Jakarta, Gontornews-Hampir 200 negara di seluruh dunia terkena wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Sebagaimana yang terjadi di negara – negara lainnya, negara berjuluk Negeri Kincir Angin, Belanda juga terpapar wabah virus ini.
Sebagai negara berpenduduk lebih dari 17 juta orang, Belanda mengambil pendekatan intelligent lockdown dalam menghadapi pandemi Corona ini. Meski tidak seketat seperti di beberapa negara Eropa lainnya, sekolah, masjid, pertokoan, hingga atraksi wisata ditutup sementara waktu untuk menghindari keramaian.
Di balik semua peristiwa tentu ada hikmahnya. Demikian ungkapan yang tepat dalam menggambarkan bagaimana umat Islam di negeri bunga tulip ini menjalankan agamanya. Kepada Gontornews (05/07/2020) salah seorang Muslim asal Belanda, Pieter Willem den Rooijen mengatakan, COVID-19 telah benar-benar mengacaukan hidup kita hari ini.
“Selama beberapa waktu kita berada dalam “intelligent lockdown” dan dunia tiba-tiba menjadi sangat kecil. Masjid ditutup untuk semua kegiatan sejak pertengahan Maret lalu. Namun demikian, pembatasan tersebut tidak diharapkan untuk dilonggarkan secara tiba-tiba,”ungkap Pieter beberapa waktu lalu.
Dalam semua kemungkinan, imbuh Pieter, kita akan terjebak dengan beberapa tindakan pembatasan selama beberapa bulan atau satu tahun. Untungnya pemerintah sekarang berbicara “new normal”. Langkah-langkah yang diumumkan oleh pemerintah dalam menanggapi krisis Corona ini berdampak besar pada banyak penduduk Belanda, termasuk satu juta Muslim Belanda.
Hampir semua masjid ditutup sejak pertengahan Maret dan orang-orang dianjurkan untuk tinggal di rumah secara teratur. Tindakan untuk tinggal di rumah sebanyak mungkin berdampak negatif pada orang-orang beriman yang biasanya datang ke masjid setiap hari.
Orang-orang menjadi terisolasi karena tidak ada layanan ibadah, struktur harian, kehidupan pergaulan, kegiatan dan pengunjung. Namun semuan itu akan dibuka kembali secara bertahap. Masjid-masjid juga akan dibuka secara bertahap. Pedoman ini memberikan masjid dengan kejelasan ibadah yang aman dan perayaan keagamaan selama krisis corona.
Prinsip dasar protokol dasar ini adalah saran dan tindakan RIVM yang berlaku.Protokol didasarkan pada langkah-langkah umum dan akan diamandemen sesegera mungkin ketika pendapat atau tindakan baru mulai berlaku.
Hal ini dilakukan untuk memberikan pegangan bagi kinerja yang aman dari layanan dan perayaan ibadah keagamaan “Memang ini benar, karena kebebasan beragama, Anda tidak dapat melarang pertemuan keagamaan secara umum,” kata Perdana Menteri Mark Rutte dalam sebuah debat di Dewan Perwakilan Rakyat.
Perdana Menteri merujuk pada Pasal 6 Konstitusi, yang menetapkan hak atas kebebasan beragama. Namun, ini bukan kasus bahwa gereja, masjid dan agama lain dapat sepenuhnya melakukan hal mereka sendiri selama pertemuan.
Pemerintah telah menetapkan bahwa maksimum tiga puluh orang dapat hadir selama perayaan dan harus menjaga jarak 1,5 meter dari masing-masing lain. Banyak komunitas agama tidak menggunakan hak untuk mengadakan pertemuan. “Hanya datang bersama-sama dengan orang-orang yang tentu saja harus hadir. Jaga jarak 1,5 meter adalah saran,”katanya.
Dikatakan Pieter, kemitraan organisasi-organisasi Islam di Belanda telah menyusun himbauan untuk membuat kunjungan masjid. Area cuci dan toilet ditutup dan hanya terbuka untuk keadaan darurat. Alquran dari masjid pun ditiadakan. Sementara orang berusia 65 tahun ke atas disarankan untuk shalat di rumah dan tidak datang ke masjid.
Contactorgaan Muslims en overheid atau Badan Komunikasi Islam dengan Pemerintah (CMO) juga merekomendasikan masjid untuk mendisinfeksi ‘area sensitif’ untuk setiap sholat, termasuk gagang pintu, pagar tangga, lemari sepatu, sendok, sepatu dan kotak sumbangan. Setelah shalat, pengunjung harus meninggalkan masjid berturut-turut untuk menghindari kerumunan di lorong. Pedoman CMO ini hanya berlaku untuk ibadah. [Muhammad Khaerul Muttaqien]