Pandemi Covid-19 telah membuat lembaga pendidikan secara umum menjadi berubah. Materi kurikulum yang sedianya diajarkan anak didik secara langsung mengalami kendala saat media daring menjadi sarananya.
Seiring kebijakan pemerintah, lembaga pendidikan mulai mempersiapkan diri untuk memulai pendidikan dengan mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan dalam Adaptasi Kebiasaan Baru. Begitu pula Pondok Modern Gontor dan beberapa pondok alumni yang sudah melakukan aktivitas pembelajaran di pesantren.
Kementerian Agama telah menerbitkan panduan pembelajaran bagi pesantren. Menag Fachrul Razi mengatakan, panduan itu menjadi bagian tidak terpisahkan dari SKB Mendikbud, Menag, Menkes, dan Mendagri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19.
Ada empat ketentuan utama dalam pembelajaran di masa pandemi. Pertama, membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Kedua, memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan. Ketiga, aman Covid-19, dibuktikan dengan surat keterangan dari gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 atau pemerintah daerah setempat.
Keempat, pimpinan, pengelola, pendidik, dan peserta didik dalam kondisi sehat, dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari fasilitas pelayanan kesehatan setempat. “Ketentuan ini harus dijadikan panduan bersama bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan yang akan menggelar pembelajaran di masa pandemi,” tegas Menag.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, apabila disiapkan secara sempurna dan disertai protokol kesehatan yang ketat, maka pesantren dapat dibuka lebih dulu dari sekolah. Bahkan, bukan tidak mungkin menjadi pusat karantina bagi mereka yang sehat jika telah dipastikan pesantren steril dari Covid-19.
Apalagi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Orang Tanpa Gejala (OTG) yang selama ini diwaspadai karena dianggap berbahaya justru memiliki kemungkinan menular yang rendah. “Kalau itu benar dan anak-anak (santri) bisa diatur masuk asrama dan dikontrol ketat, maka asrama bisa jadi tempat yang sangat bagus untuk karantina. Pesantren bisa jadi tempat yang sangat ideal untuk memulai kegiatan,” ungkap Muhadjir.
Pemerintah hingga kini terus mengkaji, pun Menteri Kesehatan sudah menyebutkan akan siap mendukung dengan melibatkan Puskesmas untuk membantu. “Kemarin sudah disepakati ada 21 ribu ponpes yang akan dibantu untuk sanitasi, MCK, tempat wudhu, dan standarisasi untuk hunian. Saya mendorong ponpes agar dibuka, namun saya wanti-wanti harus menjalani protokol kesehatan secara ketat,” ucap Menko PMK.
Sementara itu Pimpinan Pesantren Darunnajah Jakarta KH Sofwan Manaf mengatakan, Ponpes Darunnajah akan terus memantau perkembangan dari pemerintah pusat dan daerah. “Kita sedang banyak diskusi dengan pimpinan untuk membuat protokol bagaimana sebisa mungkin pesantren ini siap dengan aturan-aturan yang baru,” katanya.
Nantinya, protokol kesehatan yang sedang dibuat para pimpinan dan guru-guru di Ponpes Darunnajah bisa sinkron dengan program-program pemerintah. Misalnya, kedatangan santri harus koordinasi dengan gugus Covid-19 di daerah. “Setelah itu, kehidupan asrama, di kelas maupun di lingkungan ekstrakurikuler, kita sedang menyusun bagaimana kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren,” katanya.
Kiai Sofwan menambahkan, jika nanti para santri Darunnajah sudah mulai mengikuti belajar secara normal, pihak pesantren akan mengupayakan agar daya tahan tubuh para santri kuat tidak mudah terserang penyakit. Untuk itu, pihaknya akan mewajibkan santrinya olahraga dan berjemur.
Selain itu pihak ponpes juga akan menambah fasilitas tempat-tempat mencuci tangan dan mewajibkan santri menggunakan masker demi mengurangi terpapar Covid-19. “Kegiatan setelah shalat Isya kemungkinan akan diterapkan para santri harus istirahat untuk kebugaran tubuh, dan peningkatan kesehatan yang kita perhatikan,” katanya.
Sementara itu Pengasuh Pesantren Al-Amien Prenduan, Madura, KH Ahmad Fauzi Tidjani berpendapat, kebijakan New Normal di pesantren tidaklah mudah. Setidaknya ada tiga syarat New Normal bisa diterapkan di pesantren. Pertama, kebijakan pemerintah yang konkret dan berpihak sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam menjaga pesantren dari risiko penyebaran Covid-19 dari semua kementerian.
Kedua, dukungan fasilitas kesehatan untuk pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan dan tenaga ahli kesehatan. Ketiga, dukungan sarana dan fasilitas pendidikan meliputi fasilitas pembelajaran online bagi santri yang belum bisa kembali ke pesantren dan biaya pendidikan bagi santri yang terdampak secara ekonomi.
Pemenuhan sarana dan prasarana tentu membutuhkan dana yang tidak bisa dicover oleh pesantren itu sendiri. “Kebutuhan fasilitas ini membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga diperlukan alokasi dana APBN hingga APBD untuk pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. Alokasi dana tersebut diperuntukkan bagi kebutuhan mempersiapkan sarana dan prasarana sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19,” jelasnya.
Saat ini Pesantren Al-Amien sudah mengeluarkan beberapa maklumat, mulai dari perpulangan hingga kembalinya santri ke pesantren. Kiai Fauzi berharap, pemerintah pusat hingga daerah agar senergi, mengawal proses kembalinya santri agar sesuatu yang lebih buruk tidak terjadi saat New Normal diberlakukan.
Pesantren Al-Amien sudah menerima santri yang datang dari berbagai penjuru Nusantara pada tanggal 22 dan 23 Juni untuk santri lama. Sedangkan untuk santri baru, tanggal 22 Juni sampai tanggal 1 Juli. “Acara penyambutan kedatangan santri dan pengajar ini akan dilangsungkan mulai tanggal 20-26 Juni 2020,” ujarnya.
Sebelumnya, Pesantren Al-Amien juga telah melaksanakan simulasi pemberlakuan protokol kesehatan untuk penyambutan santri dan turut bekerjasama dengan menyertakan pengawalan petugas kepolisian setempat sehingga acara pun dapat berlangsung tertib dan lancar.
Dalam protokol kesehatan yang ditetapkan Pesantren Al-Amien, pengurus mengharuskan para santri yang datang untuk memakai masker. Selain itu dilakukan pula penyemprotan barang bawaan dan kendaraan yang ditumpangi. Ketika proses registrasi, santri diminta membasuh tangan, masuk ke ruang desinfektan, diukur suhu tubuh, dan dicek tensi darah.
Jika ditemukan santri yang kondisi kesehatannya lemah, maka santri akan dinaikkan ke mobil ambulans dan dibawa ke rumah sakit. Para santri juga telah diminta untuk melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari dan menyertakan pernyataan surat dari orangtua/wali yang telah ditandatangani dan bermaterai.
“Insya Allah sejak di rumah masing-masing, mereka telah dikirimi maklumat persyaratan kembalinya santri. Kemudian santri juga diminta untuk menyiapkan surat keterangan sehat ketika tiba di Pondok Al-Amien,” pungkas putra almarhum KH Mohammad Tidjani Djauhari MA tersebut. []