Depok, Gontornews — Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang Tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah tergolong suatu hal yang sangat fenomenal karena dilakukan berdasarkan gerakan seluruh komponen masyarakat Kabupaten Pandeglang yang peduli terhadap pendidikan Islam, khususnya keberadaan Madrasah Diniyah Awaliyah.
Timbulnya kebijakan baru inilah yang akhirnya membuat Dr H A Rahmat Rosyadi, SH MH, tertarik untuk mengangkat soal pendidikan MDA yang kurang mendapat perhatian pemerintah daerah sehingga banyak mengalami kemunduran, terutama dalam hal prestasi belajar, terlebih di masa otonomi daerah saat ini.
“Pendidikan Islam yang bersifat nonformal dalam bentuk Madrasah Diniyah (MD) merupakan lembaga pendidikan pertama dan tertua di Indonesia. Ia telah beraktivitas sebelum masa penjajahan hingga bangsa ini merdeka sampai sekarang,” jelas ayah dua anak tersebut.
Lembaga ini telah berjasa mencerdaskan anak-anak bangsa yang kurang mampu. Bahkan berhasil melahirkan tokoh-tokoh pergerakan yang melawan kolonialisme. Namun demikian keberadaan lembaga pendidikan MD yang didirikan oleh masyarakat secara tradisional hingga saat ini belum memenuhi harapan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikannya sebagian besar di daerah dianggap belum kondusif, seakan “hidup segan mati pun tak mau”.
Pencitraan terhadap lembaga pendidikan MD yang kumuh, tenaga pendidiknya tidak berkualifikasi serta manajemennya semrawut masih belum sirna dalam pikiran masyarakat. Hal ini memberi kesan negatif sehingga lembaga ini tidak dilirik masyarakat sebagai tujuan utama pendidikan bagi anaknya.
Studi tentang pendidikan Islam dengan situasi dan kondisi seperti itu sesungguhnya telah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan akademisi. Kajiannya banyak ke arah substansi pendidikan meliputi kurikulum, media, metode, keadaan siswa, tenaga pendidik dan manajemennya.
Pada pemerintahan yang bersifat desentralistik ini beberapa pemerintahan daerah di Indonesia telah memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah. Tujuannya sebagai upaya memberdayakan MD sebagai sarana pendidikan Islam bagi masyarakat untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan serta akhlakulkarimah. Selain itu juga untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran agama di Sekolah Dasar.
Apa itu Perda Wajib Belajar Diniyah? Perda ini sebagai regulasi yang mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi penyelenggara pendidikan Islam, masyarakat, orang tua dan anak usia sekolah yang masuk ke dalam kategori wajib belajar.
Terbitnya Perda wajib belajar diniyah merupakan fenomena yang sangat menarik untuk dilakukan studi dengan pendekatan kebijakan. Studi kebijakan publik dapat menjelaskan latar belakang, proses, tujuan dan implementasinya. Apakah dengan diberlakukan Perda wajib belajar dapat mencapai outcomes yang diharapkan oleh penentu kebijakan?
Studi kebijakan publik sebagai salah satu disiplin ilmu untuk menganalisis kebijakan di bidang pendidikan Islam sangat diperlukan sebagai kajian alternatif baru untuk melengkapi kajian yang sudah mapan. Teori yang mendasarinya bahwa Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Daerah merupakan kebijakan publik yang mengatur ranah publik bagi kepentingan publik.
Studi Kebijakan Pendidikan Islam
Studi pendidikan Islam telah banyak dilakukan oleh kalangan akademisi tetapi masih kearah yang bersifat substantif. Studi multidisiplin dilakukan oleh Prof Dr H Abuddin Nata, MA, Guru Besar UIN Jakarta melalui bukunya “Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner”, (2009).
Dalam studinya Nata menggunakan pendekatan Normatif Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik dan Hukum. Muhammad Sirozi, PhD, dari IAIN Palembang telah menggagas studi pendidikan Islam dari segi politik pendidikan melalui bukunya Politik Pendidikan (2007). Nata maupun Sirozi, belum melakukan studi pendidikan Islam dengan pendekatan kabijakan publik sebagai salah satu disiplin ilmu sosial.
