Pasang Iklan Pasang Iklan
  • Profil
  • Redaksi & Manajemen
  • Info Iklan
  • Panduan Kebijakan Media
  • Berlangganan Majalah
  • Komplain Majalah
Jumat, 22 Januari, 2021
Gontornews
  • Home
  • GN
  • News
    • Dunia
    • Nasional
    • Nusantara
  • Inspirasi
    • Sirah
    • Dakwah
    • Hidayah
    • Ihwal
    • Jejak
    • Sukses
    • Mujahid
    • Oase
  • Pendidikan
    • Lembaga
    • Buku
    • Beasiswa
    • Risalah
    • Khazanah
    • Keluarga
  • Muamalah
    • Ekonomi
    • Peluang
    • Halal
    • Rihlah
    • Konsultasi
  • Tadabbur
    • Tafsir
    • Hadis
    • Dirasah
  • Values
    • Tausiah
    • Sikap
    • Mahfudzat
    • Cahaya
    • Kolom
    • Afkar
  • Saintek
    • Sains
    • Teknologi
    • Kesehatan
    • Lingkungan
  • Laput
    • #IBF2020
  • Wawancara
  • Gontoriana
    • Pondok
    • Trimurti
    • Risalah
    • Alumni
    • Wali Santri
No Result
View All Result
Gontornews
No Result
View All Result
Home Tadabbur Dirasah

Manifestasi Keshalihan Sosial Umat Islam

Oleh Ahmad Tauhid Mafaza SPd, Mahasiswa Program Pascasarjana UNIDA Gontor

Rusdiono Mukri by Rusdiono Mukri
23 April 2020
in Dirasah
0
foto: harian sulses

“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”

Islam merupakan satu-satunya dien yang telah Allah turunkan secara sempurna. Tidak ada kekurangan apalagi kecacatan. Bahkan untuk sekedar meragukannya saja tidak mungkin. Semua rambu yang dibutuhkan manusia sebagai hamba telah Allah Ta’ala sediakan. Rambu-rambu yang bakal mereka gunakan untuk menjalani kehidupan di dunia dan mempersiapkan kehidupan di alam setelahnya. Kesempurnaan Islam telah Allah Ta’ala jamin kebenarannya melalui firman yang artinya, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmatKu bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”

Ayat ketiga dari Surat al-Maidah ini kemudian ditafsirkan oleh seorang pakar tafsir terkemuka, Ibnu Katsir, sebagai sebesar-besarnya kenikmatan yang Allah Ta’ala berikan kepada umat Islam dengan menyempurnakan agama mereka. Sehingga tidak lagi memerlukan agama-agama yang lain dan tidak pula nabi. Sebab Allah Ta’ala telah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi. Serta mengutusnya kepada umat manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal dan haram kecuali apa yang dihalalkan dan diharamkan Allah Ta’ala. Dan tidak ada pula agama kecuali yang disyariatkan-Nya. Semua yang difirmankan-Nya benar. Tidak ada sedikitpun kedustaan. [Tafsir Ibnu Katsir]

Salah satu wujud kesempurnaan agama Islam tampak pada cara Islam mengatur kehidupan manusia. Mulai dari perkara mendasar seperti bersuci dari kotoran dan najis, hingga perkara besar yang berkaitan dengan iman, Islam, dan ihsan. Bahkan tidak hanya sebatas mengatur kehidupan individual manusia. Melainkan juga mengatur kehidupan bersosial antarsesama makhluk, hingga kepada Zat yang menciptakan makhluk, yang lebih familiar dengan istilah hablumminannas dan hablumminallah.

BACA JUGA

Menjadi Pribadi Hebat di Era Pandemi

Gerakan Ekonomi Islam di Indonesia

Dakwah dalam Ruang Kontemporer

Solusi Menghadapi Anak Kecanduan Game

Urgensi Silaturahim dalam Kitab Tanbihul Ghafilin

Dua istilah di atas sebenarnya mengacu pada satu firman Allah Ta’ala dalam Surat Ali Imran ayat 112 yang artinya, “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” Oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah dan beberapa mufassir sahabat, mereka tafsirkan sebagai perjanjian dari Allah Ta’ala (dengan masuk Islam sebagai jaminan keselamatan di dunia dan akhirat) dan perjanjian dari manusia (seperti jaminan keamanan terhadap tawanan perang). [Ibid]

Namun jika dilihat dari sisi bahasa, hablumminallah memiliki arti hubungan atau ikatan dengan Allah Ta’ala. Sedangkan hablumminannas berarti hubungan dengan manusia. Agar lebih mudah kita memahami esensi dari dua istilah di atas, kiranya firman Allah Ta’ala yang satu ini bisa menjadi gambarannya. “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib kerabat, anak­anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (TQS An-Nisa’: 36)

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan maksud dari ayat di atas bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk menyembah dan beribadah kepada-Nya saja tanpa menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Karena Dia Sang Maha Pencipta, Maha Pemberi rezeki, Maha Pemberi kenikmatan, dan yang mengaruniai makhluk-Nya di setiap keadaan. Dan Dia-lah yang paling berhak untuk di-Esa-kan dan tidak untuk dipersekutukan. Senada dengan ayat ini, hadis Nabi SAW kepada Mu’adz bin Jabal, “Apakah kamu tahu, hak Allah atas hamba-hamba-Nya?” Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahuinya.” Nabi SAW bersabda, “Hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun.”

