Landasan Teologis
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
“Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.” (QS Luqman : 18)
Interpretasi Para Mufasir
Syekh Zuhaili dalam Tafsir Munir menafsirkan ayat ini mengutip hadis dari Imam Muslim yang melarang meremehkan kebajikan sekecil apapun dan menunjukkan pentingnya menjaga sikap rendah hati.
لا تَحْقِرَنَّ مِنَ المَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ وَوَجْهُكَ إِلَيْهِ مُنْبَسِطٌ، وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ، فَإِنَّهَا مِنَ المَخِيلَةِ، وَالمَخِيلَةُ لا يُحِبُّهَا اللهُ
“Janganlah kamu meremehkan suatu kebajikan, sekecil apapun itu, bahkan jika itu hanya berupa menampilkan wajah yang ceria ketika bertemu saudaramu. Dan janganlah kamu membiarkan ujung bawah pakaianmu lebih rendah di bawah pergelangan kakimu karena itu salah satu bentuk kesombongan, dan Allah SWT tidak menyukai kesombongan.” (HR Muslim)
Dalam Tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an disebutkan, ayat ini mengingatkan bahwa janganlah seseorang memalingkan wajahnya dari manusia ketika dia berbicara dengan mereka atau mereka berbicara dengannya sebagai sikap perendahannya terhadap mereka. Zaid bin Aslam mengatakan, “Janganlah kamu berbicara sambil berpaling.”
Demikian janganlah kita bangga dengan nikmat, tetapi lupa dengan yang memberikan nikmat, serta ujub kepada diri sendiri dan bersikap membesarkan diri dengan ucapannya.
Sedangkan dalam Tafsir Al-Misbah disebutkan, Surat Luqman ayat 18 memberikan nasihat tentang akhlak dan tata krama dalam berinteraksi dengan sesama. Larangan untuk memalingkan wajah dari manusia menunjukkan kesombongan, sedangkan anjuran untuk berjalan dengan lemah lembut mengajarkan sikap kesederhanaan dan keanggunan.
Luqman menekankan pentingnya menghindari sikap tergesa-gesa atau lambat serta menjaga nada suara agar tidak terkesan merendahkan.
Nasihat Luqman bukan hanya sekadar tentang tata krama, tetapi juga mencerminkan akhlak mulia yang harus dimiliki seorang Muslim yang beriman. Dengan mengajarkan akhlak dan akidah secara bersamaan, Luqman menunjukkan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan. Akhlak mulia merupakan manifestasi dari keimanan yang kokoh.
Syekh Nawawi Banten dalam Tafsir Marah Labib menjelaskan bahwa ayat ini memiliki dua makna utama. Pertama, melarang merendahkan dan menghina orang Muslim, yang bertentangan dengan nilai persaudaraan dan kesetaraan dalam Islam.
Kedua, melarang kesombongan itu sendiri. Kesombongan dan membanggakan diri merupakan sifat yang sangat dibenci oleh Allah dan dapat menjauhkan seseorang dari-Nya.
Nilai-nilai Pedagogis
QS Luqman: 18 mengandung nilai-nilai pendidikan (pedagogis). Pertama, Nilai Kesantunan Sosial. Ayat ini melarang sikap berpaling muka atau meremehkan orang lain. Implikasi Pedagogis: Guru perlu mengajarkan pentingnya sikap santun dan menghormati sesama dalam interaksi sosial, baik di dalam maupun luar kelas.
Kedua, Nilai Kerendahan Hati (Tawadhu’). Allah melarang hamba-Nya berlaku sombong dan angkuh, karena itu sifat yang dibenci. Implikasi Pedagogis: Pendidikan harus membina karakter rendah hati peserta didik, sekalipun mereka memiliki kelebihan atau prestasi.
Ketiga, Nilai Keteladanan Orangtua dan Guru. Ayat ini merupakan bagian dari nasihat Luqman kepada anaknya; menunjukkan pentingnya pendidikan karakter dalam keluarga. Implikasi Pedagogis: Guru dan orangtua berperan sebagai teladan utama dalam membentuk akhlak dan kepribadian anak.
Landasan Teoritis
Makna Sombong. Dalam kitab Bahjatun Nadzirin disebutkan sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain. Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang lain.
Menurut sebagian salaf bahwa kesombongan merupakan dosa pertama kali kepada Allah SWT. Allah Ta’ala berfirman:
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ
“(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis. Ia menolaknya dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir.” (QS. Al-Baqarah : 34)
Hakikat Kesombongan
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud RA dari Nabi SAW beliau bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR Muslim No. 91)
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitab Syarah Shahih Muslim, “Hadis ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta menolak kebenaran.”
Kesombongan ada dua macam berdasarkan kitab Syarh Riyadus Shaalihin yaitu sombong terhadap al-haq dan sombong terhadap makhluk.
