Kuliah Shubuh berlangsung sejak berdirinya Gontor baru, yang dulu Gontor lama, yang telah ditinggalkan oleh nenek-kakek kita Mbah Santoso Anom Besari. Namanya Kuliah Shubuh dan mungkin itu termasuk Perintis. Maka sampai sekarang Kuliah Shubuh itu sudah 100 tahun berlangsung. Dulu full full timer-nya Pak Sahal sampai meninggalnya. Kemudian Kuliah Shubuhnya diteruskan sampai ke generasi-generasi sekarang ini. Caranya ya berbeda. Mula-mula sendirian. Setelah itu ada dua orang. Lama-lama ganti karena sesuai dengan kondisi umur dan fisik, mafhum. Maka marilah kita buka Kuliah Shubuh ini dengan sama-sama membaca al-Fatihah.
Sebagaimana biasa, tiap tahun selalu saya buka dengan al-Fatihah. Al-Fatihah itu namanya banyak. Saya senang menamakan al-Fatihah itu ibarat kapal induk, Ummul Kitab, Ummul Furqan. Kapal induk itu kecil apa besar? Bisa untuk apa? Itu landasan apa? Itu untuk landasan jet tempur.
Dalam al-Fatihah, sampai kiamat, dunia itu hanya tiga; yang satu itu Ihdinash Shirathal Mustaqiem, yang satunya lagi al-Maghdhub ‘Alaihim, dan satunya lagi adh-Dhalliin. Jangan lupa, jangan lupa, sampai kiamat hanya ini: yang ada Shirathal Mustaqiem, al-Maghdhub ‘Alaihim, dengan adh-Dhalliin. Celakanya, semua orang mengaku-aku ihdina. Orang yang ingin diatur, ditaati, orang yang ingin mengatur, orang yang memimpin, mengaku dirinya ‘aku yang benar’. Yang lawanku sesat, fahimtum? Saya A, di situ B sesat. Saya A, dia itu C sesat. Laa Tufsiduu Fil Ardhi Qaaluu… Ini dia berlomba-lomba mempredikatkan diri sebagai Mushlihuun. Inilah, sampai orang yang mempunyai modal mengaku dirinya Mushlihuun, yang enggak nurut saya Mufsiduun. Astaghfirullahal ‘Azhim.
Yang mengharamkan zina, mengharamkan mencuri, mengharamkan korupsi, mengharamkan khamar, mengharamkan minuman-minuman keras, narkoba, ini Mufsiduun. Yang boleh narkoba, boleh zina, boleh korupsi, ini Mushlihuun. Inilah dajjal-dajjal modern, fahimtum? Jadi, menghalalkan zina itu Mushlihuun. Inilah dajjal-dajjal modern. Jadi kamu waktu shalat (berdoa) na’uudzubika min syarri fitnatil masiihid dajjal.
Jadi dajjal itu bukan hanya nanti di hari kiamat saja, sekarang pun dajjal-dajjal berkeliaran semua. Astaghfirullahal ‘Azhim. Astaghfirullah. Mereka mengaku Mushlihuun padahal mereka Mufsiduun. Nah, kita ini disuruh Ihdinash Shirathal Mustaqiem, karena kita nanti jangan terseret-seret kepada Maghdhub ‘Alaihim dan Dhalliin.
Dhallun itu sesat, betul? Maghdhub ‘Alaihim sesat, betul? Sekarang ini Maghdhub ‘Alaihim dan dhalliin itu ada di mana-mana, betul? Nah, Fir’aun modern, Qarun modern, Bal’am modern. Bal’am itu seorang ulama, tokoh agama yang diberi ilmu oleh Allah.
وَٱتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ٱلَّذِىٓ ءَاتَيْنَٰهُ ءَايَٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنْهَا
Buka surat Al-A’raf (ayat 175). Di sana Bal’am Namanya, orang yang diberi keistimewaan, kemajuan, otak yang cerdas, sampai apa-apa yang dia minta dikabulkan, berdoa kepada Allah dikabulkan. “Hai Bal’am tolong doakan anak saya bisa sembuh!” “Baik, ya Allah sembuhkanlah dia!” Sembuh. “Bal’am, panen saya kok gagal, tolong supaya disuburkan!” “Ya Allah, suburkanlah tanah dia!” Subur. Siapa itu? Bal’am. Tetapi fansalakha minha, dia terseret oleh kesesatan, oleh setan, akhirnya:
فَأَتْبَعَهُ ٱلشَّيْطَٰنُ فَكَانَ مِنَ ٱلْغَاوِينَ
Baca, baca baik-baik! Yang benar jadi salah, yang salah jadi benar. Inilah, menjauhi Shirathal Mustaqiem, kata-kata ulama gak didengarkan. Syariah ditinggalkan. Adab sopan santun ditinggalkan, betul? Betul. Hukum-hukum diterjang, betul? Lah iya, Astaghfirullahal‘Azhim. Nilai-nilai etika ditinggalkan, betul? Betul… Astaghfirullahal‘Azhim, Laa Haula wa Laa Quwwata illa Billahil ‘Aliyyil ‘Azhim, maka Shirathal Mustaqiem tetap, Ushikum wa Iyyaya.
Anak-anakku, Shirathal Mustaqiem itu tetap meskipun kamu minoritas. Meskipun minoritas, yang tegak, harus tegak. Yang benar harus tegak, kalah atau menang yang benar harus tegak. Meskipun satu kalau benar harus ditegakkan, harus tegak di tengah-tengah 99 yang salah, 99 yang batil, 99 yang sesat. Satu tetap harus tegak, betul? Betul… tidak ada istilah minoritas-mayoritas dalam kebenaran. []