Depok, Gontornews — Bulan Ramadhan sudah di pelupuk mata. Persiapan demi persiapan tentu harus segera dicermati, termasuk cara mengkondisikan anak agar tidak melulu bermain gadget kala berpuasa.
Mengatasi hal tersebut, Pendiri dan Pembina Yayasan Langkah Kita, Ustadz Bendri Jaisyurrahman menekankan bahwa masalah gadget ini sering kita sikapi tidak dengan bijak. “Padahal gadget itu adalah teknologi yang harus kita kuasai sebagai seorang Muslim,” jelasnya kepada Gontornews.com.
Ada tahapan candu dalam berinteraksi dengan gadget. Pertama, using artinya dia memakai berdasarkan kebutuhan seperti untuk kajian atau Zoom. Kedua, misused artinya kebablasan dalam menggunakannya atau jika seharusnya dipakai untuk Zoom, namun diselingi dengan membuka link lainnya. Ketiga, memanfaatkan gadget untuk bermain game.
Menyikapi permasalahan anak bermain gadget ini, tidak bisa kita serta merta melarangnya tanpa memberikan kebutuhan dasar anak terlebih dahulu. Orangtua pun perlu tahu tiga kebutuhan anak yang penting untuk dipenuhi.
Pertama, anak butuh hiburan karena itu ibarat makanan baginya. Jika orangtua tidak memberikan hiburan tersebut, maka itu zalim.
Terkait hal ini, Rasulullah SAW bahkan mengatakan canda tawa seseorang kepada anggota keluarganya adalah dianjurkan dan hal ini diapresiasi oleh Rasulullah SAW. Sehingga bisa dikatakan anak menjadi candu gawai karena tidak dapat kebutuhan dasarnya yakni tertawa.
Kedua, anak itu butuh perhatian. Anak jadi gemar bermain gadget, lalu membuat banyak status karena ia butuh perhatian. Maka, perhatikanlah anak dengan baik dan cukup agar anak dapat membatasi dirinya dalam bermain gawai.
Ketiga, anak butuh fast access. Orangtua yang sering bilang nanti, nanti, dan nanti, itu dapat membuat anak mau langsung berpaling ke gadgetnya.
Setelah mengetahui tiga kebutuhan anak tersebut, orangtua juga perlu mengagendakan kegiatan anak, khususnya di bulan Ramadhan. Sebab anak yang tidak punya agenda kegiatan, dia berpeluang iseng dan rentan berpaling ke gadget.
Selain itu penting untuk diperhatikan orangtua juga, tekan Penggiat Keayahan dan Praktisi Parenting Islami ini, bahwa untuk anak usia 0-2 tahun dia dilarang untuk bermain gawai. Pada usia tiga tahun, anak baru berhak menyaksikan gawai, namun bukan hak menggunakannya.
Kemudian setelah usia mumayyiz, lanjut sang ustadz, anak baru memiliki hak pakai gawai. Itu pun juga harus tetap dibimbing, diawasi, dan dibatasi penggunaannya agar tidak berlebihan. [Edithya Miranti]