“Campur aduk” mungkin menjadi frasa paling tepat untuk menggambarkan perasaan wali santri di masa pandemi. Larangan kunjungan bagi wali santri, sulitnya berkomunikasi hingga isu ditiadakannya perpulangan (liburan pertengahan tahun) santri, membuat kegetiran hati wali santri makin menjadi. Namun, saat ini saat yang tepat untuk mengintensifkan doa, berucap Al-Fatihah dan Shalawat serta mengirim paket dan wesel tepat waktu.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Man kharaja fī thalabi al-‘ilmi fahuwa fī sabilillāh hatta yarji’a” (barangsiapa yang pergi menuntut ilmu maka ia berada di jalan Allah SWT sampai ia kembali). Pandemi COVID-19 telah menjadikan proses pendidikan semakin runyam. Tidak hanya untuk Indonesia tapi juga dunia. Mulai dari jenjang pendidikan umum hingga pesantren.
Meski demikian, pesantren tetap dikategorikan sebagai lembaga pendidikan solutif di masa pandemi. Peningkatan iman yang disertai dengan peningkatan imun dianggap mampu menanggulangi serta mencegah penyebaran virus asal Wuhan tersebut.
Tak hanya itu, kultur kedisiplinan, kekuatan figur kiai, masjid sebagai pusat kegiatan santri khas pesantren menjadi faktor penting penanggulangan COVID-19 di dunia pesantren. Pondok Modern Darussalam Gontor telah membuktikan bahwa kolaborasi iman, imun, tawakkal serta kedisiplinan sangat penting dalam mencegah maupun menanggulangi santri terpapar COVID-19.
“Fenomena alam berupa COVID-19 yang masuk ke wilayah kita harus ditangani dengan ikhtiar. Tetapi, ikhtiar saja tidak cukup. Kita perlu meningkatkan ketakwaan, dan yang terakhir, tawakkal kepada Allah SWT,” kata Wakil Pengasuh Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 2 Siman Ponorogo, Ustadz H Muhammad Hudaya Lc.
“Jangan khawatir. Allah SWT sedang menguji sekaligus menjaga kita. Anak-anak kita. Meskipun dinyatakan positif, mereka berada dalam kondisi sehat tanpa menunjukkan gejala apapun,” imbuhnya.
“Saya yakin, kita semua akan selalu dapat mengambil hikmah dari peristiwa-peristiwa ini,” jelasnya.
Karenanya, perjuangan wali santri dalam melepas anaknya belajar di pesantren di masa pandemi tidak kalah menarik dengan drama Korea yang digandrungi kalangan milenial. Isak tangis, pelukan hangat orangtua terhadap putra-putrinya, lantunan surat Al-Fatihah dan ribuan shalawat dari lisan orangtua hingga ribuan pasang lambaian tangan mendampingi keberangkatan para santri dari kediamannya menuju pesantren.
“Tiba-tiba air mata saya berlinang saat melepas anak saya,” kata Dyah Ayu Novianti, wali santri Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 2 Madusari Siman, kepada Majalah Gontor.
“Suami saya bahkan diam-diam menangis tanpa sepengetahuan saya,” imbuhnya.
Belum lagi, gonjang ganjing informasi perpulangan santri di kalangan wali santri Gontor. Perasaan sayang, ungkapan rindu mulai tercurah dari status media sosial wali santri. Walau demikian, tanggapan beragam muncul dari sejumlah wali santri.
“Saya sangat ikhlas jika itu memang keputusan yang terbaik. Walau saya sangat rindu dengan anak saya, anaknya malah bilang tidak mau pulang,” kata Oemi Rominah, wali santri Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 2.
“Perasaan kami campur aduk menahan beratnya rasa rindu. Tetapi, kami sangat memahami kebijakan pondok merupakan yang terbaik untuk kondisi pandemi saat ini,” tambah Futia Farida Hasanah, wali dari tiga santri Gontor asal Jakarta.
Pihak Pondok Modern Darussalam Gontor mengaku belum mendapatkan informasi liburan saat perpulangan. Jurubicara Satgas Covid-19 Pondok Modern Darussalam Gontor, Dr HM Adib Fuadi Nuriz, mengonfirmasi hal tersebut. “Kami belum mendapatkan info (peniadaan liburan santri) sama sekali. Baru isu yang beredar. Belum ada pembahasan apapun di Gontor terkait hal ini,” kata Ustadz Adib kepada Majalah Gontor.
“Liburan tetap ada walau waktunya masih belum bisa ditentukan. Apakah maju, mundur atau liburan dua hari lantas masuk lagi. Satu yang pasti, rumor mengenai peniadaan perpulangan sama sekali belum dibahas,” imbuhnya.
