“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…”
Pendahuluan
Dakwah merupakan istilah khas dalam tradisi keilmuan Islam yang bertujuan menganjurkan umatnya agar senantiasa menyeru manusia kepada jalan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ. Secara etimologi, kata dakwah berasal dari kata da’a -yad’u yang berarti memanggil, mengajak atau menyeru.
Pengertian secara etimologis ini dapat ditemui dalam surat Ali-Imran ayat 104. Adapun secara terminologi ia berarti menyampaikan dan mengajarkan risalah Islam kepada seluruh manusia agar diterapkan dalam kehidupannya.
Kaum Muslimin masih sangat terbatas sekali dalam usaha dakwah Islam secara global atau internasional yang sesuai dengan perkembangan zaman untuk mendakwahkan aqidah shahihah.
Al-Qur’an telah menggambarkan metodologi dakwah dengan jelas dalam beberapa ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang secara global tersirat dalam firman Allah SWT; “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…”
Ayat di atas menjelaskan dakwah dengan bijaksana (hikmah) yang memuaskan rasio, wejangan (mauidzah) yang menggerakan hati. Dakwah ini harus dilakukan secara argumentatif dan meyakinkan (nyata) sebagaimana firman Allah kepada Rasul-Nya:
“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata…’.
Kita mengetahui bahwa perang yang dihadapi kaum Muslim di era milineal adalah perang pemikiran dan perang kebudayaan.
Oleh karena itu, kita harus memerangi musuh kita sebagaimana musuh kita memerangi kita. Salah satunya yaitu dengan cara berdakwah baik lisan maupun tulisan ataupun dakwah bil haal dan yang terpenting tujuan akhir dari itu semua adalah untuk menegakkan agama Allah,
yaitu agama Islam.
Dalam praktiknya, dakwah Islam semakin hari mengalami tantangan dan rintangan yang luar biasa sesuai dengan perkembangan zaman di era globalisasi ini. Tantangan tersebut diklasifikasikan menjadi dua yaitu tantangan internal dan eksternal.
Pertama, tantangan dakwah yang bersifat ekternal di antaranya ialah tantangan dari non Muslim yang menghalangi dakwah Islam dengan berbagai cara; mulai dari
penyebaran fitnah terhadap umat Islam sampai mewacanakan sesuatu yang memicu ketegangan dan kebingungan di kalangan umat dengan dimunculkannya isu-isu atau ideologi kontemporer dengan tujuan menghancurkan peradaban Islam.
Kedua, tantangan internal lebih disebabkan karena kurangnya ilmu agama sebagian umat Islam, sehingga mereka tidak mampu memahami Islam secara benar, universal dan konperhenshif.
Tantangan dakwah islam kontemporer secara internal yang terjadi di era milenial dewasa ini adalah: Pertama, Kejumudan Berfikir, yaitu berfikir stagnan dan tidak menerima hal-hal baru yang belum ia ketahui. Ia hanya mengamalkan ajaran Islam yang ia ketahui saja tanpa adanya pengembangan keilmuan Islam yang lainnya.
Kedua, Munculnya Fanatisme, yaitu taasub terhadap suatu golongan tertentu dan menyalahkan luar golongannya. Hal ini menyebabkan perpecahan umat Islam dewasa ini. Mereka hanya mengikuti ajaran golongan atau nenek moyangnya meskipun kebenarannya mesti dipertanyakan.
Ketiga, Sering terjadi ikhtilaf (perbedaan) Pendapat masalah furuiyah antar-ormas Islam. Padahal perbedaan ini hanya bersifat furu’iyah dan para ulama sudah berijtihad dan menyelesaikan masalah tersebut.
Keempat, Kemiskinan Ilmu tentang Pengetahuan Islam, yaitu kurang minatnya umat islam dalam mengkaji tradisi keilmuan islam. Hal ini terindikasi karena malasnya membaca, menulis maupun meneliti keilmuan islam karena terlena dengan kecanggihan IT yang modern.
Kelima, Terjadinya kemusyikan. Hal ini muncul karena kurang kuatnya keimanan umat islam yang disebabkan minimnya keilmuan mereka terhadap Islam. Sehingga konsep tauhid banyak diselewengkan. Ataupun kurangnya dakwah Islam tentang kekuatan iman kepada Allah SWT.
Tantangan Eksternal Dakwah Islam Kontemporer
Tantangan dakwah Islam kontemporer secara eksternal yang terjadi di era milenial dewasa ini adalah munculnya budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia seperti western life style, western thinking style, ataupun Teknologi yang canggih dan keilmuan yang berkiblat kepada peradaban Barat.
Selain itu muncul pula hegemoni politik, ekonomi dan budaya asing.
Tantangan eksternal yang lain adalah munculnya infiltasi ideologi-ideologi kontemporer yang berasal dari peradaban barat.