Kebijakan publik, menurut Dr Riant Nugroho, dalam bukunya Kebijakan Pendidikan yang Unggul (2008: 32), memiliki ciri-ciri bahwa: (1) kebijakan publik ditetapkan oleh Negara dalam hal ini dilakukan oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. (2) Kebijakan publik mengatur kehidupan bersama atau kehidupan publik. (3) Kebijakan publik mengatur pada wilayah publik dan lembaga publik.
(4) Kebijakan publik mengatur masalah bersama atau mengatur masalah pribadi atau golongan yang menjadi masalah publik. (5) Kebijakan publik memiliki tingkat eksternalitas yang tinggi bagi pengguna langsung maupun pengguna tidak langsung.
Berdasarkan teori tersebut wajib belajar MD dapat dilihat dari segi konsep dan tujuannya. Konsep kebijakan publik meng-agendakan terlaksananya kepentingan penyelenggaraan Negara dan terpenuhinya kepentingan masyarakat dalam kehidupan bersama.
Dalam hal ini diperlukan regulasi yang berlaku untuk semua yang disebut kebijakan publik. Dengan memahami fakta ini, maka kebijakan publik dapat menentukan keberhasilan dan/atau kegagalan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah bersama masyarakat.
Dalam studi ini, penulis sependapat dengan Nugroho dalam memahami kebijakan publik sebagai keputusan yang dibuat oleh institusi Negara sebagai upaya pemenuhan kepentingan pemerintah dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Keputusan yang dilakukan oleh pihak eksekutif dengan/maupun legislatif yang berkiatan dengan kepentingan publik dapat bersifat regulatif maupun normatif. Kebijakan pendidikan berkenaan dengan kumpulan hukum atau aturan yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Mark Olsen, John Codd, dan Anne-Marie O’Neil berpendapat bahwa kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi bagi Negara-bangsa dalam persaingan global. Kebijakan pendidikan perlu mendapat perhatian utama dalam era globalisasi. Salah satu argumen utamanya bahwa globalisasi membawa nilai demokrasi harus didukung oleh pendidikan.
Margaret E. Goertz menyatakan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan. Isu ini sangat penting dengan meningkatnya kritis publik terhadap biaya pendidikan gratis yang berkaitan dengan program wajib belajar. Program ini memberikan akses kepada setiap usia belajar untuk mengikuti pendidikan secara gratis dan berkesinambungan sesuai dengan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
Adanya peraturan kebijakan merupakan suatu tuntutan dalam praktek penyelenggaraan pemerintah dan pemerintahan daerah. Ia dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Menurut H Abdul Latief, istilah peraturan kebijakan atau dalam praktik sering disebut peraturan kebijaksanaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia termasuk dalam kategori hukum yang mengikat.
Penyelenggaraan kebijakan pemerintah daerah merupakan tindak lanjut dari kebijakan pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Ia diarahkan untuk meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan daerah. Konsekuensi yuridis dari kebijakan pemerintah dapat melahirkan berbagai kebijakan pengaturan oleh badan atau pejabat tata usaha negara dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Dalam hal ini, kepala daerah sebagai penyelenggara pemerintahan daerah bertindak mewakili pemerintah dalam segala hubungan hukum. Ia mempunyai kewenangan terhadap pengaturan kebijakan publik maupun privat,”jelas pria kelahiran Bogor, 20 September 1956 itu.
Dengan demikian dalam praktek pembuatan peraturan perundang-undangan dapat lahir berdasarkan inisiatif badan legislatif atau inisiatif badan eksekutif. Dari pihak mana pun inisiatif peraturan perundang-undangan itu gagasannya, yang terpenting adalah berorientasi pada kepentingan publik. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah/pemerintah daerah akan berdampak kepada masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berkaitan dengan kebijakan publik tidak dapat dilakukan secara instans, tetapi memerlukan kajian akademis yang cermat dan tepat sasaran serta memudahkan pada tahap implementasinya. Prosedur lahirnya suatu peraturan perundang-undangan itu perlu ditempuh untuk meminimalisir resiko politik, ekonomi, sosial dan sebagainya yang tidak diharapkan.