“Selama KMI tidak mengeluarkan maklumat resmi, pembelajaran tetap berjalan seperti biasa,” tambahnya mengenai suasana pondok jelang ujian di Pondok Modern Darussalam Gontor.
Berbeda dengan kebanyakan santri, kekhawatiran Anita Fatmawati (39) terhadap putrinya, Azelia Salsabila Iskandar, di Gontor Putri bukan larangan untuk datang ke Gontor melainkan alat bantu pendengaran yang digunakan. Azel, panggilan Azelia, merupakan santriwati pengguna implan klokea untuk membantu pendengarannya.
“Sebetulnya kami juga khawatir. Tetapi kekhawatiran kami seputar perawatan alat bantu pendengarannya. Saya sempat bertanya dalam hati apakah anak saya bisa mengikuti pola pengasuhan santri di Gontor,” papar Anita. “Tetapi, saya yakin bahwa pondok akan fokus mendidik setiap santri,” imbuhnya.
“Alhamdulillah, Gontor mendukung pendidikan bagi anak saya. Sekalipun pandemi COVID-19 menyeruak, semua komunikasi terbatas, tetapi kita mengetahui kondisinya baik-baik saja. Alhamdulillah, kita mengetahui kondisi anak-anak kondisinya baik saja. Sisanya, komunikasi terus dijaga dengan pihak pondok,” ucap Anita.
Kedewasaan Santri
Ketimbang mengomentari dan berspekulasi seputar perpulangan, Zunaedy, wali santri asal Bekasi, justru mendapatkan kejutan dari putranya, Habiburrahman El-Faraji. Dalam sambungan telepon kepada Majalah Gontor, Zunaedy berkisah tentang sikap dewasa yang dihadapi putra keduanya tersebut.
Alkisah, Zunaedy mendaftarkan dua putranya untuk mengikuti ujian masuk Pondok Modern Darussalam Gontor pada tahun 2019 silam. Namun, hasilnya tidak sesuai harapan: sang kakak, Muhammad Aziz Zelda, diterima di Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 5 Darul Qiyam Magelang. Sementara Habib, panggilan Habiburrahman El Faraji, belum diterima.
Habib, lanjut Zunaedy, sempat down saat dirinya dinyatakan tidak lulus ujian masuk Gontor. Namun, Zunaedy membesarkan hatinya. Konsultasi dengan pengurus Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Bekasi yang mendampingi putranya saat itu menginisiasi putranya untuk masuk ke pondok alumni.
“Waktu itu, saya minta Habib agar masuk pondok alumni. Akhirnya, saya daftarkan dia ke Pondok Pesantren Al-Khair di Ponorogo. Harapannya, tahun depan ia bisa mengikuti ujian seleksi masuk Gontor lagi,” ucapnya.
“Tahun ini, alhamdulillah ia mengikuti ujian masuk dengan persiapan yang maksimal. Hasilnya pun memuaskan, ia lulus dan ditempatkan di Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 1,” ujar pria Betawi tersebut.
Saat itu, IKPM Bekasi menyarankan agar Habib mengikuti ujian akselerasi di kelas 2 dan akhirnya ia lulus dan diizinkan untuk duduk di kelas 2. Tetapi, kesempatan itu tidak diambil olehnya. Zunaedy pun berisak tangis mendengar keputusan berani putra keduanya tersebut.
“Alhamdulillah Habib ikut akselerasi naik kelas 2 dan lulus. Tapi ada yang membanggakan saya. Ia justru minta turun ke kelas 1 lagi.”
“Saya pernah mengatakan bahwa dua putra saya bak busur panah yang harus mundur dan melesat kencang saat dilepas. Lalu Habib bilang bahwa ada sesuatu yang hilang andai ia langsung duduk di kelas 2.”
“Akhirnya, ia memutuskan untuk balik ke kelas 1 untuk menemukan kepingan ilmu yang hilang itu. Mendengar informasi itu, saya merasa bangga sambil sesekali air mata saya tanpa terasa mengalir di pipi.”
“Bagi saya, santri Gontor selalu memberikan kejutan bagi orang tuanya,” kata Zunaedy yang menangis saat berbagi kisah membanggakan tersebut.
Suka duka menjadi santri memang tidak terelakkan di masa pandemi. Namun, kekuatan mental wali santri dalam mendidik serta mengarahkan anaknya untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak patut diacungi jempol.
Barangkali, wali santri Gontor pernah mendengar putra/putrinya menghafal mahfudzat ini serta menerapkannya. Mahfudzat yang dimaksud yaitu man lam yadzuq dzulla al-ta’allumi sā’atan, tajarra’a dzull al-jahli tula hayatinhi. Artinya, barangsiapa yang belum merasakan kegetiran/sulitnya masa belajar, kelak akan merasakan getirnya/sulitnya kebodohan sepanjang hidupnya. []