Kemudian Nabi SAW kembali bertanya kepada Mu’adz, “Apakah kamu tahu, hak seorang hamba atas Allah jika mereka mengerjakannya? Yaitu Allah tidak akan mengadzab mereka.” Sampai di sini kita bisa menangkap sebuah gambaran jalinan hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan Allah Ta’ala sebagai Pencipta makhluk. Atau yang kita istilahkan dengan hablumminallah. Yaitu dengan cara memenuhi hak-hak Allah atas hamba-Nya. Berupa menyembah dalam bentuk ibadah dengan berbagai macam ritualnya. Seperti shalat, puasa, zakat, haji, umrah, dan seperangkat ibadah lainnya. Dan juga tidak lupa untuk tidak menghadirkan tandingan bagi Allah Ta’ala, apa pun itu bentuknya.

Peribadatan serta penghambaan memang merupakan hak utama Sang Maha Menciptakan makhluk atas makhluk ciptaan-Nya. Terlebih khusus dari bangsa jin dan manusia. Karena dengannya, tujuan dari penciptaan jin dan manusia akan tercapai. Yaitu hanya untuk menyembah Allah Ta’ala dengan berbagai macam peribadatan. Sebagaimana yang tertera dalam firman-Nya, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah kepadaku.” (TQS adz-Dzariyat: 56).

Cakupan dari makna ibadah sangatlah luas. Tidak hanya melulu terbatas pada pelaksanaan lima rukun Islam. Melainkan sebagaimana keterangan Syaikh Dr Adbdullah bin Muhammad al-Ghunayman bahwa ibadah adalah sebutan yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala. Dan terklasifikasikan pada tiga unsur. Pertama, dalam perkataan, seperti bertasbih, berdzikir, membaca al-Qur’an, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan amalan semacamnya yang diaplikasikan melalui lisan.

Kedua, dalam amalan yang melibatkan gerakan anggota tubuh, seperti rukuk, sujud, thawaf, sampai dengan melepas penutup kepala ketika ihram pun juga termasuk bagian ibadah. Dan yang ketiga, tercakup dalam amalan yang diperankan oleh hati, seperti niat, rasa takut dan khawatir, rasa penuh harap, serta tobat dan penyesalan atas dosa, atau yang semacamnya.

Semua amalan di atas mencakup amalan tampak yang dipraktikkan oleh anggota badan dan amalan tidak tampak yang diperankan oleh hati. [Syarh Kitab Tauhid].

Lantas, apakah sudah dikatakan cukup, ketika seorang Muslim berhasil menjalin hubungan baik dengan Rabbnya saja? Tentu tidak. Sebab keshalihan individual tidak akan bernilai tinggi tanpa dibarengi dengan keshalihan sosial. Sebagaimana Nabi SAW tegaskan dalam satu sabdanya, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian, sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana kecintaan terhadap dirinya sendiri.” (HR Bukhari & Muslim).

Keterkaitan antara hablumminallah dengan hablumminannas bak dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Dalam banyak hadisnya, Rasul senantiasa menyandingkan antara keduanya. Seperti, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam; dan barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya; dan barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhrai & Muslim).

Dari hadis di atas kita bisa melihat bahwa tahap lanjutan setelah seorang Muslim sukses menjalin hubungan kepada Allah Ta’ala dengan beriman yaitu dengan menjalin hubungan baik kepada sesama manusia. Dengan cara tidak berkata-kata kasar yang menyakiti, memuliakan tetangga, dan juga tamunya. Lalu, seperti apakah bentuk dari hablumminannas itu? Untuk mengetahui gambaran dari hablumminannas, kiranya kita bisa kembali merujuk pada ayat ke-36 dari Surat an-Nisa’ di atas. Masih dari tafsir yang sama, Ibnu Katsir memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai ayat tersebut.

Setelah menerangkan tentang hak peribadatan Allah atas hamba-hamba-Nya, Ibnu Katsir juga menyebutkan bahwa Nabi SAW mewasiatkan kepada umatnya agar berbuat baik kepada orangorang di sekitar kita. Pertama, kepada kedua orangtua. Sebab Allah Ta’ala telah menjadikan keduanya sebagai perantara keberadaan kita di alam semesta ini. Bahkan saking pentingnya perkara bakti kepada kedua orangtua, Allah Ta’ala senantiasa menyandingkannya dengan perintah beribadah kepada-Nya. Seperti dalam firman yang artinya, “Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu­bapak.” (QS Al-Isra: 23).