Kesombongan yang pertama adalah kesombongan terhadap al haq yaitu sombong terhadap kebenaran, yakni dengan tidak menerimanya. Setiap orang yang menolak kebenaran maka dia telah sombong disebabkan penolakannya tersebut. Oleh karena itu wajib bagi setiap hamba untuk menerima kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para rasul-Nya.
Bentuk kesombongan yang kedua adalah sombong terhadap makhluk, yakni dengan meremehkan dan merendahkannya. Hal ini muncul karena seseorang bangga dengan dirinya sendiri dan menganggap dirinya lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan terhadap diri sendiri membawanya sombong terhadap orang lain, meremehkan dan menghina mereka, serta merendahkan mereka, baik dengan perbuatan maupun perkataan.
Akar dari permasalahan sikap sombong dan angkuh bukanlah popularitas, jabatan atau kedudukan, tetapi hati yang kotor dan dipenuhi berbagai penyakit.
Sebenarnya, siapapun dan di manapun berhak untuk mendapatkan popularitas, jabatan atau kedudukan yang tinggi, asalkan dirinya mampu membersihkan dan menjaga hati dari berbagai penyakit. Kesombongan ini sangat berbahaya dampaknya bukan hanya di dunia namun juga di akhirat. Kesombongan ini dapat menurunkan derajat seseorang dan mendatangkan laknat Allah.
Sebagaimana Imam al-Ghazali mengatakan dalam Mukasyafatul Qulub, sombong adalah kedurhakaan pertama yang menimpa iblis yang akhirnya membuat Allah SWT melaknat dan mengusirnya dari surga dan menurunkan derajatnya. Allah Ta’ala berfirman:
قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُوْنُ لَكَ اَنْ تَتَكَبَّرَ فِيْهَا فَاخْرُجْ اِنَّكَ مِنَ الصّٰغِرِيْنَ
“Dia (Allah) berfirman, ‘Turunlah kamu darinya (surga) karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina’.” (QS Al-A’raf: 13)
Dalam tafsir Wajiz disebutkan, ucapan Iblis sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, merupakan cerminan keangkuhan dan kesombongannya. Menanggapi kedurhakaan dan sikap Iblis, Allah langsung menyuruhnya keluar dari surga. Allah berfirman, “Maka karena kesombongan dan pembangkanganmu, turunlah kamu darinya, yakni dari dalam surga, karena apapun alasanmu kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah kamu dari surga ini, karena sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina.”
Budaya Sikap Sombong
Sikap sombong akan merugikan pelakunya. Di antara kerugian mereka yang memiliki sikap sombong, antara lain: Pertama, tempat kembalinya neraka Jahanam. Allah SWT berfirman:
قِيْلَ ادْخُلُوْٓا اَبْوَابَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۚ فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِيْنَ
“Dikatakan (kepada mereka), ‘Masuklah pintu-pintu (neraka) Jahanam (untuk tinggal) di dalamnya selama-lamanya!’ Maka, (neraka Jahanam) itu seburuk-buruk tempat tinggal bagi orang-orang yang takabur.” (QS Az-Zumar: 72)
Kedua, Allah tidak menyukai orang-orang sombong. Allah SWT berfirman:
لَا جَرَمَ اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَۗ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِيْنَ
“Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka tampakkan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang sombong.” (QS An-Nahl: 23)
Ketiga, kesombongan merupakan sebab su’ul khatimah (keburukan akhir kehidupan). Oleh karena itu Allah memberitakan bahwa orang yang sombong dan sewenang-wenang adalah orang-orang yang Allah menutup hati mereka, sehingga mereka tidak beriman, sehingga akhir kehidupannya buruk. Allah SWT berfirman:
كَذٰلِكَ يَطْبَعُ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ
“Demikianlah Allah mengunci hati setiap orang yang sombong lagi sewenang-wenang.” (QS Ghafir: 35)
Keempat, kesombongan merupakan dosa terbesar. Nabi SAW bersabda:
لَوْ لَمْ تَكُوْنُوْا تُذْنِبُونَ لَخِفْتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ الْعُجْبُ الْعُجْبُ
“Jika kamu tidak berbuat dosa, sungguh aku mengkhawatirkan kamu pada perkara yang lebih besar dari itu, yaitu ‘ujub, ‘ujub (kagum terhadap diri sendiri).” (HR Imam Al-Albani)
Kelima, kesombongan adalah tirai penghalang masuk surga dan diturunkan derajatnya serta dikeluarkan dari surga. Allah Ta’ala berfirman:
قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُوْنُ لَكَ اَنْ تَتَكَبَّرَ فِيْهَا فَاخْرُجْ اِنَّكَ مِنَ الصّٰغِرِيْنَ
“Dia (Allah) berfirman, “Turunlah kamu darinya (surga) karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina.” (QS Al-A’raf: 13)
Keenam, termasuk orang-orang kafir. Allah SWT berfirman:
بَلٰى قَدْ جَاۤءَتْكَ اٰيٰتِيْ فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ
“Tidak begitu! Sebenarnya ayat-ayat-Ku telah datang kepadamu, tetapi kamu mendustakannya, menyombongkan diri, dan termasuk orang-orang kafir.” (QS Az-Zumar: 59)
Imam an-Nawawi dalam karyanya Kitab Riyadhus Shalihin menyebutkan balasan bagi orang yang sombong: 1) Tidak akan masuk surga, 2) Menjadi penghuni neraka, 3) Tak akan dipandang Allah di Hari Kiamat, 4) Disiksa dengan azab yang pedih.
