Sejarah kemanusiaan sepanjang zaman, internasional, nasional maupun lokal sama saja, hanya pengulangan. Dari keberadaan manusia sejak menghambakan diri sebagai makhluk, hingga terjadinya penyelewengan-penyelewengan bisikan iblis, berlangsung terus hingga sekarang. Di Indonesia dulunya animisme, syirik, Budha, Hindu, baru kemudian Islam. Buah keyakinan-keyakinan hasil analisis manusia itu, muncullah beberapa komunitas nasionalisme, sinkronisme, Islam total, sekuler, dan lain-lain.
Pancasila pernah ditafsirkan secara sepihak oleh bangsa Indonesia yang plural dengan P4 yang sekarang tinggal arwahnya. Ada yang menafsirkannya dengan Islam minus, ada yang menjadikannya sebagai kendaraan politik kekuasaan. Sampai-sampai tanpa agama pun mengaku Pancasilais.
Komunisme (anti-Tuhan) bukan milik bangsa Indonesia sepanjang sejarah, dari zaman kerajaan-kerajaan hingga kini. Ia juga melawan naluri manusia, dan boleh kita hukumi sebagai kriminalitas manusia terhadap penciptanya dan mengingkari fitrah. Akibatnya generasi zaman ini menerima warisan nilai-nilai yang mengambang.
Sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai kemanusiaan yang sempurna, masyarakat pun terlahir banyak. Maka tidak boleh ada yang berhak memaksakan hukum atau hukuman yang mengganggu hak-hak individu, sebagaimana individu atau seseorang tidak berhak memaksakan hukum atau hukuman yang mengganggu masyarakat banyak. Sebab, manusia seluruhnya dari satu jiwa yang kemudian berkembang, yang intinya agar saling mengenal, mempelajari, tolong-menolong untuk kebaikan konstruktif, demi keselamatan moril materiil keluarga besar di dunia dan seluruh umat manusia.
Untuk itulah, tugas pembinaan umat harus didasarkan atas kegiatan terpadu bersama-sama. Satu untuk semua, semua untuk satu. Dan diperlukan pendidikan serta penanaman fitrah tauhid, ukhuwah dan fitrah keumatan. Dimulai dari bawah sampai atas, membangun masyarakat yang berperadaban. Kemudian dari atas sampai bawah, menyelesaikan, membersihkan, dan mengontrol bangunannya.
Oleh karena itu, perlu adanya pemberdayaan dan pemanfaatan SDA, SDM, SD keluarga besar, demi tercapainya tugas dan amanat manusia sebagai hamba, penyembah Allah SWT. Maka tindakan dan perbuatan yang dijalankan tidak boleh mengurangi keamanan dan kenyamanan.
Di antara unsur SDM yang harus dikontrol yaitu: daya, dedikasi, disiplin, dana, dan doa. Mahalnya pembiayaan tak masalah. Yang jadi masalah yaitu pemborosan, pembocoran, hingga korupsi. Pelayanan seenaknya juga masalah. Kepercayaan umat hingga kini belum tampak. Mungkin karena track record rezim masa lampau, yang kini telah dihukumi masyarakat. Ini hukuman masyarakat. Masih banyak yang harus diperbaiki di pertiwi ini.
Semua itu disebabkan oleh ulah musuh-musuh bani Adam. Yaitu setan dengan segala bentuknya. Menaati setan dalam halal menjadi haram, rajin menjadi haram. Karena itu berarti menghambakan diri serta membudakkan diri padanya. Contoh: dalam belajar bahasa ada beberapa fase yang dikenal. Yaitu to listen, to understand, to speak, to read, and to write. Untuk menjalankan fase ini saja setan tak bosan-bosannya menggoda. Padahal selanjutnya masih memerlukan fase to pratice and to pray.
Begitu pula dalam hal pembinaan umat yang harus melewati fase-fase panjang. Dari pengarahan, keteladanan, penciptaan miliu, pembiasaan, kegiatan, ujian pemberdayaan dan hukuman. Dengan pola pembinaan yang relatif sempurna itu pun, belum tentu menghasilkan yang maksimal.
Tantangan terbesar yang dihadapi ialah deislamisasi cepat dan terorganisir. Karenanya Islamisasi kemanusiaan harus ditegakkan, agar madanisasi tak bisa dibendung. Sehingga Islam akan menjadi satu-satunya harapan umat manusia, kemudian menjadi pengatur peradaban dunia masa depan yang didambakan.[]