Meskipun era digital menawarkan akses informasi yang lebih mudah, Indonesia menghadapi “darurat literasi” yang serius. Menurut survei PISA, skor literasi membaca pelajar Indonesia menurun drastis dari 371 pada 2018 menjadi 359 pada 2022.
Selanjutnya pada subjek kemampuan matematika, skor rata-rata Indonesia turun 13 poin menjadi 366, dari skor edisi sebelumnya sebesar 379, terpaut 106 poin dari skor rata-rata global. Penurunan skor rata-rata sebesar 13 poin juga dicatatkan pada subjek kemampuan sains. Pada PISA 2022, Indonesia memperoleh skor rata rata 383 di subjek ini, terpaut 102 poin dari skor rata-rata global.
Arys Hilman Nugraha, Ketua IKAPI 2020-2025 menjelaskan, literasi bukan sekadar baca dan tulis, melainkan juga kemampuan individu ataupun masyarakat untuk memaknai informasi yang masuk, dan memilahnya. Dalam kemampuan membaca, memang Indonesia tidak memiliki persoalan. Di Pulau Jawa, misalnya, 99% masyarakatnya bisa membaca dan ada minat terhadap bahan bacaan yang menarik.
“Kami kadang mengadakan acara bagi buku gratis misalnya ke tempat bencana dan kami juga mengajak penerbit mengadakan kegiatan bagi buku ke para pemudik di stasiun atau di terminal. Itu mereka termasuk anak anak dan orang tua, ketika ada buku gratis mereka akan ambil juga,” katanya kepada Majalah Gontor.
“IKAPI percaya, melek huruf masyarakat Indonesia bagus, minat baca juga ada, tetapi persoalannya selanjutnya adalah akses terhadap bahan bacaan tidak cukup bagus. Akses terhadap bahan bacaan itu misalnya ada atau tidak toko buku di tingkat desa hingga kabupaten/kota. Akses terhadap bahan bacaan ini mungkin bisa dibantu kalau ada perpustakaan di tingkat desa dan kecamatan. Karena di tingkat hingga kabupaten/kota sudah ada perpustakaan. Tapi begitu masuk ke kecamatan dan desa atau kelurahan, tidak semuanya punya perpustakaan atau tidak semuanya punya perpustakaan yang layak,” jelasnya.
Demikian halnya di sekolah juga ternyata tidak 100% sekolah memiliki perpustakaan. Di tingkat SD misalnya hanya 60%-an SD yang punya perpustakaan dan dari 60% SD yang memiliki perpustakaan, hanya 19% yang memiliki perpustakaan layak. Di tingkat SMP juga sama saja. Walaupun SMP yang mempunyai perpustakaan ada sekitar 67%, lebih banyak dari SD, tetapi tingkat kelayakannya hanya 22%. Belum lagi, sekarang banyak toko buku yang tutup dan peserta pameran buku juga tidak terlalu banyak, membuat akses terhadap bahan bacaan dan pilihan terhadap buku menurun.
Hal senada juga dikatakan oleh pendiri dan CEO dari Rene Turos Group, Luqman Hakim Arifin. Ia menyebutkan, kemajuan peradaban bangsa ditentukan oleh sejauhmana tingkat literasi bangsanya. Oleh karena itu penting untuk menjadikan literasi sebagai gerakan bersama untuk memajukan Indonesia. Dalam hal ini misalnya industri penerbitan buku harus terus menerbitkan buku-buku yang berkualitas dan menghadirkan pilihan buku-buku yang berkualitas agar masyarakat tertarik membaca.
Di sisi lain pemerintah juga perlu mendorong proses penerjemahan buku-buku berkualitas dari luar negeri yang wajib dibaca oleh anak-anak SMP -SMA dan memberikan suntikan kebijakan atau bantuan dana agar mereka bisa membeli buku untuk dibaca.
“Membaca saja, tapi tidak mampu membeli buku, ekosistem literasi tentu tidak bisa hidup. Ekosistem literasi kan luas. Ada penulis, penerbit, editor, pembuat cover, penerjemah, reviewer buku, toko buku, distributor buku, agency naskah, asosiasi penerbit, asosiasi penulis, media dan pemerintah. Pada akhirnya ketika membicarakan bagaimana cara mendongkrak literasi, urusannya bukan hanya pada pemerintah dan industri penerbitan buku, tapi ekosistem literasi juga harus digerakkan secara bersama-sama,” tegasnya.
