Jakarta, Gontornews — Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, Rabu (19/10/2022), menginstruksikan kepada tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup. Kebijakan ini merupakan bentuk kewaspadaan dan pencegahan dari laporan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Acute Kidney Injury/AKI) pada anak.
“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tutur Jurubicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril SpP MPH.
“Sebagai alternatif, (para tenaga kesehatan) dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal) atau lainnya,” sambungnya dalam rilis di laman resmi Kementerian Kesehatan, Rabu.
Tidak hanya itu, Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
Kemenkes, tambah Syahril, pun meminta para orang tua yang memiliki anak balita agar merujuk ke fasilitas kesehatan terdekat saat anaknya melaporkan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual atau muntah.
Para orang tua juga perlu membawa dan menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya serta menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.
Sebagai langkah awal untuk menurunkan dampak fatal dari AKI, Kemenkes, melalui Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), telah membeli antidotum dari luar negeri.
Sejak akhir Agustus 2022 lalu, Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus AKI secara tajam pada anak berusia di bawah 5 tahun. Hingga saat ini, otoritas terkait terus melakukan penelitian serta penelusuran terkait penyebab meningkatnya penyakit yang mengganggu aktivitas ginjal pada anak tersebut.
Per 18 Oktober 2022, Kemenkes telah menerima 206 kasus AKI dari 20 provinsi dari seluruh Indonesia dengan 99 kematian yang terkonfirmasi. Bahkan, RSCM mengonfirmasi angka kematian pasien AKI mencapai 65 persen.
“Dari hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan kejadian AKI dengan Vaksin COVID-19 maupun infeksi COVID-19. Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun. Sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” kata Syahril.
Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Pusat Laboratorium Forensik Polri melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Dalam pemeriksaan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, mereka menemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan AKI. Saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya. [Mohamad Deny Irawan]