Cara Menghindari Sikap Sombong
Lalu bagaimana cara menghindari sikap sombong? Pertama, menjauhi ‘ujub (membanggakan diri) dan mengingat dampaknya. Rasulullah SAW bersabda:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِي فِي بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ فَخَسَفَ اللَّهُ بِهِ الْأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Ketika seorang laki-laki sedang bergaya dengan kesombongan berjalan dengan mengenakan dua burdahnya (jenis pakaian bergaris-garis; atau pakaian yang terbuat dari wol hitam), dia mengagumi dirinya, lalu Allah membenamkannya di dalam bumi, maka dia selalu terbenam ke bawah di dalam bumi sampai hari kiamat.” (HR Bukhari, No. 5789; Muslim, No. 2088)
Kedua, senantiasa mengingat negeri akhirat. Allah SWT berfirman:
تِلْكَ الدَّارُ الْاٰخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لَا يُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِى الْاَرْضِ وَلَا فَسَادًاۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Kesudahan (yang baik, yakni surga) itu (disediakan) bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Qashas: 83)
Ketiga, tawadhu’ (rendah hati). Allah SWT berfirman:
وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, ‘Salam’.” (QS Al-Furqan: 63)
Keempat, tidak mengikuti hawa nafsu. Allah SWT berfirman:
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢ بِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِࣖ
“(Allah berfirman,) ‘Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan’.” (QS Shad: 26)
Kelima, bergaul dengan orang yang shalih dan mengingat Allah. Allah SWT berfirman:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا
“Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.” (QS Al-Kahfi: 28)
Kisah Teladan
Dalam Al-Qur’an terdapat kisah yang menunjukkan sifat sombong dapat menyebabkan kehancuran. Kisah ini dijabarkan dalam Al-Qur’an melalui beberapa surat yang menceritakan Qarun. Seorang yang kaya raya, ia hidup pada masa Nabi Musa AS.
Dalam surat Al-Qashas ayat 76 diceritakan bahwa Qarun adalah umat Nabi Musa yang dilimpahi harta kekayaan.
“Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku aniaya terhadap mereka. Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah engkau terlalu bangga. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri’.” (QS Al-Qashas: 76)
Qarun disebutkan masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi Musa. Awalnya ia dikenal sebagai sosok yang pintar dalam berdagang. Ia juga mendapat julukan ‘Munawir’ yang artinya bercahaya. Qarun juga dikenal sebagai orang yang memiliki suara merdu kala membaca kitab Taurat.
Atas permintaan Qarun, Nabi Musa mendoakan agar Allah melimpahkan harta benda. Bukan tanpa alasan, Nabi Musa mendoakan karena melihat Qarun selama ini dikenal sebagai orang yang shalih.
Saking banyak harta yang dimiliki, Qarun bahkan tak pernah pergi seorang diri. Dikisahkan bahwa setiap keluar rumah ia selalu berpakaian mewah didampingi oleh 600 orang pelayan terdiri atas 300 laki-laki dan 300 lagi pelayan perempuan. Bukan hanya itu, ia juga dikelilingi oleh 4.000 pengawal dan diiringi 4.000 binatang ternak dan 60 ekor unta yang membawa kunci-kunci gudang kekayaannya.
Dengan kekayaan yang berlimpah ini, ternyata Qarun menjadi ingkar dan berkhianat. Sehingga Allah benamkan Qarun ke dalam bumi sebagai pelajaran bagi umat berikutnya agar menghindari sikap sombong yang menurunkan derajat dan mendatangkan laknat Allah.
Demikian kisah Qarun yang mengandung hikmah dan pelajaran agar kita menjauhi sikap sombong.
اَللّٰهُمَّ اهْدِنِيْ لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِيْ لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
“Ya Allah, tunjukkanlah aku kepada akhlak yang baik. Tidak ada yang dapat menunjukkan kepadanya kecuali Engkau. Dan palingkanlah dariku akhlak yang buruk. Tidak ada yang dapat memalingkannya dariku kecuali Engkau.” (HR Muslim) []