Upaya meningkatkan literasi juga dilakukan di pesantren-pesantren di Indonesia. Salah satunya Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta. Mengenai aksi literasi di Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta, Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah, KH Hadiyanto Arief, menjelaskan bahwa sejatinya para santri Darunnajah sejak duduk di bangku kelas empat Tarbiyyatul Mu’allimin Al-Islamiyyah (TMI) atau setara Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah sudah diwajibkan untuk membuat otobiografi, lalu di kelas lima TMI mereka diwajibkan membuat sinopsis buku, dan kelas enam TMI diwajibkan membuat karya ilmiah.
“Semua itu dilakukan untuk mendidik santri agar semangat menyelami dunia membaca, memahami bacaan, dan kemudian menyentuh ranah tulis menulis. Tujuan akhir dari semua pendidikan literasi ini untuk menghasilkan sebuah karya. Karya yang bisa terus dinikmati umat dan ilmunya menjadi sedekah jariyah meskipun si penulis telah meninggal dunia,” beber KH Hadiyanto Arief dalam sambutannya di acara pembukaan Aksi Literasi: Buku, Jendela Dunia dan Investasi Masa Depan yang diselenggarakan Pondok Pesantren Darunnajah & Majalah Gontor di Ponpes Darunnajah Jakarta Jumat (18/10/2024) pagi.
Visi Generasi Emas 2045
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof Dr Abdul Mu’ti, menjelaskan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan pendidikan merupakan bagian dari visi Generasi Emas 2045. Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini pun berharap kebijakan yang diambilnya bisa membawa pendidikan Indonesia ke arah lebih baik.
“Namun perubahan besar dalam pendidikan butuh waktu dan proses. Oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk mendukung upaya peningkatan kualitas pendidikan,” jelasnya saat menjadi narasumber di salah satu televisi nasional pada Selasa (29/10/2024). Menanggapi beberapa laporan dan video viral yang memperlihatkan anak- anak Indonesia mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, hingga mengenal hal-hal dasar, Menteri yang juga Sekretaris Umum PP Muhammadiyah ini menekankan pentingnya mendalami setiap permasalahan dengan cermat dan komprehensif untuk memahami akar permasalahan sebelum menentukan solusi. Upaya ini dilakukan agar kebijakan yang diambil bisa membawa pendidikan Indonesia ke arah lebih baik.
Wakil Menteri (Wamen) Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Atip Latipulhayat juga mengaku, pihaknya tidak akan ‘alergi’ dengan aspirasi yang disampaikan kepadanya. Mengenai langkah-langkah awal yang akan dilakukan, Wamen Atip antara lain membeberkan, pihaknya akan merevitalisasi sistem pembelajaran pada bidang sains dan teknologi, dan pembiasaan membaca di sekolah. Karena ada pesan khusus dari Presiden Prabowo untuk Kemendikdasmen mengenai perlunya peningkatan literasi dan numerasi siswa, karena banyak siswa yang kurang menyukai mata pelajaran sains dan teknologi (saintek) terutama matematika.
“Kementerian kami dititipkan oleh Bapak Presiden Prabowo untuk dapat memberikan metode pembelajaran saintek terutama matematika yang akan dikemas dengan menyenangkan untuk guru dan peserta didik sehingga harapannya PISA akan naik,“ ujarnya seperti dikutip situs resmi Kemdikbud.
Menteri Agama (Menag) Prof Dr Nasaruddin Umar juga menyatakan kesiapannya untuk mendukung program prioritas Presiden Prabowo yaitu penguatan pendidikan, sains, dan teknologi, serta digitalisasi. “Insya Allah kami akan segera tindak lanjuti secepatnya amanah dari Presiden Prabowo. Karena pendidikan karakter yang kami bangun melalui madrasah, pesantren, dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya tentunya akan semakin lengkap dengan penguasaan sains, teknologi, serta digitalisasi,” kata Nasaruddin saat bertemu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno di Kantor Kementerian Agama di Jakarta, Kamis (24/10/2024). []