Tangerang, Gontornews — Dewasa ini, Anak yang Dilacurkan (selanjutnya disebut AYLA) merupakan potret wajah buram perempuan Indonesia, antara lain tercermin dalam pelecehan seksual sampai dengan perdagangan anak untuk dieksploitasi. Masalah AYLA tidak hanya soal kemanusiaan, tetapi juga masalah nasional dan internasional.
Mereka (AYLA) pada umumnya menjadi korban eksploitasi/kekerasan seksual dan trafficking. Karena itu, mereka perlu mendapat perlindungan dan penyelamatan dari segala bentuk bujukan/penipuan, pemaksaaan, dan kekerasan seksual, baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab seperti orang tua, kerabat, aparat desa, dan germo/mucikari.
Fenomena AYLA yang secara kuantitas cenderung meningkat sungguh memprihatinkan kita semua, karena mereka akan kehilangan masa depan. Data Kepolisian Republik Indonesia menunjukkan adanya 40.000-70.000 jiwa anak usia dibawah 18 tahun sebagai korban eksploitasi seksual komersial. Sebagian besar mereka adalah anak perempuan dan mayoritas mereka beragama Islam.
Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan berikut ini, pertama, bagaimana model manajemen penanggulangan AYLA di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) ditinjau dari komunkasi Islam (dakwah) dan apakah cukup efektif untuk pencegahan, pemulihan serta rehabilitasi anak yang dilacurkan? Kedua, bagaimana hubungan interaksi antara AYLA, pengurus RPSA, dan stakeholders? Ketiga, sejauh mana nilai- nilai dakwah Islam dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penanggulangan masalah-masalah AYLA?
Peneliti, Dr Fatmawati MA dalam hal ini pun menggunakan pendekatan data kualitatif dan pendekatan manajemen komunikasi inter dan antarpersonal atau model dakwah fardiyyah wa jama’iyyah dengan memosisikan RPSA sebagai objek studi kasus.
Berdasarkan penelitiannya, putri dari pasangan H M Amir Abduh dan Hj Fatimah Pattola tersebut pun lantas menyimpulkan bahwa satu, manajemen penanggulangan AYLA di RPSA cukup efektif untuk pencegahan, pemulihan, dan rehabilitasi AYLA. Model manajemen yang dikembangkan RPSA sebagai temprory shelter dalam penanganan dan pelayanan AYLA menekankan tujuh langkah bergradasi, yaitu pendekatan awal (intake proses), pertolongan pertama, assesment, rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, evaluasi, dan terminasi.
Sedangkan proses hubungan interaksi (komunikasi organisasi) yang dikembangkan dalam penanggulangan AYLA didasarkan pada prinsip-prinsip. A. Nondiskriminasi, yaitu setiap anak berhak memperoleh pelayanan secara manusiawi dan adil tanpa membeda-bedakan dari segi jenis kelamin, agama, suku, kebangsaan, dan status sosial budaya lainnya. Menghargai anak sebagai manusia seutuhnya yang memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Menerima keberadaan anak apa adanya sebagai individu yang mempunyai harga diri, potensi, kelebihan dan kemampuan, serta mempunyai sikap empati. “Dan menghadapi anak sebagai induvidu yang berbeda dengan yang lainnya/unik dari segi potensi, bakat, minat, ciri-ciri, latar belakang, kondisinya saat ini, cita-cita, dan harapan masa depannya,” terang istri Prof Dr Ade Sofyan Mulazid MH tersebut.
Prinsip kepentingan terbaik anak, yaitu mengupayakan semua keputusan, kegiatan, dan dukungan dari berbagai pihak seperti kepolisian, pengadilan, dan instansi pemerintah lainya, organisasi internasional dan nasional, serta masyarakat untuk membantu anak yang membutuhkan perlindungan khusus dan semata untuk kepentingan terbaik anak.
Selanjutnya, lanjut Dr Fatmawati, mengupayakan suatu lingkungan yang terbaik bagi anak yang membutuhkan perlindungan, khususnya untuk dapat hidup, berkembang, dan memperoleh masa depan secara lebih baik.
Prinsip mengutamakan hak anak akan hidup, kelangsungan hidup, dan tumbuh kembang, yaitu kegiatan disusun untuk meningkatkan perkembangan anak berdasarkan kemampuan dan tugas-tugas perkembangannya, juga menghargai bahwa setiap anak mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri.
