Bogor, Gontornews — Sebagai orangtua Muslim, kita memiliki tanggung jawab besar dalam menyelenggarakan pendidikan Islami bagi anak-anak kita. Selain sebagai sebuah kewajiban besar yang diperintahkan Allah SWT kepada setiap orangtua, pendidikan Islami bagi putra-putri kita juga memiliki urgensi yang sangat kuat.
Dr M Sarbini MHI menerangkan, “Jika dilihat dari beberapa pesan syariah yang terkandung di dalam al-Qur`an dan beberapa Hadits Nabi Muhammad SAW yang shahih, setidaknya ada empat dasar urgensi pendidikan Islami bagi anak.”
Pertama, sebagai dasar pesan “`ariyah” (pinjaman). Sebuah kisah tentang kematian putra Abu Tholhah RA bersama dengan Ummu Sulaim RA menggambarkan kepada kita bahwa anak-anak kita adalah peinjaman yang Allah anugerahkan kepada kita.
Anas bin Malik RA bercerita, “Pada suatu ketika seorang putra Abu Tholhah dan istrinya yang bernama Ummu Sulaim, meninggal dunia. Kemudian Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, ‘Janganlah kalian memberitahukan musibah ini kepada Abu Tholhah sehingga saya sendiri yang akan memberitahukannya.’”
Anas berkata, “Tak lama kemudian Abu Tholhah tiba di rumah. Seperti biasa, Ummu Sulaim menghidangkan makan malam untuk suaminya. Lalu Abu Tholhah makan dan minum dengan senangnya. Kemudian Ummu Sulaim mulai berhias Iebih cantik daripada hari biasanya hingga Abu Tholhah menggaulinya. Setelah mengetahui bahwasanya Abu Tholhah telah merasa puas dan lega, maka Ummu Sulaim berkata, ‘Wahai Abu Tholhah, bagaimana menurut pendapat engkau apabila ada sekelompok orang memberikan pinjaman kepada suatu keluarga. Kemudian, ternyata pinjaman tersebut mereka minta kembali. Apakah boleh keluarga itu menolak permintaannya?’ Dengan mantap Abu Tholhah menjawab, ‘Tentu saja keluarga itu tidak boleh menolak permintaan kelompok itu.’ Lalu Ummu Sulaim berkata, ‘Maka demikian dengan anak kita, ketahuilah bahwasanya anak kita yang tercinta telah diminta oleh Dzat yang telah mencipta dan memilikinya. Oleb karena itu, relakanlah kematian putra kita tersebut.’ Betapa terkejut dan marahnya Abu Tholhah mendengar informasi yang disampaikan istrinya itu. Lalu ia pun berkata kepada istrinya, ‘Mengapa kamu tidak memberitahukanku terlebih dahulu berita ini? Tetapi kamu malah memberitahukannya kepadaku setelah aku menggaulimu.’ Keesokan harinya Abu Tholhah pergi menemui Rasulullah SAW untuk menceritakan kepada beliau tentang apa yang telah terjadi pada keluarganya. Mendengar cerita sedih tersebut, Rasulullah SAW berkata, ‘Semoga Allah memberkahi kalian berdua dalam menjalani malam kalian.’” (HR Muslim No. 2144)
Barang pinjaman berarti bukan milik kita, tapi milik yang meminjamkan. Barang pinjaman berarti harus digunakan sesuai fungsi barang tersebut dan sesuai janji dengan orang yang meminjamkannya. Barang pinjaman berarti harus dikembalikan utuh seperti apa adanya dengan sebaik mungkin kepada pemiliknya.
“Begitulah tanggung jawab kita kepada anak-anak kita yang merupakan `ariyah dari Allah `Azza wa Jalla,” tekan Ketua Dewan Pembina Yayasan Islam al-Huda Bogor itu. Mereka harus dididik Islami karena dengan pendidikan Islamilah anak-anak itu difungsikan sesuai dengan penciptaan Sang Pemilik-Nya.
Mereka harus dibina dengan nilai-nilai ajaran Islam, karena itulah janji kita dengan Sang Pemilik-nya, saat Dia meminjamkan seorang anak kepada kita. Sehingga saat pada waktunya harus dikembalikan kepada Sang Pemilik, anak-anak itu kembali dengan utuh, baik jasad maupun ruhaninya yang berada dalam fitrah Islam.
