Kita tentu senang bermain smartphone karena memang banyak manfaat langsung darinya. Namun, di balik segala kemudahan yang ditawarkan smartphone ternyata ada satu dampak terburuk telah menular ke sejumlah penggunanya, yaitu phubbing.
Kini Phubbing—fenomena tergila-gila bermain HP (handphone) hingga acuh dengan orang di sekitar telah menjadi masalah serius. Fenomena ini sedang marak dibahas sejumlah pakar keilmuan dunia.
Beberapa dekade yang lalu, para psikolog memperdebatkan pengaruh nonton televisi yang membuat interaksi dengan orang lain berkurang.
Namun, bahaya menonton televisi dirasa lebih ringan ketimbang phubbing karena ternyata phubbing menyita lebih banyak waktu daripada menonton televisi.
Demam phubbing itu sendiri hanya bisa dilenyapkan dengan membatasi diri dari gadget. Karena biang keladi dari demam ini lagi-lagi dari pemakaian HP yang tak terkendali.
Kegagalan anak dalam bersosialisasi dengan sesama lagi-lagi harus menjadi bahan evaluasi bagi orangtua. Apalagi kini banyak anak yang kecanduan dengan tingkat yang berbeda,ada yang kelas biasa, menengah, atau berat.
Padahal, anak-anak sebetulnya belum diperbolehkan menggunakan gadget karena dirasa HP bukan suatu hal yang mendesak.
Apalagi penggunaan HP secara berlebihan bisa mempengaruhi kesehatan, perkembangan emosional, dan sikap anti sosial yang tinggi. Efek buruk dari para pecandu HP bisa dihilangkan atau setidaknya diminimalisir, asal ada niat yang kuat dan kerjasama dari anak dan orangtuanya.
Pakar psikologi Elly Risman menjelaskan, orangtua harus terus mendampingi dan mengajarkan anak batasan dalam bermain HP serta arahan dalam menjaga pandangan dan kemaluan sejak dini. Orangtua penting terus fokus kedepankan komunikasi sebagai pengganti gadget.
Misalnya, bertanya soal apa yang membuatnya bahagia dan sedih. Itu efektif guna memupuk rasa percaya diri anak untuk mau selalu terbuka dan berbagi cerita tentang perasaannya.
Menurut pakar pendidikan Dr Helmawati SE MPdI, manusia adalah makhluk sosial yang butuh berinteraksi dengan sesamanya. Ketika seorang anak tidak terbiasa berkomunikasi secara verbal, maka emosionalnya akan mudah terganggu.
Menurut Dr Helmawati ada empat tips batasi gadget dalam keluarga. Pertama, bermusyawarah. Aturan terkait batasan penggunaan gadget bisa disiasati dengan bermusyawarah antar anggota keluarga. Seluruh anggota keluarga pun berkesempatan mengeluarkan pendapat dan gagasannya.
Biasanya anak usia akil balig sudah mulai bisa diajak berdiskusi. Ajak mereka diskusi agar paham betul betapa pentingnya aturan main dalam penggunaan gadget.
Untuk anak usia dini, mereka masih bisa diperkenalkan peraturan. Selain melatih kedewasaan, juga untuk belajar mengemukakan pendapat dan mencari solusi bersama dalam setiap masalah.
Dalam diskusi tersebut bisa ditentukan kapan anggota keluarga berhak bermain gadget dan tetap harus di bawah pengawasan orangtua.
Musyawarah akan mengeluarkan gagasan-gagasan terkait aturan yang diinginkan. Setelah itu, buatlah kesepakatan, diakhiri dengan saling berjabat tangan,” ujar penulis buku Mengenal dan Memahami PAUD.
Kedua, komitmen. Utamakan komunikasi langsung dengan para anggota keluarga. Tentukan jam-jam tertentu untuk quality time bersama keluarga dengan melarang siapa saja menggunakan gadget.
Ketiga, konsekuensi. Sanksi ringan bagi siapa saja yang melanggar peraturan perlu tegas ditegakkan. Jika terpaksa harus menggunakan HP di jam yang dilarang, misalnya ada tugas dari sekolah, harus dengan izin orangtua. Bahkan kalau perlu, orangtua yang membantu mencarikan.
Keempat, evaluasi rutinan. Peraturan memang mudah untuk dibuat, tapi biasanya sulit untuk istiqamah dijalankan. Karena itu, adakan rapat evaluasi dengan kembali mengajak seluruh anggota keluarga. Peraturan ini penting diperkenalkan sejak anak usia dini agar ia tahu bahwa hidup itu ada aturannya.
“Dengan begitu, anak akan terbiasa berhati-hati dan tidak bebas dalam bertindak,” ujar dosen tetap Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Nusantara (UNINUS) Bandung itu.
Kesuksesan aturan main gadget untuk anak prabalig ini murni bergantung pada tekad dan kreativitas orangtua. Namun, ingatlah cara praktis menghentikan anak bermain HP adalah orangtua tidak boleh bermain HP di depan anak karena anak adalah peniru yang ulung.
Ingatlah bahwa HP tidak diperuntukkan untuk anak di bawah umur. Orangtua sebaiknya tidak mencari alasan memberikan HP agar anak tidak menangis dan mau duduk tenang. []