Pendapat di atas menjelaskan bahwa pada kasus-kasus tertentu diperlukan kebijakan pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang dapat memberdayakan MD sebagai bagian dari pendidikan Islam. Dalam catatan sejarah di masa lalu, pendidikan Islam itu berkembang secara pesat karena adanya keterlibatan otoritas publik (kekuasaan) yang dapat memaksa pihak-pihak lain untuk melaksanakannya.
Perda Wajib Belajar Diniyah
Munculnya Perda wajib belajar Madrasah Diniyah di beberapa daerah di Indonesia seperti di wilayah Banten, Jawa Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan perlu mendapat apresiasi dari segi kebijakan publik. Pada masa otonomi daerah, pemerintah daerah diberi kesempatan terbuka dan luas dalam menetapkan kebijakannya yang disebut freies ermessen. Hal ini sebagai upaya pemenuhan kepentingan pemerintah itu sendiri dan masyarakatnya di sektor pendidikan salah satunya wajib belajar madrasah diniyah.
Bidang pendidikan Islam selama ini masih urusan pemerintah di pusat di bawah Kementerian Agama yang secara fungsional tetap mempunyai tanggung jawab terhadap keberadaan, pembinaan dan pengembangan pendidikan Islam.
Namun demikian, Kemenag sebagai instansi vertikal akan mengalami hambatan struktural dalam memberikan bantuan dan pengawasan terhadap MD di daerah. Kendala ini yang mengakibatkan keberadaan MD semakin tidak berdaya dalam melaksanakan pendidikan agama kepada peserta didik.
Untuk menerobos hambatan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2007 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah. Perda ini diperuntukkan bagi setiap warga negara untuk menempuh jenjang pendidikan minimal atas tanggungjawab Pemerintah Daerah.
Lembaga pendidikan MD adalah satuan pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan Agama Islam tingkat dasar. Ia berfungsi untuk memenuhi masyarakat terhadap pendidikan Agama Islam bagi peserta didik yang beragama Islam di Sekolah Umum.
Wajib Belajar MD diselenggarakan selama 4 (empat) tahun yang wajib diikuti oleh setiap warga belajar berusia 6-12 tahun. MD sebagai persyaratan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang dibuktikan dengan Surat Tanda Tamat Belajar Diniyah Awaliyah (STTB-MD).
Kebijakan tersebut dipihak satu dapat memperkuat pendidikan Islam bagi masyarakat. Dipihak lain pemerintah daerah wajib menyiapkan sarana, prasarana, sumber daya guru dan biaya pendidikan diniyah. Perda wajib belajar MD kabupaten Pandeglang dilihat dari studi kebijakan publik merupakan peraturan kebijakan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara terdapat dua jenis peraturan yang berlaku secara berdampingan, yaitu peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan. Sumber kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, jenis, fungsi dan materi muatannya adalah kekuasaan pemerintahan.
Peraturan kebijakan berasal dari kebebasan bertindak pemerintah/pemerintah daerah untuk menerobos kebekuan atau menghadapi kendala dalam menjalankan fungsi pemerintahan oleh pemeintah maupun pemerintah daerah.
Untuk mengembangkan pendidikan Islam di era otonomi daerah dapat menggunakan peraturan perundang-undangan atau peraturan kebijakan yang dilakukan oleh pemegang otoritas pendidikan di daerah. Perda wajib belajar MD di Pandeglang mempunyai nilai riset yang sangat penting dari studi kebijakan publik dan implementasinya.
Kebijakan ini dianggap progresif sebagai upaya pengembangan pendidikan MD yang bersifat legal-formal. “Perda wajib belajar diniyah di Pandeglang sangat prospektif bagi pengembangan pendidikan Islam di daerah,” pungkas Rahmat. <Edithya Miranti>
Riwayat Hidup
Nama : Dr H A Rahmat Rosyadi
TTL : Bogor, 20 September 1956
Istri : Susilowati, S.IP
Jabatan : Dosen Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor
Karya Tulis :150 Karya Tulis Artikel yang pernah diterbitkan di berbagai Media Massa, yaitu: PIKIRAN RAKYAT, RAKYAT MERDEKA, PELITA, RADAR BOGOR, MAJALAH AMANAH, BINA LESTARI, MITRA DESA DAN BANDUNG POS.
Penghargaan Negara : Satya Lancana Karya Satya oleh Presiden RI, Dr H Susilo Bambang Yodhoyono