Kedua, sebagai dasar pesan “wiqoyah” (benteng penjaga). Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah (Qu.. wiqoyah) diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS at-Tahrim: 6)
Dalam tafsirnya Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa Qotadah mengatakan bahwa engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka dari perbuatan durhaka terhadap-Nya. Dan hendaklah engkau tegakkan terhadap mereka perintah Allah, dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya, serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Dan apabila engkau melihat di kalangan mereka terdapat suatu perbuatan maksiat terhadap Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang mereka melakukannya.
Para ulama tafsir sepakat bahwa mewujudkan “Quu anfusakum wa ahlii kum” adalah dengan mendidikan semua anggota keluarga kita dengan ajaran-ajaran Islami, nilai-nilai ketaatan, akhlak-akhlak mulia, dan adab-adab yang tinggi.
“Jadi benteng besar kokoh yang dapat melindungi anak-anak kita dari bencana kesengsaraan mereka di dunia dan kecelakaan mereka di akhirat dari siksa api jahanam adalah dengan pendidikan Islami,” ungkap Dosen Tetap STAI Al Hidayah Bogor, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Program Metodologi Studi Islam itu.
Ketiga, sebagai dasar pesan “qurrotu a`yun” (penyejuk jiwa). Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.’” (QS al-Furqon: 74)
Ulama tafsir mengatakan bahwa anak-anak yang menjadi “qurrota a`yun” adalah mereka yang berada dalam Islam, menjalankan ketaatan dan beribadah kepada Allah.
Semua karakter ini diwujudkan melalui pendidikan Islami bagi putra-putri kita. Karena, hanya di dalam pendidikan Islamilah, nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam, ketaatan dan ibadah diperkenalkan dan dibina.
Keempat, sebagai dasar pesan “ilhaq” (penyambung pertemuan di surga). Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS ath-Thuur: 21)
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa maksud dari “Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka”, yaitu anak-cucu mereka kelak di surga, sehingga jadilah anak cucu mereka sama derajatnya dengan mereka walaupun anak cucu mereka tidak beramal seperti mereka, sebagai penghormatan terhadap bapak-bapak mereka agar bisa berkumpul dengan anak cucu mereka (di surga kelak).” (Tafsir al-Jalalain: 335)
Para ulama tafsir mengatakan bahwa nanti di akhirat, para putra-putri kaum Muslimin akan dipertemukan dengan orangtua mereka masing-masing di tempat kemuliaan yang sama, sekalipun tingkat keimanan dan ketaatan mereka tidak sama, sebagai kelanjutan dari qurrotu a`yun mereka saat di dunia.
Anak-anak yang dibina dan dididik di dalam pendidikan Islamilah yang bisa diharapkan mampu mendapatkan derajat ini. “Karena, di dalam pendidikan Islami, anak-anak kaum Muslimin akan mengalami tarbiyah yang sama dalam keimanan dan ketaatan seperti ayah dan ibu mereka,” pungkas putra dari pasangan M Suntara dan Salbiah tersebut. [Edithya Miranti]
Biodata Singkat Penulis
Nama Lengkap : Dr M Sarbini MHI
Tempat Tanggal Lahir : Bekasi, 9 Maret 1971
Pekerjaan : Dosen Tetap STAI Al Hidayah Bogor
Istri : Yulita Ambarsari SS
Anak : 2 orang
Pendidikan :
- S1, Syariah, Jurusan Perdata Pidana Islam, Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
- S2, Konsentrasi Mu`amalah Islam, Universitas Ibn Khaldun, Bogor.
- S3, Konsentrasi Pendidikan Islam, UIKA, Bogor.
Pengalaman Organisasi:
- Pimpinan Pondok Pesantren Mahasiswa al-Akhawain, Bogor, 1999 – 2005.
- Ketua Dewan Pembina Yayasan Islam al-Huda, Bogor, 2021-Sekarang.
Aktivitas Pengabdian :
- Pengisi Kajian Islam di Radio Fajri FM Grup.
- Pengisi Kajian Bulughum Maram di beberapa masjid.