“Dari Umar bin Khattab, dia berkata: Rasulullah bersabda: Sesungguhnya amalan itu tergantung dengan niatnya, dan sesungguhnya ia akan mendapatkan sesuatu yang diniatkannya, barangsiapa hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya untuk memperoleh dunia atau seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam mendapatkan perintah dari Rabb-nya untuk melaksanakan hijrah demi melanjutkan dakwahnya menyebarkan agama Allah, Islam. Saat itu yang paling menegangkan bagi Rasulullah, sahabat dan umat Islam di Mekkah, lantaran rencana pembunuhan yang hendak dilakukan kaum kafir Quraisy.
Di tengah suasana yang genting karena kaum kafir Quraisy ingin membunuh Rasulullah, pertolongan pun hadir membersamai Rasul-Nya. Dalam firman-Nya di surat Al Anfal ayat 30 yang artinya, “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
Ketika itulah, rasa takut yang menaungi sanubari Baginda dan Sahabar Abu Bakar yang menemani beliau pun hilang. Mereka yakin bahwa Allah akan selalu melindungi dan menjaga mereka dari tangkapan dan tipu daya musuh-Nya.
Demikian yang disebut dengan hijrah fisik, yaitu berpindah dari wilayah kafir menuju wilayah yang lebih aman dengan tujuan mengharap rahmat Illahi. Bukan hanya untuk melindungi diri pribadi, namun hijrah yang dilakukan Rasulullah untuk tetap bertahan dalam menyiarkan Islam ke mana pun atau di mana pun.
Berbeda dengan hijrah para sahabat, yaitu hijrah syar’i atau hijrah spiritual. Hijrah para sahabat ini perpindahan keyakinan dari keyakinan terhadap agama nenek moyang yaitu penyembah berhala menuju keyakinan yang haq. Hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Hijrah para sahabat, seperti Bilal bin Rabah, Mush’ab bin Umair, hingga Syahidah pertama, Sumayyah bukanlah tanpa pengorbanan. Keyakinan terhadap Allah dan Rasul mereka pegang teguh meskipun harus didera siksaan atau kematian, dan semua dilakukan demi mengharapkan Ridha Allah ‘Azza wa Jalla.
Saat berhijrah, Sahabat Bilal bin Rabah mendapatkan siksaan yang sangat perih dari tuannya hingga ia dibebaskan oleh Abu Bakar Assidiq. Kemudian Mush’ab bin Umair, merupakan laki-laki dari keturunan bangsawan Mekkah, dengan fasilitas mewah yang tidak dapat disaingi oleh laki-laki mana pun, namun saat hijrah, bukan hanya kehilangan kehidupan mewahnya, namun juga siksaan dari sang ibu harus ia terima demi mempertahankan keimanannya terhadap Allah dan Rasulullah.
Kisah yang lebih memilukan lagi yaitu kisah sahabiyah Umayyah, Syahidah pertama dalam Islam, yang kepergiannya harus dilalui dengan penyiksaan yang begitu dahsyat. Namun keseluruhnya dilakukan para sahabat hanya untuk mendapatkan rahmat Illahi.
Hijrah Rasulullah dan para sahabat, baik hijrah secara fisik maupun nonfisik, dilakukan hanya dengan satu tujuan, yaitu menggapai Rahmat dari Rabb-nya. Meski harus dibayar dengan nyawa, Rasul dan Sahabat tidak pernah gentar untuk bertahan dengan keyakinan Allahu Ahad.
Terakhir Rasulullah bersabda dari Abdullah bin ‘Amru, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (Shahih Bukhari)
Muhajir adalah orang-orang yang berhijrah, mereka meyakini Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya serta menjauhi apa-apa yang menjadi larangan-Nya.[]