Bandung, Gontornews — Pada masa pertumbuhan anak, aspek imajinasi lebih terlihat matang dibanding aspek yang lain. Bahkan bisa dibilang, kekuatan balita adalah imajinasinya. Kekuatan imajinasi di masa balita secara proporsional bahkan lebih kuat dibanding kekuatan imajinasi orang dewasa!
Imajinasi adalah daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian, berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang secara umum.
“Imajinasi ini harus dimanfaatkan secara maksimal karena di masa balita ini (terutama di usia 4 sampai 5 tahun), kekuatan imajinasi mereka berada pada titik puncaknya,” ulas Eka Wardhana, pendongeng dan penulis buku anak, kepada Gontornews.com.
Contohnya, lanjut Eka, ia pernah mendengar bagaimana orang-orang komunis memanfaatkan imajinasi untuk menanamkan pada anak-anak bahwa Tuhan tidak ada. Mereka menyuruh anak-anak TK menutup mata sambil berkata bersama-sama, “Tuhan, aku minta pensil!”
Setelah meminta beberapa kali, anak-anak disuruh membuka matanya, ternyata tidak ada pensil di meja karena memang asalnya tidak ada. Kemudian anak-anak kembali disuruh menutup mata dan diminta bersama-sama berseru, “Bu Guru, aku minta pensil!”
Dengan cepat dan diam-diam pensil dibagikan, lalu Bu Guru berdiri di depan kelas. Anak-anak kemudian disuruh membuka mata dan melihat bahwa pensil yang diminta sudah ada. Ketika itulah dikatakan pada mereka, “Jadi Tuhan memang tidak ada kan? Buktinya saat kita minta pensil, pensilnya tidak ada. Tapi Bu Guru benar-benar ada, karena saat kita minta pensil, Bu Guru segera memberikannya.”
Bagaimana, Ayah dan Bunda? Dahsyat kan kekuatan imajinasi ini bagi balita? Bila dilihat dari Teori Piaget, anak 4 sampai 5 tahun berada di tahap praoperasional. “Artinya mereka belum memahami bahwa kegiatan tadi hanya akal-akalan orang dewasa,” jelas Eka, dalam Kuliah Whatsapp Rumah Pensil.
Nah, bila kita sudah sepakat bahwa aspek imajinasi adalah aspek yang paling bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk menanamkan aqidah, lantas bagaimanakah cara paling efektif memanfaatkan imajinasi untuk menanamkan aqidah di usia emas balita?
Apakah memaksimalkan imajinasi anak dengan memberi rangsangan agar ia bisa berkhayal sebebas-bebasnya, membiasakan anak memakai pakaian Muslim, mengajak anak untuk shalat bersama, atau dengan membacakan cerita Islami? Jawaban yang paling tepat adalah dengan membacakan cerita Islami.
Apa hal-hal lain salah? Tidak, tidak salah. Tapi hal-hal lainnya tersebut lebih berhubungan dengan kebiasaan, disiplin, perkembangan bahasa, dan perkembangan sosial anak. “Sementara bercerita Islami lebih fokus pada memaksimalkan daya imajinasi pada anak,” pungkas pria kelahiran Jakarta, 9 Mei 1971 itu. [Edithya Miranti]