Kuala Lumpur, Gontornews — Mujahadah merupakan asas terpenting dalam tarekat tasawuf yang menjadi tolak ukur kejayaan ahli sufi dalam perjalanan menuju Allah SWT.
Secara umum tasawuf Islam merupakan falfasah rohani yang bersumber daripada kitab Allah SWT dan syariat-Nya dengan berpandukan kepada kehidupan baginda Rasulullah SAW dan sunnahnya. Prinsip dasar dari falsafah rohani keislaman ini ialah takhalluq (akhlak) dan tadhawwuq (rasa).
Di antara para ulama yang memberikan perhatian besar dalam pembahasan tasawuf dan mempelajarinya secara mendalam, teliti, juga kritis ialah Ibn Khaldun. Berdasarkan pemikiran tasawufnya Ibn Khaldun kemudian memaparkan konsep mujahadah melalui karya bukunya Shifā’al-Sā’il wa Tahdhīb al-Masā’il.
Dr Hj Fadillah Ulfa Lc MA dalam disertasinya yang berjudul, “Konsep Mujahadah Menurut Pemikiran Tasawuf Ibn Khaldun dalam Karya Shifā’al-Sā’il wa Tahdhīb al-Masā’il”, menyebutkan bahwa ada beberapa hasil analisa konsep mujahadah yang dijabarkan Ibn Khaldun.
Pertama, melalui konsep mujahadah yang dikemukakan, Ibn Khaldun mencoba memberikan takrif tasawuf secara komprehensif, yang lebih dekat kepada makna yang diberikan oleh ulama tasawuf. Ia menerangkan bahwa tasawuf itu awalnya ialah ilmu fiqih batin yang kemudian beralih kepada ilmu mukashafah.
Kedua, pandangan Ibn Khaldun tentang takrif tasawuf, selaras dengan pandangan ahli sufi pada umumnya. Hal yang berbeda, takrif tasawuf dijelaskannya melalui pendekatan sejarah, dimana tasawuf dibagi kepada tiga peringkat, takwa (fiqih warak), istiqamah, dan kasyaf.
Ketiga, pandangan Ibn Khaldun tentang sejarah dan perkembangan tasawuf selaras dengan ulama sebelumnya. Ia bermula daripada sikap zuhud dan warak, seiring dengan perkembangan zaman ia beralih kepada nama dan manhaj khusus.
Hal berbeda, ia mengaitkan sejarah dan perkembangan tasawuf dengan konsep makrifah dan mujahadah. “Kepakaran Ibn Khaldun di bidang tasawuf dan keseriusannya dalam mengutip pandangan ulama terdahulu, menjadikan Ibn Khaldun layaknya sejarahwan tasawuf,” jelas Dr Fadillah.
Keempat, secara umum, dalam membincangkan ketiga konsep mujahadah, syarat ,dan kesannya, pandangan Ibn Khaldun selaras dengan pandangan tokoh sufi sebelumnya. Hal yang berbeda ialah dalam pembahasan konsep mujahadah, Ibn Khaldun mengaitkan semua mujahadah secara sistematik sesuai dengan tahap yang dijalani oleh para ahli sufi.
Selain itu, tambah doktor asal Palembang ini, dalam konsep mujahadahnya juga Ibn Khaldun membagi mujahadah dalam tiga kategori mengikut hasil yang dicapai dalam mujahadah. Pertama, mujahadah takwa khusus orang awam, karena hasil yang dicapai hanya terbatas kepada keselamatan.
Kedua, mujahadah istiqamah untuk orang khusus, karena hasil yang dicapai derajat tertinggi yaitu para siddiqin. Ketiga, mujahadah kasyaf, mujahadah ini untuk orang-orang tertentu yang menurutnya adalah mujahadah yang berbahaya. Dan ulama tasawuf melarang pembahasan mendalam tentang perkara itu.
Kelima, adapun berkenaan dengan hukum mujahadah. Menurut Ibn Khaldun mujahadah pertama ahli sufi tidak membawa hal baru. Untuk itu mujahadah takwa dan warak yang diartikan sebagai mengikuti perintah Allah SWT dan mejahui larangan-Nya menjadi satu kewajiban bagi setiap Muslim.
Sedangkan mujahadah kedua, karena hasil dicapai lebih khusus, maka ia menjadi satu kewajiban bagi para nabi, dan amalan anjuran bagi umat. Adapun mujahadah ketiga yang menjadikan kasyaf dan tersingkapnya tirai ghaib menjadi tujuan dengan memaksakan diri hidup sengsara, ia merupakan perkara bid’ah yang dibuat-buat dan jelas dilarang dalam dalil al-Qur’an dan al-Hadith.
Keenam, Ibn Khaldun membagikan tasawuf selaras dengan konsep mujahadahnya menjadi dua. Pertama, ilmu muamalah yaitu ilmu tentang mujahadah, merupakan ilmu yang dapat dipelajari. Kedua, ilmu mukashafah yang menjadi hasil daripada mujahadah.
Ketujuh, Ibn Khaldun mengkritik pandangan tokoh sufi muta’akhirin yang membincangkan terperinci tentang ilmu mukashafah ini, dan menegaskan bahwa apa yang mereka bincangkan dan tuliskan dalam karya mereka jauh dari akal sehat dan tidak memiliki dalil daripada syariat.
