“Internal, internal, no viral, no plintar-plintir”
(Kiai-Santri, Ustadz-Tilmidz, Guru-Murid, Bapak-Anak)
Amanat, Wasiat: pesan, nasihat dan pengarahan untuk yang:
ingin, akan, sedang merintis, atau mengelola pesantren modern.
Ungkapan-ungkapan kecintaan, bukan ujaran kebencian.
Bencana kecemasan: ketidakpastian dan ketidakmenentuan lebih menyiksa daripada bencana akhlak. Bencana akhlak lebih menyakitkan daripada bencana alam. Renungkanlah!
Untung ada pesantren…
Penduduk Indonesia tidak hanya 50 juta; 270 juta, kiai…
Al-Fatihah harus dibaca dalam shalat, why?
Beruntung di negeri ini ada pesantren…
Pesantren kiai asli, atau kiai panggilan masyarakat, atau kiai kebutuhan miliu, atau kiai motif keduniaan, atau kiai kebutuhan kepentingan yang lain?
5W, 1H, why and what for?
Evaluasi, muhasabah, amilu-s-shalihaat, itu bukan untuk dipidatokan, naaak! Keteladanan, ibda’ binafsik! Maju-mundur, sukses-gagal pembinaan pribadi, keluarga, masyarakat, umat, bangsa, negara, karena faktor internal.
Nasib diinu-l-fithrah, posisi arkaan/pilar-pilar kehidupan.
Saat ini semua upaya menghidupkan tuntunan diinu-l-fithrah, mujtama’u-l-fithrah, upaya menghidupkan tuntunan dan pedoman abadi hakikat, misi, nilai-nilai, prinsip-prinsip kehidupan Pondok Pesantren, selalu (diupayakan) TSM agar disingkirkan, ditinggalkan, atau dihancurkan, dimusnahkan, dipunahkan, dilenyapkan oleh Kaum Lan Tardha (KLT): Al Maghdhuub’alaihim dan Ad Dhaalliin.
Ada juga alumni yang terseret bisikan/teror dari luar sehingga lupa dan meninggalkan nilai-nilai pesantren. Ada yang kluyuran mencari dana, mencari pengakuan, popularitas, fasilitas, mencari keduniaan apa lagi.
Lebih dari itu, karena satu dan lain sebab dan motif, ada yang ikut-ikut mengkritik almamater, berdalih memperbaiki, “memberi masukan positif konstruktif “dan/atau “bualan-bualan ilimiah, mentereng” dan/atau semacamnya, yang banyak tertulis di rujukan-rujukan perpustakaan-perpustakaan dunia. Padahal rumusan-rumusan pembinaan pesantren amat sangat banyak sekali yang berbeda, bahkan bertentangan dengan pola pembinaan-pembinaan di luar.
Para kiai pun bertekad kuat, siap menghadapi risiko-risiko ide, nilai-nilai, sistem dan orientasi pembinaannya. “Mungkin saja kami yang salah dan Anda yang benar, tetapi kami bebas: menolak kebenaran Anda”. Cukup! Selesai!
Itulah ungkapan indah dan sopan kecintaan kiai yang selamanya ber-identitas, ber- shibghah: Percaya, Yakin, Iman.
Pondok pesantren bermodal dan berangkat dari kekuatan: Iman, di atas Yakin, di atas Percaya. Itulah yang kemudian mendatangkan: Ikhlas, Taat, Patuh, Ridha Keluarga Besar Pesantren dalam proses pendidikan hingga perjalanan hidupnya: melaksanakannya, siap menanggung segala risikonya. [] Bersambung