Infiltrasi tersebut adalah: Pertama, Pluralisme Agama (Menganggap semua agama benar). Pluralisme didefinisikan “In the social sciences, pluralism is a framework of interaction in which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilation”.
Pengertian pluralisme dapat disimpulkan menjadi dua kelompok. Pertama, pengakuan terhadap keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, agama, suku, aliran, maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik di antara kelompok-kelompok tersebut (the existence within society of diverse grups, as in religion, race, or ethnic origin, which contribute to the cultural matrix of the society while retaining their distinctive characters).
Kedua, doktrin yang memandang bahwa tidak ada pendapat yang benar atau semua pendapat adalah sama benarnya (No view is true, or
that all view are equally true).
Kedua, Relativisme (Menafikan Kebenaran/Tidak menganggap kebenaran yang absolut). Relativisme adalah pandangan bahwa kebenaran itu tergantung pada waktu dan tempat, serta pikiran dan pandangan orang yang mengamatai; tak ada kebenaran mutlak.
Dalam doktrinnya, relativisme mengajarkan bahwa di sana tidak ada lagi nilai-nilai yang memiliki kelebihan dari nilai-nilai lain. Agama hanya dipahami dari sudut pandang manusia yang relative, ia tidak berhak mengklaim kebenaran absolut. Relativisme juga dianggap sebagai doktrin global tentang semua ilmu pengetahuan.
Di sini aspek-aspek subyek yang menentukan makna kebenaran itu dapat dipengaruhi oleh latar belakang sejarah, kultur, social, linguistik, dan psikologis.
Ketiga, Feminisme (Equality Gender) Persamaan Gender. Dalam kajian Feminisme Gender bermakna ciri atau sifat yang dihubungkan dengan jenis kelamin tertentu, baik berupa kebiasaan, budaya, maupun perilaku psikologis, bukan perbedaan secara biologis. Pegiat kesetaraan gender secara sederhana membedakan definisi seks sebagai jenis kelamin biologis sejak lahir yakni laki-laki atau perempuan berdasar alat kelamin yang dimiliki.
Keempat, Liberalisme (Manusia harus bebas dari ikatan-ikatan atas nama Tuhan: Memisahkan Manusia dan Agama). Istilah “liberalisme” berasal dari bahasa latin, terbentuk dari asal kata ‘liber’, yang artinya „bebas” atau „merdeka” atau keadaan di mana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Hingga pengunjung
abad ke-18 Masehi, istilah ini terkait erat dengan konsep manusia merdeka, bisa merdeka semenjak lahir ataupun merdeka setelah dibebaskan, yakni mantan budak (freedman) liberalisme ialah kebebasan bagi siapa saja untuk menafsirkan ajaran agama dan kitab sucinya, ketidakterkaitan dengan aturan-aturan maupun keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh pihak gereja, pengakuan otoritas pemerintah vis-a-vis otoritas gereja, dan penghapusan sistem kependetaan (clericalism).
Kelima, Rasionalisme (Menuhankan Akal/Rasio). Kata rasionalisme berasal dari bahasa Inggris yaitu “rationalism”, yang berakar dari bahasa latin yaitu “ratio”. Secara etimologi kata ratio berarti akal, nalar dan alasan (reason). Adapun secara terminologi, rasionalisme bermakna paham filsafat yang menyatakan bahwa akal adalah alat terpenting untuk memperoleh dan mengobservasi pengetahuan dan kebenaran.
Keenam, Sekularisme (Mendikotomi segala sesuatu). Kata sekuler diambil dari Bahasa Latin Saeculum yang memiliki dua konotasi yaitu masa (time) dan tempat (location). Waktu menunjukkan now atau present (sekarang), sedangkan tempat (location) dinisbatkan kepada dunia (world). Istilah Latin lainnya yang mengandung arti mirip dengan saeculum adalah mundus. Akan tetapi, kata saeculum biasanya digunakan untuk menerjemahkan kata Yunani kuno aeon, yang bermakna zaman, sedangkan mundus digunakan untuk menerjemahkan kata Yunani kuno cosmos, yang bermakna ruang (space).
Kesimpulan
Sebagai cendikiawan Muslim yang baik kita harus menjadi problem solver terhadap tantangan dakwah kontemporer ini (Baik intern maupun ekstern) dengan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dilandasi dengan keimanan yang kuat. Indikatornya dengan cara: Pertama, Membaca, Menulis dan Meneliti. Kedua, Berdakwah secara lisan maupun tulisan di Mimbar ataupun Media Sosial.
Ketiga, Mengkaji dan memperdalam tradisi keilmuan Islam dan melakukan Islamisasi Keilmuan Kontemporer yang berasal dari peradaban Barat. Wallahu A’lam.[]