Kedua, anak-anak yatim. Demikian karena mereka telah kehilangan orang yang menanggung kemaslahatan dan yang memberi nafkah mereka. Ketiga, orang-orang miskin, yaitu orang yang memerlukan bantuan dari orang-orang yang mampu mencukupi kebutuhan mereka. Keempat, tetangga yang jauh maupun dekat. Baik itu ada hubungan kekerabatan atau tidak. Muslim maupun non-Muslim.

Kelima, teman-teman sejawat. Ada yang menafsirkannya sebagai istri, tamu, atau ibnu sabil (teman seperjalanan). Keenam, hamba sahaya, dikarenakan mereka lemah upaya yang berada di bawah kekuasaan orang lain.

Keshalihan sosial umat Islam merupakan sesuatu yang tidak memiliki wujud secara fisik. Namun ketiadaannya secara fisik bukan berarti meniadakan eksistensinya. Meskipun ia tidak kasat mata, tapi eksistensinya mampu untuk kita rasa. Karena ia termanifestasikan dalam peribadatan kepada Allah dan muamalat kepada sesama manusia. Sehingga umat Islam tidak hanya sebatas menjadi shalih individualis, melainkan juga shalih sosialis. Wallahu a’lamu bish shawab. []

Tags: Keshalihan sosial
ShareTweetSend
Previous Post

Layanan Sertifikasi Halal Online Diperpanjang Hingga 13 Mei 2020

Next Post

Pandemi Covid-19: 2.635.71 Kasus dan 184.066 Kematian

Rusdiono Mukri

Rusdiono Mukri

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Klik Untuk Memesan Buku

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Pemimpin Jujur dan Adil

Pemimpin Jujur dan Adil

11 Januari 2019
Informasi Pendaftaran Santri Baru Ma’had Al-Muqoddasah Li Tahfidzil Qur’an

Informasi Pendaftaran Santri Baru Ma’had Al-Muqoddasah Li Tahfidzil Qur’an

22 Desember 2020
Menanti Pemimpin Jujur dan Adil

Menanti Pemimpin Jujur dan Adil

4 Desember 2018
Pesantren AFKN Bekasi Terapkan Terapi Imunitas Tubuh ala Raja Papua

Pesantren AFKN Bekasi Terapkan Terapi Imunitas Tubuh ala Raja Papua

19 Januari 2021
Pondok Tahfiz Al-Muqoddasah

Pondok Tahfiz Al-Muqoddasah

23 Agustus 2019
India Perkuat Diplomasi Vaksin Covid-19 ke Negara Asia Selatan

India Perkuat Diplomasi Vaksin Covid-19 ke Negara Asia Selatan

22 Januari 2021
Uni Eropa Serius Hadapi Varian Baru Virus Korona

Uni Eropa Serius Hadapi Varian Baru Virus Korona

22 Januari 2021
India Ubah Kashmir-Jammu menjadi Pusat Islamophobia Dunia

India Ubah Kashmir-Jammu menjadi Pusat Islamophobia Dunia

22 Januari 2021
Penanganan Covid-19 Tidak Manusiawi, PM Mongolia Mengundurkan Diri

Penanganan Covid-19 Tidak Manusiawi, PM Mongolia Mengundurkan Diri

22 Januari 2021
Pemuda OKI Gelar Launching OIC Young Women Forum

Pemuda OKI Gelar Launching OIC Young Women Forum

21 Januari 2021
Gontornews

Kantor :
Jalan Taman Sejahtera No.1A RT.06 RW.03 (Area Masjid Jami' Al-Munir) Gandaria Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan
Telp : 021-29124801
Fax : 021-29124802
Layanan Pelanggan : 0819-1515-1456 (Khusus WA)
Email :
sirkulasi@gontornews.com
iklan@gontornews.com
penjualan@gontornews.com

Cari

No Result
View All Result

Tentang Kami

  • Profil
  • Redaksi & Manajemen
  • Info Iklan
  • Panduan Kebijakan Media
  • Berlangganan Majalah
  • Komplain Majalah

© 2018 gontornews.com. All Rights Reserved

  • Home
  • GN
  • News
    • Dunia
    • Nasional
    • Nusantara
  • Inspirasi
    • Sirah
    • Dakwah
    • Hidayah
    • Ihwal
    • Jejak
    • Sukses
    • Mujahid
    • Oase
  • Pendidikan
    • Lembaga
    • Buku
    • Beasiswa
    • Risalah
    • Khazanah
    • Keluarga
  • Muamalah
    • Ekonomi
    • Peluang
    • Halal
    • Rihlah
    • Konsultasi
  • Tadabbur
    • Tafsir
    • Hadis
    • Dirasah
  • Values
    • Tausiah
    • Sikap
    • Mahfudzat
    • Cahaya
    • Kolom
    • Afkar
  • Saintek
    • Sains
    • Teknologi
    • Kesehatan
    • Lingkungan
  • Laput
    • #IBF2020
  • Wawancara
  • Gontoriana
    • Pondok
    • Trimurti
    • Risalah
    • Alumni
    • Wali Santri
No Result
View All Result

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com