Banyak orang mengenal istilah ‘Plan A’ sebagai rencana dan target utama untuk dicapai, kemudian ‘Plan B’ sebagai alternatif, selanjutnya ada juga ‘Plan C’, mungkin juga ada lagi dan seterusnya.
Namun, sebagian orang akan berfikir bahwa sangat jarang seseorang menyiapkan rencana sampai ‘Plan X’, dengan kata lain sampai punya 24 rencana, karena huruf ‘X’ adalah huruf ketiga jika dihitung dari belakang (huruf ‘Z’ ke-26). Tulisan ini akan sedikit menggambarkan kisah dan hikmah dari seorang yang mendapatkan hasil dari ‘Plan X’.
Pada pagi hari yang cerah di London, penulis mendapat kabar dari rumah bahwa ada kiriman Air Zamzam dari sahabat lama putra asli dari desa tetangga, Brahu, Ponorogo, Jawa Timur.
Pada awalnya, pemuda penggerak TPA Brahu ini tidak sempat selesai di bangku SMP, kendala biaya faktor utamanya. Suatu saat dia mendapatkan tawaran pekerjaan di Batam sebagai penjaga usaha fotokopi.
Singkat cerita, pria yang tetap aktif di kegiatan masjid ini, berjuang dengan bekal yang dimiliki, ia melanjutkan pendidikan SMP melalui jalur Paket B dan dilanjutkan dengan Paket C untuk level SMA di kota ia bekerja. Karirnya pun berkembang, pelan tapi pasti, mulai dari penjaga fotokopi, office boy, petugas cleaning service, sampai kabar terakhirnya sebagai supervisor pada sebuah anak perusahaan PLN di bidang jasa cleaning service.
Selanjutnya, ia pun terpilih sebagai karyawan yang diberi hadiah umrah dari perusahaan, atas prestasi dan kinerjanya. Teringat dulu, sosok yang hobi memasak ini, pada awalnya pamit untuk kerja sementara, kemudian hasilnya ditabung untuk buka usaha warung makan katakanlah seperti warung nasi goreng, ini kira-kira ‘Plan A’ lalu berkembang melewati ‘Plan B’ bahkan sudah di luar perkiraan, dia sudah dapat mengunjugi dua kota suci, yang (mungkin) sebelumnya juga tidak terbayang (unknown). Wonderful!
Pada hari yang sama, bertepatan dengan hari pertama setelah Brexit (secara resmi British keluar dari keanggotaan Uni Eropa pada Jumat 31 Januari 2020 pukul 23.00 GMT), penulis berkesempatan berkunjung ke sahabat lama di kota Brighton.
Brighton Royal Pavilion
Sebuah kota yang identik dengan ‘Royal Palace’, yang merupakan tempat tinggal keluarga kerajaan sebelum perang dunia kedua, dan wisata pantai modern yang dilengkapi dengan menara British Airways i360 dengan tinggi 162 meter (30 meter lebih tinggi dari Monas) dan Brighton Palace Pier sebuah pusat wahana bermain, kafe dan hiburan (sedikit mirip Ancol) namun letaknya di tengah pantai, fantastic!
British Airways i360
Setelah berkeliling, kami berdiskusi banyak hal, termasuk yang paling menarik adalah cerita beliau bisa berlabuh sebagai PhD student di University of Sussex.
Singkat cerita, universitas yang merupakan salah satu universitas papan atas di UK ini ternyata bukanlah pilihan utama. Pada awalnya McGill University Canada adalah ‘Plan A’, lalu setelah mendapatkan kepastian rencana utama tidak dapat dilanjutkan, lalu beralih ke ‘Plan B’ yaitu SOAS University of London, yang pula tidak dapat diteruskan.
Kemudian, diteruskan dengan mencoba mengirim aplikasi ke berbagai universitas, jumlahnya mencapai puluhan, baik di Eropa maupun di Amerika. Entah apa dan bagaimana bisa mengarah ke universitas yang saat ini dipilih, dan menjadi ‘Plan’ kesekian, bisa jadi mendekati angka 24, bahkan (mungkin) tempat indah ini, bisa jadi tidak terbayang sebelumnya (unknown). Excellent!
Merenungkan dua kisah di atas, penulis teringat sebuah cuplikan orasi Terry Moore di acara Ted Talk.
Pendiri The Radius Foundation ini menyukai kajian pemahaman perbedaan berbagai konsep, paradigma, agama dan filosofi. Pada cuplikan video berdurasi 3.57 menit (tersedia di youtube), ia mencoba menjelaskan sejarah dari sebuah simbol yang paling terkenal pada bidang ilmu matematika, yaitu simbol huruf ‘x’.
Penjelasannya sangat menarik, mulai dari sejarah penemuan ‘Aljabar’ (di Barat, ‘Algebra’) yang disebarkan oleh ilmuwan Muslim asal Persia, Arab dan Turki, yang pada akhirnya masuk Eropa melalui pintu Spanyol.
Dalam ilmu Aljabar ada satu konsep tentang sesuatu yang yang tidak diketahui disebut ‘shai-un’ (something, some undefined, unknown thing). Dikarenakan orang Spanyol tidak dapat menyuarakan/membunyikan suara ‘sh’, maka mereka, khususnya yang belajar Aljabar ketika itu, sepakat meminjam suara ‘ck’ dari bahasa Yunani klasik yang kemudian ditulis dengan simbol (χ), yang selanjutnya, agar lebih mudah, diubah oleh para ilmuwan Eropa menjadi huruf (x).
Inilah alasan mengapa makna dari simbol ‘X’ adalah sesuatu yang tidak diketahui (unknown), karena ketidaktahuan orang-orang Spanyol dalam mengucapkan suara ‘sh’.
Dalam pelajaran matematika, seringkali dijumpai pertanyaan tentang mencari nilai dari ‘x’, yang belum diketahui, dengan menggunakan angka-angka atau informasi yang tersedia dalam soal tersebut.
Tampaknya, dalam hidup ada kalanya ‘Plan A’ atau ‘Plan B’ tidak terealisasi, maka saat itulah seseorang perlu berjuang mencari ‘Plan X’ dan berusaha dengan segala apa yang dimilikinya (iman, ilmu, amal) menuju taqdir ‘X’ (unknown) yang hanya diketahui oleh-Nya, dan yang terbaik versi-Nya. Wallahu A’lam Bishawab.
Brighton – London
Winter, 7 Jumada al-Akhira 1441/1 Februari 2020