“Jihad damai itu bentuknya banyak. Jihad di bidang pendidikan, di bidang ekonomi, di bidang politik dan lain-lain. Jihad untuk perbaikan masyarakat dengan dakwah itu adalah jihad damai,” kata Achmad Satori di Jakarta seperti dkutip Antara.
Menurut dia, di bulan Ramadan ini, berjihad di jalan kemanusiaan menjadi pilihan terbaik umat Muslim, terutama Muslim Indonesia yang hidup bersama dengan umat beragama lain.
Guru Besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskan bahwa jihad tidak identik dengan kekerasan dan perang. Kekerasan justru tidak sesuai dengan ajaran Islam.
“Jihad itu jangan dikonotasikan dengan perang dan kekerasan. Jihad harus dilakukan sesuai konteksnya. Al Quran menyebut bahwa jihad sebaiknya dilakukan dengan harta dulu, misalnya mengentaskan kemiskinan. Itu salah satu bentuk jihad. Menolong orang-orang yang tertindas itu juga jihad,” katanya.
Karena itu, dia sangat menghargai ustad-ustad yang berada di pelosok Indonesia yang berusaha membangun umat menuju kondisi yang lebih baik karena itu juga bentuk jihad.
Rektor UIN Jakarta Prof Dr Dede Rosyada MA mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, damai, dan penuh toleransi. Menurutnya, jihad damai adalah ide-ide untuk membentuk masyarakat yang harmoni.
“Masyarakat yang rukun satu sama lain adalah bentuk jihad damai. Jihad damai adalah bagaimana masyarakat yang cinta damai dan mewujudkan harmoni,” katanya.
Umat muslim di Indonesia, menurut Dede, harus menjaga dengan baik konsepunity in diversity yang pernah diperjuangkan oleh tokoh-tokoh Muslim di awal kemerdekaan karena Islam di Indonesia berada di antara penduduk yang beragam.
“Ide unity in diversity, munculnya konsep Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila adalah gagasan besar dari pejuang Indonesia termasuk tokoh-tokoh agama, seperti KH Hasyim Ashari, KH Wahid Hasyim dan lain-lain. Mereka menggotong konsep itu karena yakin kita bisa harmoni di tengah keberagaman,” katanya.
Karena itu, lanjutnya, tidak selayaknya apabila saat ini masih ada yang berpikir bagaimana membentuk negara berdasar satu akidah karena hal itu akan membuat Indonesia terpecah.
“Jihad damai itu bentuknya banyak. Jihad di bidang pendidikan, di bidang ekonomi, di bidang politik dan lain-lain. Jihad untuk perbaikan masyarakat dengan dakwah itu adalah jihad damai,” kata Achmad Satori di Jakarta seperti dkutip Antara.
Menurut dia, di bulan Ramadan ini, berjihad di jalan kemanusiaan menjadi pilihan terbaik umat Muslim, terutama Muslim Indonesia yang hidup bersama dengan umat beragama lain.
Guru Besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskan bahwa jihad tidak identik dengan kekerasan dan perang. Kekerasan justru tidak sesuai dengan ajaran Islam.
“Jihad itu jangan dikonotasikan dengan perang dan kekerasan. Jihad harus dilakukan sesuai konteksnya. Al Quran menyebut bahwa jihad sebaiknya dilakukan dengan harta dulu, misalnya mengentaskan kemiskinan. Itu salah satu bentuk jihad. Menolong orang-orang yang tertindas itu juga jihad,” katanya.
Karena itu, dia sangat menghargai ustad-ustad yang berada di pelosok Indonesia yang berusaha membangun umat menuju kondisi yang lebih baik karena itu juga bentuk jihad.
Rektor UIN Jakarta Prof Dr Dede Rosyada MA mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, damai, dan penuh toleransi. Menurutnya, jihad damai adalah ide-ide untuk membentuk masyarakat yang harmoni.
“Masyarakat yang rukun satu sama lain adalah bentuk jihad damai. Jihad damai adalah bagaimana masyarakat yang cinta damai dan mewujudkan harmoni,” katanya.
Umat muslim di Indonesia, menurut Dede, harus menjaga dengan baik konsepunity in diversity yang pernah diperjuangkan oleh tokoh-tokoh Muslim di awal kemerdekaan karena Islam di Indonesia berada di antara penduduk yang beragam.
“Ide unity in diversity, munculnya konsep Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila adalah gagasan besar dari pejuang Indonesia termasuk tokoh-tokoh agama, seperti KH Hasyim Ashari, KH Wahid Hasyim dan lain-lain. Mereka menggotong konsep itu karena yakin kita bisa harmoni di tengah keberagaman,” katanya.
Karena itu, lanjutnya, tidak selayaknya apabila saat ini masih ada yang berpikir bagaimana membentuk negara berdasar satu akidah karena hal itu akan membuat Indonesia terpecah.
