan merasa dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
Rasulullah SAW bersabda:
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْلَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإنه يَرَاكَ
“Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu”. (HR Muslim)
Kedua, berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridhai Allah, berusaha membersihkan jiwa dan mencapai keberuntungan, serta mencegah mereka agar tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa.
Allah SWT berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS Asy-Syam: 9-10)
Ketiga, selalu bersabar dan tabah terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang munkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.
Nilai-nilai Pendidikan
QS Luqman: 17 mengandung sejumlah nilai pendidikan bagi manusia. Pertama, mendidik kita agar senantiasa melaksanakan shalat dan berbuat amar ma’ruf nahi munkar.
Kedua, mengajarkan kita untuk senantiasa bersikap sabar atas setiap hal yang menimpa dirinya.
Ketiga, menanamkan karakter yang beriman, berilmu dan beramal mulia sesuai syariat Islam agar tumbuh calon generasi yang unggul dan andal.
Keempat, mendidik kita agar saling membina keluarga dengan ketaatan kepada Allah SWT.
Isyarat untuk Para Orangtua
Para orangtua janganlah meninggalkan generasi yang lemah. Allah SWT berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيْداً
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa: 9)
Asbabun nuzul ayat ini menurut Imam Suyuthi dalam Lubabun Nuqul fi Asbab Nuzul berkenaan dengan pertanyaan Sa’ad Ibnu Abi Waqash menjelang wafatnya pada Rasulullah, “Ya Rasulullah, aku memiliki harta yang banyak, sedang pewarisku hanya seorang anak wanita, bolehkah aku menyedekahkan 2/3-nya saja? Rasulullah menjawab, “tidak boleh”. Bagaimana kalau 1/3-nya saja ya Rasul? Beliau menjawab tidak boleh, seraya bersabda, “Jika kamu meninggalkan pewarismu dalam keadaan berkecukupan jauh lebih baik daripada kamu meninggalkannya dalam keadaan kekurangan sehingga ia menggantungkan hidupnya pada orang lain.”
Syaikh Shaleh al-Fauzan dalam kitab “Makaanatul Mar-ati fil Islam” (hlm 5) menyebutkan bahwa ibu merupakan sebuah madrasah (tempat pendidikan) yang jika Anda menyiapkannya berarti Anda menyiapkan lahirnya sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya. Karena itu didiklah anak-anak sesuai zamannya. Ingatlah ucapan Sahabat Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib:
عَلِّمُوْا اَوْلاَدَكُمْ فَإِنّهُمْ سَيَعِيْشُ فِى زَمَانِهِمْ غَيْرَ زَمَانِكُمْ فَإِنَّهُمْ خَلَقَ لِزَمَانِهِمْ وَنَحْنُ خَلَقْنَا لِزَمَانِنَا
“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.”
Lalu bagaimana cara mendidik anak sesuai zamannya sebagai upaya menyiapkan generasi tangguh dan berkarakter? Ada sepuluh langkah yang bisa dilakukan. Pertama, membantu anak-anak membangun peradaban emas dalam bidang teknologi dengan kecerdasan berpikir. Allah SWT berfirman:
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.” (QS Al-Jasiyah: 13)
Kedua, memberikan pembinaan aqidah dan ibadah. Imam Ghazali menjelaskan cara menanamkan aqidah dengan mengatakan, “Cara meyakinkan aqidah ini bukanlah dengan mengerjakan keterampilan berdebat dan berargumentasi, akan tetapi caranya yaitu menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an dan tafsirnya, membaca hadis dengan maknanya, serta sibuk dengan tugas-tugas ibadah.”
Allah berfirman:
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini’.” (QS Al-A’raf: 172)
Media digital bisa dijadikan bahan dalam pembinaan ibadah dengan memanfaatkan media sosial seperti youtube untuk menambah ilmu. Allah berfirman:
وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاۗ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًاۗ نَحْنُ نَرْزُقُكَۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوٰى
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) bagi orang yang bertakwa.” (QS Thaha: 132)
Ketiga, memberikan pembinaan moral (akhlak mulia). Senantiasa mengajarkan akhlak mulia di zaman digital agar anak mengetahui tata krama dan batasannya. Nabi SAW bersabda:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا آدَابَهُمْ}.
