Solo, Gontornnews — Sekretaris Takmir Masjid Agung Solo Abdul Basid Rohmat mengatakan, Perpustakaan Masjid Agung memiliki sekitar 200 naskah Islam kuno dalam aksara arab dan aksara jawa yang isinya belum terindentifikasi secara lengkap.
Namun pengurus Masjid Agung Solo hanya bisa menyimpan naska-naskah langka tersebut dan tidak bisa mempelajarinya karena keterbatasan kemampuan.
Demi mendapatkan manfaat yang lebih banyak, Masjid Agung Solo bekerjasama dengan Pusat Studi Manuskrip (PUSHAMI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Solo untuk menyimpan dan merawat manuskrip yang sudah berusia ratusan tahun tersebut, dalam bentuk digital.
“Manuskrip Islam di Masjid Agung itu hanya bisa kami simpan tanpa bisa dibaca atau dipelajari karena banyak orang yang tidak bisa membaca tulisan arab maupun jawa kuno,†tuturnya.
Kerjasamai ni dituangkan dengan penandatanganan kerjasama (MoU) tentang program katalogisasi naskah-naskah koleksi Masjid Agung Solo. Program ini akan mendokumentasikan buku-buku kuno yang dimiliki Masjid Agung Solo dalam bentuk digital sebagai salah satu usaha untuk memelihara dan menjaga naskah-naskah langka tersebut.
Basid berharap manuskrip ini nantinya bisa dipelajari dan dimanfaatkan masyarakat umum. Sesuai semangat para pengurus bahwa Masjid Agung Solo ini didirikan sebagai pusat pendidikan dan dakwah Islam di Jawa.
“Masjid Agung ingin kami buat sebagai pusat dakwah Islam dan pusat studi Islam, khususnya Islam yang berkembang di Jawa,†paparnya.
Masjid Agung Solo sendiri dibangun tahun 1763 sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat syiar Islam bagi warga kerajaan.
Di dalam kompleks Masjid Agung Solo ini terdapat berbagai bangunan dengan fungsi kultural khas Jawa-Islam. Juga terdapat maksura, yang merupakan kelengkapan umum bagi masjid kerajaan. Ratusan manuskrip kuno masih tersimpan di perpustakaan Masjid Agung Solo tersebut.
Menurut Kepala PUSMI IAIN Solo Ismail Yahya, program katalogisasi ini merupakan upaya membantu menyelamatkan naskah-naskah kuno koleksi perpustakaan Masjid Agung. Dia menyesalkan berbagai naskah koleksi perpustakaan Masjid Agung tidak bisa dimanfaatkan optimal.
“Kami konsentrasi terhadap penanganan naskah kuno sebagai upaya nguri-uri sejarah,†tuturnya seperti dikutip solopos.com.
Melalui digitalisasi naskah ini, lanjut Ismail, sekaligus ingin menggali jati diri bangsa melalui pembacaan berbagai naskah kuno. Apalagi keberadaan catalog cukup penting dimiliki sebuah perpustakaan terlebih perpustakaan tersebut menyimpan naskah yang belum terjangkau masyarakat. Menurut dia, buku katalog membantu siapa saja untuk mencari atau mengenali berbagai naskah koleksi perpustakaan Masjid Agung. “Kami ingin naskah-naskah koleksi perpustakaan Masjid Agung dimanfaatkan secara luas,†tuturnya.
Penyusunan buku katalog tersebut sekaligus untuk mendata secara pasti koleksi perpustakaan Masjid Agung. Melalui program ini juga dimungkinkan kerjasama kedua lembaga dalam pengembangan perpustakaan yang lebih memadai.
“Kami akan membuat buku katalog yang menyajikan berbagai keterangan tentang naskah-naskah, mulai dari judul, foto, hingga resensi. Kerjasama bisa saja dilanjutkan. Kami akan terus berkoordinasi dengan Takmir Masjid Agung,†papar pria yang memimpin lembaga yang berdiri awal tahun 2016 ini. (Ahmad Muhajir)