Kudus, Gontornews — Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta kepada pemerintah untuk menjadikan momentum peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-69 tanggal 12 Juli 2016 sebagai evaluasi bagi pengembangan koperasi di Tanah Air.
Wakil Ketua MEK PP Muhammadiyah, Mukhaer Pakanna, dalam kajian kebijakan Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan di Kudus, Jawa Tengah, mengatakan ada ketidak-konsistensian yang dilakukan oleh pemerintah dalam keberpihakannya terhadap koperasi. Dalam hal ini, dia mengkritisi dua kebijakan pemerintah yaitu pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
Penyaluran KUR kepada masyarakat, kata Mukhaer, tidak  tepat dilakukan oleh perbankan, apalagi selama ini perbankan dengan mudah mengakses dana – dana murah dari pihak investor dan global finance. Hal ini berbeda dengan koperasi yang mengakses dananya dari para anggota. Maka dari itu seharusnya pelaksana KUR adalah koperasi yang selama ini anggotanya adalah para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Mukhaer menambahkan, dengan adanya koperasi sebagai penyalur KUR, maka tidak terjadi ‘kanibalisasi’ program KUR di pasar keuangan mikro antara koperasi dan perbankan. Ia menilai banyak koperasi dan Baitul Tanwil Muhammadiyah (BTM) dirugikan, karena kalah bersaing dalam bunga dan margin bagi hasil.
“Justru itulah adanya KUR yang ceruk pasarnya selama ini dimiliki oleh koperasi akan berpindah ke perbankan. Ini sangat berbahaya bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat,” terangnya dalam rilis yang diterima Gontornews.com, Senin (11/7).
Melihat realitas tersebut, MEK PP Muhammadiyah dalam rangka Harkopnas mendesak kepada pemerintah untuk melakukan evaluasi ulang terhadap kebijakan KUR. MEK memberikan solusi terhadap KUR, yang benar adalah menyalurkan KUR melalui perbankan tapi pelaksananya adalah koperasi melalui linked program. Bukan perbankan secara langsung sebagaimana fakta yang ada selama ini. Lebih bagus lagi koperasi secara langsung yang mendapat subsidi penjaminan yang menyalurkannya.
Kemudian Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) yang selama ini diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menurut MEK, juga memperlemah kekuatan koperasi yang ada dimasyarakat. Program Laku Pandai adalah cara bagi perbankan nasional untuk penetrasi ke pasar mikro hingga ke pelosok-pelosok daerah. Apabila program Laku Pandai ini tidak di monitoring secara serius dikhawatirkam akan terjadi pelarian modal atau capital flow dari daerah ke kota yang dampaknya akan terjadi inflasi di berbagai daerah. Maka dari itu, perlu sekali evaluasi kebijakan program Laku Pandai yang dilakukan oleh pemerintah.
Mukhaer menekankan, sebenarnya dengan mengefektifkan peran dan fungsi koperasi dalam keuangan inklusif, tujuan program Laku Pandai bisa dilakukan. Tinggal bagaimana antara OJK dan Kementerian Koperasi dan UKM bisa berkolaborasi, ini yang menurutnya tidak terjadi. Sehinga adanya Laku Pandai merupakan ancaman serius bagi pengembangan koperasi dan sekaligus bukti dari ketidakperpihakan pemerintah terhadap koperasi.
Dalam analisa dan kajian tersebut, MEK akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk  perlu meneguhkan kembali koperasi sebagai jatidiri ekonomi bangsa. Apalagi konstitusi memberikan amanah dalam UUD 1945 Pasal 33 bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Dengan demikian segala aktivitas ekonomi, baik produksi, distribusi maupun konsumsi diselenggarakan berdasarkan asas ekonomi kekeluargaan dan kegotongroyongan. [Fathurroji/Rus]