Prinsip menghormati pandangan anak yaitu pandangan anak perlu didengar dan diperhatikan sesuai dengan usia dan kematangan mereka di dalam setiap proses pembahasan dan pengambilan keputusan setiap kegiatan. Mendorong, memberikan kesempatan, dan melibatkan anak seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan, serta menumbuhkan tanggung jawab dan keterlibatan anak dalam upaya pemecahan masalahnya dan menghindarkan ketergantungan pada pelayanan.
Menghormati hak anak untuk menentukan keputusan bagi dirinya sendiri dan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengambil keputusannya tersebut. Kemudian menumbuhkan dan memelihara komunikasi yang efektif dan jelas dengan anak dalam rangka membantu mencapai tujuan yang ditetapkan bersama.
Dua, komunikasi organisasi di lingkungan RPSA, baik antar AYLA maupun dengan pembina dan stakeholder dengan komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal secara verbal maupun non verbal. Sehingga penanggulangan dan penanganan masalah anak-anak korban eksploitasi seksual berjalan lancar.
Kemudian hubungan komunikasi yang komunikatif dalam organisasi antara atasan dan bawahan yaitu petugas profesi di lingkungan RPSA. Sehingga tercipta lingkungan kekeluargaan yang harmonis dalam menjalankan program penanggulangan dan penanganan AYLA.
Tiga, penanggulangan, pencegahan, pendampingan, perlindungan, advokasi, pemulihan, dan rehabilitasi AYLA adalah bagian dari dakwah Islam. Nilai-nilai dakwah Islam yang tercermin dalam visi Islam sebagai rahmatan li al-‘alamin dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penanggulangan AYLA di masa mendatang. Karena nilai-nilai dakwah Islam itu bersifat universal, humanis, sesuai dengan fitrah dan berbagai kebutuhan anak seperti, kebutuhan fisik-biologis, psikologis, sosiologis, maupun kebutuhan beragama.
Pada kesimpulan disertasi yang berjudul, Manajemen Penanggulangan Anak Yang Dilacurkan Dalam Perspektif Dakwah Islam (Studi Kasus: Di Rumah Perlindungan Sosial Anak), ibu dua orang anak ini pun menambahkan bahwa dakwah Islam dalam penanggulangan AYLA di RPSA dapat berfungsi efektif, jika didasarkan pada pendekatan humanis-psikologis, keteladanan, bimbingan-konseling, dan pencerdasan spiritual serta sosial.
Aplikasi nilai-nilai dakwah Islam tersebut pada gilirannya berimplikasi pada aktualisasi visi dan misi program dan pelayanan di RPSA secara signifikan, yaitu anak kembali sehat dan normal secara fisik, psikis, dan sosial. “Sehingga menjadi anak yang bertanggungjawab, bermoral, mandiri, dan shalehah,” tutup dosen cantik penulis buku, Cara Cepat Menjadi MC Handal, Kalam Pustaka (2007) itu. [Edithya Miranti]
Biodata Penulis
Nama : Dr Fatmawati MA
Tempat Tanggal Lahir : Riau, 17 September 1976
Pekerjaan : Dosen Tetap PNS Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2001-Sekarang).
Alumni : Pesantren Putri Al-Mawaddah Ponorogo, Jawa Timur, 1994.
Pendidikan :
- S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1999).
- S2 Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (2001).
- S3 Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (2008).
Pengalaman :
- Ketua Jurusan Ilmu Dakwah dan Komunikasi Sekolah Tinggi Agama Islam Terpadu Modern Sahid Bogor (2012-2015).
- Narasumber Acara Belajar Islam di MNC TV Muslim Channel, khususnya yang berlangganan Indovision (2010-2011).
- Presenter Acara Embun Pagi Stasiun Televisi Indosiar, Jakarta (2000-2002).
Karya Ilmiah :
- Islam dan Eksploitasi Seksual Komersial, Sedaun Publishing (2011).
- Komunikasi Antarbudaya Kajian Terhadap Potret Perempuan Indonesia, Sedaun Publishing (2011)
- Analisis Masalah Kemiskinan dan Kebijakan Sosial, Rajawali Press (2022).