Kalau kita lihat penyebab kemunduran pesantren karena kader-kadernya kurang disiapkan. Kemudian situasi penjajahan pada waktu itu menyebabkan umat Islam sangat terpuruk dari segi militer, ekonomi, dan juga pendidikan. Pada waktu itu pesantren masih mengharamkan ilmu pengetahuan umum. Identitas pesantren merupakan suatu sekolah yang dianggap kotor, kolot, dan sangat terbelakang. Karena itu ketiga bersaudara ini (Trimurti) ingin mengadakan reformasi dunia pesantren. Apa yang direformasikan?
Pertama kali yaitu bidang kurikulum pendidikan. Bahasa Arab, bahasa Inggris, ilmu pengetahuan umum, dimasukkan dalam kurikulum dengan memakai sistem yang modern. Buku-bukunya disebut dengan sistem madrosi sistematik, dengan memakai sistem klasikal, dengan metode yang efektif dan efisien khususnya dalam pengajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris serta ilmu pengetahuan agama. Digalakkan juga aktivitas ekstrakurikuler dan kokurikuler. Pada pondok-pondok tradisional, kokurikuler dan ekstrakurikuler ini belum diadakan. Satu contoh saja, bola sepak, dulu di Indonesia, di kalangan pesantren itu diharamkan. Apa sebabnya? Sebabnya dianggap menyepak kepala nasab Sayyidina Ali. Memakai baju begini (jas dan dasi) haram, kenapa? Itu bajunya orang kafir karena Belanda memakai baju semacam ini. Dalilnya “Man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum”. Jadi kita kalau memakai pakaian seperti ini, kita seperti orang kafir. Dianggap kafir. Itu paradigma lama.
Kemudian reformasi dalam bidang kedua, yang tidak ada di tempat lain, bahwa para pendiri ini, setelah membuat pondok sudah maju, pondok ini diwakafkan kepada umat Islam. Kenapa seluruh harta benda dari para pendiri pondok diwakafkan kepada umat Islam? Ini ada asbabun nuzul-nya. Pada umumnya pondok pesantren milik seorang kiai. Apabila kiainya meninggal pondoknya pun ikut meninggal dunia karena anak-anaknya tidak bisa melanjutkan perjuangan ayahnya. Agar pondoknya tidak ikut wafat, maka pondoknya diwakafkan. Siapa pun yang memimpin, terserah. Ini merupakan reformasi dan sampai sekarang pun tidak banyak pondok di Indonesia yang mengikuti kita. Tapi tidak apa-apa. Kita jalan terus, buktinya kita tetap maju.
Visi Pondok Modern Gontor menjadikan Pondok sebagai lembaga pendidikan Islam yang mencetak kader-kader pemimpin umat menjadi tempat ibadah dan sumber ilmu pengetahuan agama dan umum, namun tetap berjiwa Pondok. Tetap berjiwa pondok ini penting, kenapa? Lain kalau kita ini sekolahan. Di dalamnya bisa tidak ada pondoknya, tidak ada ruhnya. Itu bukan pendidikan Islam lagi. Pendidikan itu yang penting “ruh”-nya. Untuk itu misi dari Pondok ini dibuatkan. Mempersiapkan generasi yang unggul dan berkualitas menuju terbentuknya Khoiru Ummah, mendidik dan mengembangkan generasi Mukmin Muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas serta berkhidmah kepada masyarakat.
Ketiga, mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan umum secara seimbang untuk menuju terbentuknya ulama intelek. Maksudnya, kita inginkan alumni Pondok kita ini menjadi ulama namun intelek dalam artian mengetahui ilmu pengetahuan umum supaya hidup di dunia ini tidak jumud. Supaya hidup di dunia ini lebih luas wawasannya. Di samping itu juga mempersiapkan maddah bernegara yang berilmu dan bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mau dan mampu mengamalkan syariat Islam secara konsekuen dan berhidmah kepada umat, bangsa dan negara. Jadi, kita ini walaupun Pondok Pesantren tetap nasionalisme kita tanamkan bahkan nanti juga bukan hanya sekedar nasionalisme, ukhuwah islamiyah internasionalisme, karena sekarang ini yang masuk Gontor ada 400 pelajar asing, di antaranya 200 orang dari Malaysia.
Kemudian dasar-dasar dari pendidikan di Gontor itu, di samping visi misinya yang jelas, kita meletakkan yang namanya Panca Jiwa. Panca Jiwa ini adalah keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah Islamiyah, dan kebebasan. Tanpa ikhlas di pondok ini tidak mungkin kita dapat mendidik. Apalagi santri yang masih ‘liar’, susah dididik, dia akan protes macam-macam. Itu tidak bisa. Yang mau belajar di Gontor harus Ikhlas. Ikhlas disuruh apa saja. Guru juga ikhlas di dalam mengajar, sehingga semua aktivitas dapat berjalan dengan baik. Tanpa jiwa keikhlasan tidak mungkin. Kepalanya ini digundul. Ini kalau tidak benar harus pulang, harus Ikhlas. Demikian dapat berjalan dengan baik.
Kesederhanaan, sederhana bukan berarti miskin. Tetapi sederhana adalah yang wajar-wajar saja. []