“Nabi SAW bersabda: Muliakanlah anak-anak kalian dan ajarilah mereka tata krama.” (HR Ibnu Majah)
Keempat, membina intelektual di zaman digital. Allah SWT berfirman:
وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS An-Nahl: 78)
Kelima, mendidik anak untuk menjaga ketauhidan serta mendoakan mereka. Allah berfirman:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, ‘Wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini (Mekkah) negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala’.” (QS Ibrahim: 35)
Keenam, mengajarkan selektif dalam bergaul. Kita harus bersikap laksana ikan hidup di laut, airnya asin tapi ikan tidak terbawa asin. Artinya tidak mudah tergusur dan tergeser oleh tayangan-tayangan negatif. Tuntunan tetap jadi tuntunan, tontonan tetap jadi tontonan. Allah berfirman:
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبلادِ، مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
“Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu tempat yang seburuk-buruknya.” (QS Ali ‘Imran: 196-197)
Ketujuh, mengingatkan anak-anak agar tidak mengikuti tren zaman yang sesat. Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (Al-Israa: 36)
Kedelapan, mengajarkan anak agar menjaga lisan dalam dunia maya dan dunia nyata. Banyak kekerasan muncul akibat tidak pandai menjaga lisan di media sosial. Maka hendaknya orangtua wajib memberikan pentingnya menjaga lisan dan menghargai orang lain. Nabi SAW bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang Muslim adalah seseorang yang orang Muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari No.10 dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhu)
Kesembilan, memberikan pelajaran dan hikmah. Allah berfirman:
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَعْلَمُ اللّٰهُ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَّهُمْ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَوْلًا ۢ بَلِيْغًا
“Mereka itu orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatinya. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.” (QS An-Nisa’: 63)
Kesepuluh, senantiasa menyeru amar ma’ruf nahi munkar. Allah berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali ‘Imran: 104)
Kisah Teladan
Al Hasan Al Bashri berkata, ada seorang pria meninggal dunia dengan meninggalkan seorang anak dan seorang budak. Dia pun berwasiat menyerahkan budak tersebut pada anaknya. Bekas budak tadi memang sangat giat merawat anak dari tuannya. Akhirnya anak tersebut menyukai budak tadi dan dia pun menikahinya. (Suatu saat), anaknya berkata pada budaknya, “Siapkan aku untuk mencari ilmu.” Budaknya lalu menyiapkannya. Dia lalu mendatangi seorang yang alim dan bertanya padanya.
Orang alim itu lalu berkata padanya, “Jika engkau akan berangkat maka beritahulah aku, engkau akan kuajari.” Anak itu berkata, “Saya akan berangkat, ajarilah aku.”
Alim itu menasihatinya: Bertakwalah kepada Allah, sabarlah, dan jangan engkau terburu-buru.”
Al Hasan Al Bashri berkata, “Dalam nasihat alim di atas ada seluruh kebaikan.” Anak itu hampir tidak pernah melupakan tiga nasihat dari alim tersebut.
Ketika dia pulang menemui keluarganya lalu memasuki rumah, ternyata ada seorang pria yang tidur beristirahat di samping seorang wanita. Wanita itu pun ikut tidur! Anak itu berkata, “Saya tidak sabar menunggu untuk membunuhnya“. Dia lalu kembali ke kendaraannya mengambil pedang. Ketika akan mengambil pedang, dia teringat nasihat alim tadi, “Bertakwalah kepada Allah, sabarlah, dan jangan engkau terburu-buru“. Dia lalu kembali ke rumah itu. Ketika dia berada di dekat kepala orang itu, dia tidak sabar, lalu dia kembali lagi ke kendaraannya. Ketika akan mengambil pedangnya, dia pun mengingat nasihat alim tadi.
Dia lalu kembali pada orang itu. Ketika dia berada di kepalanya, orang itu lantas bangun. Ketika orang itu melihatnya dia langsung dirangkulnya dan diciumnya. Lelaki itu lalu bertanya padanya, “Apa yang kau lakukan ketika meninggalkanku?” Anak itu menjawab, “Kudapatkan kebaikan yang sangat banyak setelah meninggalkanmu. Setelah meninggalkanmu, aku berjalan di antara pedang dan kepalamu sebanyak tiga kali, namun ilmu telah menghalangiku dari membunuhmu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrad Bab 266. Hasan secara sanad)
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَّلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۗ وَلَا تَزِدِ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا تَبَارًا ࣖ
Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kehancuran.” (QS Nuh: 28) []