Perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan. Gadget? Kita sudah tak asing lagi dengan teknologi canggih yang satu ini. Bagaimana tidak, penggunaan gadget atau gawai seolah telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam berbagai aktivitas termasuk bekerja, berkomunikasi, dan berbelanja. Bahkan, banyak orang menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari untuk menggunakan gadget.
Laporan firma riset data.ai bertajuk State of Mobile 2024 yang mengambil data tahun 2023 menyebutkan, dari sekian banyak pengguna gadget di dunia, orang Indonesia berada di posisi pertama kategori pengguna dengan durasi screen time paling tinggi di dunia dengan durasi penggunaan selama 5,7 jam per hari. Urutan berikutnya diduduki oleh Jepang dengan durasi 5,5 jam, dan Singapura 5,3 jam. Kemudian diikuti Brasil dan India. Kelima negara tersebut merupakan negara-negara yang penduduknya menghabiskan waktu lebih dari 5 jam sehari di depan ponsel.
Namun, siapa sangka di balik penggunaan gadget atau smartphone yang berlebihan telah memunculkan fenomena baru yang bernama phubbing. Dilansir dari dictionary.cambridge.com, phubbing merujuk pada bentuk pengabaian seseorang terhadap orang-orang lain di sekitarnya dan memilih untuk memperhatikan ponselnya. Jika dulu ada pepatah “jauh di mata dekat di hati”, maka yang terjadi pada perilaku phubbing hal yang sebaliknya.
Ironisnya, phubbing banyak dilakukan dalam acara kebersamaan. Momen yang seharusnya dimanfaatkan untuk menyambung silaturahmi, malah justru menjadi ajang bermain gadget. Phubbing, singkatan dari phone snubbing, alias orang yang tidak lepas dari ponsel. Perilaku ini disebut-sebut dapat merusak hubungan atau relasi, baik dalam konteks hubungan romantis, pertemanan, keluarga, maupun pekerjaan.
Ria Meilia dari Universitas Airlangga dalam artikelnya yang diterbitkan di Jurnal Fusion: Jurnal Nasional Indonesia pada tahun 2024 menjelaskan, beberapa penelitian beranggapan, ponsel dapat memicu masalah komunikasi sehingga dapat memunculkan konflik antarpasangan yang pada akhirnya mengurangi kualitas hubungan yang dirasakan. Fenomena pengabaian terhadap pasangan karena ponsel ini disebut partner phubbing. Berdasarkan tinjauan literatur diperoleh bahwa partner phubbing dapat menjadi faktor menurunnya kepuasan hubungan.
Eka Jannatuna’im dan Fikrie dari Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin dalam artikelnya yang dipublikasikan di Jurnal Psikologi Perseptual menjelaskan, dalam pernikahan dibutuhkan komunikasi yang baik di antara suami-istri agar kepuasan pernikahan tercapai di antara keduanya. Dengan menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan teknik purposive sampling dari 100 orang, hasil penelitiannya menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku phubbing dengan kepuasan pernikahan pada orang yang sudah menikah.
Citra Rana Sari, Dian Ari Widyastuti dari Universitas Ahmad Dahlan dalam artikelnya yang diterbitkan di Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Universitas Ahmad Dahlan menjelaskan, fenomena phubbing merupakan fenomena sosial yang terjadi tidak hanya di Indonesia namun juga terjadi di negara-negara maju dengan gejala atau karakteristik yang umumnya sama.
Michal Frackowiak, Peter Hilpert dan Pascale Sophie Russell (2023) dalam penelitian berjudul Impact of partner phubbing on negative emotions: a daily diary study of mitigating factors yang diterbitkan di Current Psychology menyebutkan interaksi antara pasangan dapat terganggu oleh penggunaan ponsel saat bersama-sama ketika pasangan mengabaikan interaksinya demi ponsel pintar.
Praktik umum yang disebut phubbing ini dapat mendorong penolakan dan pengucilan sosial, karenanya pasangan yang di-phubbing dapat melaporkan pengalaman emosional yang negatif.
Ketua Bidang Dakwah dan Keumatan, Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Pusat Dr KH Atabik Luthfi, MA kepada Majalah Gontor menjelaskan, mencapai tujuan baik atau buruknya suatu sarana/media/alat menjadi hal yang niscaya keberadaannya sekarang ini. Karena keberadaan suatu sarana/media/alat media dapat mempermudah, mempersingkat dan melancarkan. Namun tetap saja, sarana/media/alat ini juga merupakan ‘Silah Dzu Haddain’ atau senjata yang mempunyai dua ketajaman yang bisa berdampak pada kebaikan atau keburukan, termasuk fenomena phubbing.
Maka sesuai kaidah ‘Al-Wasa’il Laha Ahkamul Maqashid’ atau sarana dihukumi sesuai dengan tujuan, dalam hal ini penggunaan dan pemanfaatannya. Juga larangan al-Qur’an terhadap hal-hal yang berlebih-lebihan. Karena phubbing termasuk kategori ‘berlebih- lebihan’, terlebih jika melalaikan dan menjauhkan dari tujuan utama silaturahmi dan aktivitas lainnya. Solusinya meninggalkan gadget lebih baik jika sudah ekstrem penggunaannya, atau dengan mengelola dan membuat komitmen bersama untuk menggunakan gadget sewajarnya, sehingga adanya gadget dapat mempermudah, dan mendekatkan. []