Jenewa, Gontornews – Tim pencari fakta PBB untuk pelanggaran HAM di Rohingya menyebut transisi demokrasi Myanmar telah terhenti karena Pemerintah berusaha untuk membungkam para kritikus sementara mereka mengizinkan pidato kebencian yang dialamatkan kepada Muslim Rohignya.
Ketua tim pencari fakta PBB, Marzuki Darusman, mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya.
“Dalam hal ini, transisi demokrasi di Myanmar yang baru saja dimulai kini sudah terhenti,” ungkap Marzuki Darusman dalam keterangan pers yang dilansir Reuters.
Sebelumnya, panel HAM PBB menerima laporan setebal 440 halaman dari tim pencari fakta yang menemukan bahwa militer Myanmar ‘berniat untuk melakukan Genosida’ kepada etnis Muslim Rohingya dalam tragedi yang terjadi pada Agustus 2017 silam di Rakhine.
Akibatnya, hampir 700.000 etnis Rohingya memutuskan untuk melarikan diri ke Bangladesh untuk mencari keamanan, 10.000 tewas serta 37.000 rumah dikabarkan hancur disebabkan serangan brutal itu.
Selain itu, melalui laporan tim pencari fakta itu, PBB juga meminta komandan kepala Min Aung Hlaing dan 5 jenderal lainnya dituntut dengan tuduhan kejahatan berat di bawah hukum internasional.
Meski demikian, Myanmar, secara tegas, menolak laporan tersebut dan menyebut laporan tersebut sebagai laporan palsu. Duta Besar Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, bahkan menolak hasil temuan tim pencari fakta PBB tersebut.
Marzuki mengatakan jika tidak ada perubahan signifikan di Myanmar serta penanganan etnis Rohingya dengan tepat, seperti kemudahan akses pendidikan dan kesehatan yang sama dengan masyarakat Myanmar pada umumnya, maka tragedi berdarah tersebut berpotensi terulang.
“Sistem penganiayaan yang sama akan menunggu setiap kali masyarakat Rohingya kembali,” pungkas Duta Besar Indonesia untuk PBB itu. [Mohamad Deny Irawan]