Namun, dalam kitab Muqaddimah, meskipun ia mengkritik dan menolak ajaran tasawuf mereka, tapi kritik dan penolakannya tidak diberikan secara keseluruhan seperti mana dalam kitab Shifā.
Dalam beberapa persoalan, ia justru memberikan pembelaan terhadap ajaran dari kumpulan sufi ini. Perubahan sikap Ibn Khaldun tersebut diyakini lebih kepada perubahan dan perkembangan cara berfikir Ibn Khaldun dalam memandang tasawuf, selain bahwa dua kitab itu ditulis pada masa yang berbeda.
Kedelapan, adapun peranan syeikh dalam mujahadah sufi, Ibn Khaldun menjelaskan selaras dengan konsep mujahadah. Mujahadah takwa, karena ia fardu ain, maka kehadiran syeikh hanya sebagai penyempurna dan tidak wajib.
Mujahadah istiqamah, kehadiran syeikh dianjurkan, meski tidak sampai diwajibkan. Mujahadah kasyaf, kehadiran syeikh diwajibkan, bahkan ditegaskan beberapa alasan dibalik pentingnya bimbingan kepada syeikh dalam mujahadah ini.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep mujahadah yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun berasaskan kepada al-Qur’an dan sunnah, berpegang teguh kepada adab syariat, serta mengikut pandangan ulama tasawuf sebelumnya yang juga berpandukan kepada syariat dalam menjelaskan konsep mujahadahnya.
Selain itu, pada konsep mujahadah Ibn Khaldun juga dapat dilihat sikap adilnya dalam memandang tasawuf. Sebagaimana ia menyokong sepenuhnya tasawuf yang dibawa oleh para ulama periode awal yang dibuktikan dengan kehidupan zuhud, warak, takwa, dan istiqamah.
Memberikan pembelaannya kepada istilah-istilah tasawuf yang dihukumi batil oleh ahli fikih, selama semua perkara itu tidak menyalahi syariat dan tidak diberitakan kepada orang awam. Di sisi lain, ia secara tegas menolak tasawuf yang dibawa tokoh sufi muta’akhirin yang menyibukkan diri dengan ilmu mukashafah serta menafsirkannya dengan ungkapan-ungkapan yang tidak selaras dengan syariat.
Di sini juga dapat disimpulkan bahwa pandangan tasawuf Ibn Khaldun selaras dengan aliran kalam ‘Asha’irah yang bertentangan dengan manhaj Muktazilah dan falsafah yang cenderung kepada akal.
Pandangan tasawufnya juga selaras dengan ulama sufi sunni yang berpandukan kepada al-Qur’an dan sunnah, menjauhkan diri unsur bid’ah, khurafat, serta kebatilan yang menyalahi syariat.
Hasil kajian ini juga menjawab dakwaan yang beranggapan bahwa Ibn Khaldun memusuhi tasawuf dan menolak ajaran tasawuf. Sekaligus menegaskan bahwa Ibn Khaldun dalam menjelaskan pemikiran tasawufnya, tidak hanya mengutip pandangan ulama sufi sebelumnya, melainkan ia juga telah memberikan ide-ide baru, khususnya berkaitan dengan konsep mujahadah ahli sufi.
Pada pembahasan tentang kedudukan syeikh dalam mujahadah ahli sufi, Ibn Khaldun bersikap adil. Ia menyokong pandangan tentang perlunya keberadaan syeikh dalam mujahadah ahli sufi. Pada sisi lain ia juga menyokong pandangan bahwa tasawuf dapat diamalkan tanpa kehadiran seorang syeikh.
“Hasil kajian ini juga menolak dakwaan pendapat yang berpandangan bahwa tarekat sufi hanya boleh dipratikkan orang-orang khusus dan proses penyucian nafs hanya boleh dijalankan ahli sufi dengan berpandukan kepada syeikh,” tutup aktifis dakwah di berbagai kajian dan kelas Tadabbur al-Qur’an tersebut. [Edithya Miranti]
Biodata Penulis
Nama : Dr Hj Fadillah Ulfa Lc MA
Tempat Tanggal Lahir : Palembang, 26 November 1980
Alumni : Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 1999 awal
Suami : Dr Ismail Jalili MA
Pendidikan :
- S1, Akidah dan Filsafat, Ushuludin, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, 2005.
- S2, Akidah dan Pemikiran Islam, Ushuludin, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, 2012.
- S3, Akidah dan Pemikiran Islam, Ushuludin, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, 2021.
Karya Tulis :
- Nikmatnya Tobat-Khusus Buat Muslimah, terbitan Semesta Hikmah Publishing Yogyakarta, Indonesia, 2020.
- Dakwah Bukti Cinta kepada Allah Ta’ala, terbitan Noer Fikri, Palembang, Indonesia, 2017.
- Butiran Mutiara Al-Fatihah, terbitan Noer Fikri, Palembang, 2016.
- Amalan Sepanjang Tahun; Meraih Pahala di Bulan-bulan Hijriyyah, Tinta Medina, Solo, Indonesia.
- Mengapa Allah Menciptakan Iblis dan Syaitan, terbitan Mutiara Media, Yogyakarta, 2011. []