“Jihad damai itu bentuknya banyak. Jihad di bidang pendidikan, di bidang ekonomi, di bidang politik dan lain-lain. Jihad untuk perbaikan masyarakat dengan dakwah itu adalah jihad damai,” kata Achmad Satori di Jakarta seperti dkutip Antara.
Menurut dia, di bulan Ramadan ini, berjihad di jalan kemanusiaan menjadi pilihan terbaik umat Muslim, terutama Muslim Indonesia yang hidup bersama dengan umat beragama lain.
Guru Besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskan bahwa jihad tidak identik dengan kekerasan dan perang. Kekerasan justru tidak sesuai dengan ajaran Islam.
“Jihad itu jangan dikonotasikan dengan perang dan kekerasan. Jihad harus dilakukan sesuai konteksnya. Al Quran menyebut bahwa jihad sebaiknya dilakukan dengan harta dulu, misalnya mengentaskan kemiskinan. Itu salah satu bentuk jihad. Menolong orang-orang yang tertindas itu juga jihad,” katanya.
Karena itu, dia sangat menghargai ustad-ustad yang berada di pelosok Indonesia yang berusaha membangun umat menuju kondisi yang lebih baik karena itu juga bentuk jihad.
Rektor UIN Jakarta Prof Dr Dede Rosyada MA mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, damai, dan penuh toleransi. Menurutnya, jihad damai adalah ide-ide untuk membentuk masyarakat yang harmoni.
“Masyarakat yang rukun satu sama lain adalah bentuk jihad damai. Jihad damai adalah bagaimana masyarakat yang cinta damai dan mewujudkan harmoni,” katanya.
Umat muslim di Indonesia, menurut Dede, harus menjaga dengan baik konsepunity in diversity yang pernah diperjuangkan oleh tokoh-tokoh Muslim di awal kemerdekaan karena Islam di Indonesia berada di antara penduduk yang beragam.
“Ide unity in diversity, munculnya konsep Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila adalah gagasan besar dari pejuang Indonesia termasuk tokoh-tokoh agama, seperti KH Hasyim Ashari, KH Wahid Hasyim dan lain-lain. Mereka menggotong konsep itu karena yakin kita bisa harmoni di tengah keberagaman,” katanya.
Karena itu, lanjutnya, tidak selayaknya apabila saat ini masih ada yang berpikir bagaimana membentuk negara berdasar satu akidah karena hal itu akan membuat Indonesia terpecah.
“Jihad damai itu bentuknya banyak. Jihad di bidang pendidikan, di bidang ekonomi, di bidang politik dan lain-lain. Jihad untuk perbaikan masyarakat dengan dakwah itu adalah jihad damai,” kata Achmad Satori di Jakarta seperti dkutip Antara.
Menurut dia, di bulan Ramadan ini, berjihad di jalan kemanusiaan menjadi pilihan terbaik umat Muslim, terutama Muslim Indonesia yang hidup bersama dengan umat beragama lain.
Guru Besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskan bahwa jihad tidak identik dengan kekerasan dan perang. Kekerasan justru tidak sesuai dengan ajaran Islam.
“Jihad itu jangan dikonotasikan dengan perang dan kekerasan. Jihad harus dilakukan sesuai konteksnya. Al Quran menyebut bahwa jihad sebaiknya dilakukan dengan harta dulu, misalnya mengentaskan kemiskinan. Itu salah satu bentuk jihad. Menolong orang-orang yang tertindas itu juga jihad,” katanya.
Karena itu, dia sangat menghargai ustad-ustad yang berada di pelosok Indonesia yang berusaha membangun umat menuju kondisi yang lebih baik karena itu juga bentuk jihad.
Rektor UIN Jakarta Prof Dr Dede Rosyada MA mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, damai, dan penuh toleransi. Menurutnya, jihad damai adalah ide-ide untuk membentuk masyarakat yang harmoni.
“Masyarakat yang rukun satu sama lain adalah bentuk jihad damai. Jihad damai adalah bagaimana masyarakat yang cinta damai dan mewujudkan harmoni,” katanya.
Umat muslim di Indonesia, menurut Dede, harus menjaga dengan baik konsepunity in diversity yang pernah diperjuangkan oleh tokoh-tokoh Muslim di awal kemerdekaan karena Islam di Indonesia berada di antara penduduk yang beragam.
“Ide unity in diversity, munculnya konsep Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila adalah gagasan besar dari pejuang Indonesia termasuk tokoh-tokoh agama, seperti KH Hasyim Ashari, KH Wahid Hasyim dan lain-lain. Mereka menggotong konsep itu karena yakin kita bisa harmoni di tengah keberagaman,” katanya.
Karena itu, lanjutnya, tidak selayaknya apabila saat ini masih ada yang berpikir bagaimana membentuk negara berdasar satu akidah karena hal itu akan membuat Indonesia terpecah.