London, Gontornews — Inggris berhutang kepada empat dokter yang telah berjuang di garis depan pandemi coronavirus yang telah meninggal setelah tertular COVID-19. Keempat pejuang itu — Alfa Sa’adu, Amged el-Hawrani, Adil El Tayar dan Habib Zaidi – adalah Muslim yang memiliki silsilah keturunan di Afrika, Asia dan Timur Tengah.
Dr Salman Waqar, sekretaris jenderal Asosiasi Medis Islam Inggris, mengatakan kontribusi para dokter itu “tak ternilai”. “Mereka adalah pria yang mencintai keluarga, dokter senior yang berkomitmen, dan pelayanan berdedikasi selama puluhan tahun bagi komunitas dan pasien mereka,” katanya.
“Mereka memberikan pengorbanan tertinggi saat melawan penyakit ini. Kami mendesak semua orang untuk memberikan kontribusi mereka dan menghentikan kematian lebih lanjut dengan tinggal di rumah, membantu NHS, menyelamatkan hidup.”
Inggris khawatir kekurangan tenaga medis di tengah pandemi, yang sejauh ini telah menewaskan 2.352 orang dan menginfeksi 29.474 menurut angka pemerintah. Kematian para dokter itu telah membuka tabir kontribusi vital tenaga medis berlatar belakang minoritas kepada Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS).
NHS merupakan lembaga yang banyak menampung petugas/pekerja Black and Minority Ethnic (BME) di Inggris. Sebanyak 40,1 persen pekerja medis di NHS berlatar belakang BME.
Priti Patel, menteri dalam negeri Inggris, mengumumkan pada hari Selasa (31/3) bahwa sekitar 2.800 staf medis yang visanya kedaluwarsa sebelum 1 Oktober, akan memperpanjang visa mereka selama satu tahun “gratis”.
Inilah profil singkat keempat dokter yang telah meninggal itu:
Amged el-Hawrani. Lahir di Sudan, anak kedua dari enam bersaudara, Amged el-Hawrani adalah spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan di rumah sakit universitas di Inggris utara.
Meskipun tidak memiliki masalah kesehatan sebelumnya, el-Hawrani meninggal di rumah sakit pada hari Sabtu dalam usia 55 tahun.
Adik bungsunya, Amal, memberikan penghormatan kepada saudaranya yang tanpa pamrih “menanggung beban orang lain” dan menjadi “figur ayah” setelah kematian ayah dan kakak tertua mereka.
“Amged orang yang sangat kuat dalam karakter, baik secara mental dan fisik, tetapi tenang dan lembut,” katanya. “Kekuatannya selalu digunakan untuk kebaikan. Dia adalah seorang pelindung, shielder, berjuang untuk orang-orang, berjuang untuk saudara-saudaranya.”
Beberapa pekan sebelum kematiannya, el-Hawrani mengkhawatirkan ibunya yang sudah lanjut usia yang sakit lagi setelah sembuh dari pneumonia. El-Hawrani menyelesaikan shift malamnya dan berkendara cukup jauh untuk menjenguknya di Bristol, di Inggris barat daya. Pada saat itu, ia memiliki gejala flu ringan karena terlalu banyak bekerja.
Pemakamannya berlangsung pada hari Selasa (31/3), dengan hanya dihadiri keluarga dekat. Dia dimakamkan di Bristol.
Habib Zaidi. Dokter umum asal Pakistan. Habib Zaidi pindah ke Inggris hampir 50 tahun lalu dan bekerja di Leigh-on-Sea di Essex, Inggris tenggara, selama lebih dari 45 tahun. Pada hari Rabu (1/4), pada usia 76 tahun, meninggal karena terpapar COVID-19.
Dia telah mengasingkan diri selama seminggu sebelum dibawa ke rumah sakit dan meninggal 24 jam kemudian di unit perawatan intensif. Keluarganya mengatakan, mereka sangat kehilangan atas kematiannya.
Christine Playle (73), salah satu mantan pasien Zaidi yang melakukan operasi kecil kurang dari tiga minggu sebelum kematiannya, mengatakan dia “terkejut dan sedih”.
“Dr Zaidi seorang dokter yang sangat disukai dan dihormati dan merupakan dokter umum yang paling didambakan — ramah, peduli, dan periang,” katanya kepada Aljazeera.
“Dia adalah seorang dokter yang berdedikasi, dan pengabdian itu telah merenggut nyawanya.”
Sesuai dengan protokol penanganan virus, hanya keluarga dekatnya yang menghadiri pemakamannya. Jandanya kini telah mengasingkan diri.
Adil El Tayar. Adil El Tayar, seorang ahli bedah NHS, meninggal pada 25 Maret, dalam usia 64 tahun. Konsultan transplantasi organ, itu lulus dari Universitas Khartoum, Sudan, pada tahun 1982.
El Tayar telah bekerja di Rumah Sakit Wilayah Hereford di Inggris barat sebagai sukarelawan di bagian IGD. Keluarganya percaya bahwa dia terpapar virus corona.
Dia mulai mengisolasi diri ketika menunjukkan gejala tetapi akhirnya dirawat di rumah sakit dan menerima ventilator.
Duta Besar Inggris untuk Sudan, Irfan Siddiq, memberikan penghormatan kepada ayah empat anak itu di Twitter dan berterima kasih kepada petugas kesehatan karena menunjukkan “keberanian luar biasa”.
Wartawan BBC Zeinab Badawi, sepupunya, mengatakan, “Dia ingin ditempatkan di posisi yang paling berguna baginya dalam krisis.”
“Hanya butuh 12 hari bagi Adil untuk beralih dari dokter yang tampaknya sehat dan mampu bekerja di rumah sakit yang sibuk menjadi jasad di kamar mayat rumah sakit,” tambahnya.
Pemakamannya sedang diusahakan pekan ini.
Alfa Sa’adu. Alfa Sa’adu, yang lahir di Nigeria, bekerja di NHS selama hampir 40 tahun. Dia meninggal pada hari Selasa (31/3) dalam usia 68 tahun setelah pertempuran dua pekan dengan virus.
Sa’adu memulai karir medisnya sebagai dokter konsultan di bidang kedokteran geriatric. Ia datang ke London dan lulus dari University College Hospital Medical School pada tahun 1976. Dia kemudian menjadi direktur medis sebelum pensiun dan menjadi sukarelawan.
Putra Sa’adu, Dani mengatakan kepada Aljazeera, “Dia pria yang sangat bersemangat, yang peduli menyelamatkan orang. Segera setelah Anda berbicara dengannya tentang obat-obatan, wajahnya akan ‘menyala’. Dia bekerja untuk NHS selama hampir 40 tahun di berbagai rumah sakit di seluruh London.
“Dia suka mengajar orang-orang di dunia kedokteran, dia melakukannya di Inggris dan Afrika. Ayah saya pensiun dan bekerja paruh waktu di Rumah Sakit Ratu Victoria Memorial di Welwyn, Hertfordshire sampai meninggal dunia. Dia mempunyai perhatian sangat besar kepada keluarga, keluarga lebih penting. Dia meninggalkan dua putra dan seorang istri, yang juga pensiunan dokter.”
Mantan Ketua Senat Nigeria, Abubakar Bukola Saraki, memberikan penghormatan kepada Sa’adu di Twitter. Dia mengatakan, Sa’adu telah memberikan “teladan untuk orang-orang kami di diaspora”. []