Sama halnya dengan pedagang yang kerap melakukan beberapa praktik pemalsuan, seperti pemalsuan barang kosmetik. Alasannya, ini karena terdesak (kepepet). Orang yang terdesak (kepepet) itu disukai setan, karena ia akan condong untuk melakukan perbuatan melanggar. Sampai orangtua yang sedang terdesak kebutuhan ekonomi pun akan tega melacurkan anaknya. Na’ûdzubillâh.
Maka dari itu, semua lini harus kompak dalam mendidik, dan tidak boleh berat sebelah. Dan itulah yang dimaksud dengan totalitas. Walau memang ini akan berat terejawantahkan. Namun semuanya akan menjadi ringan jika dibiasakan. Jika seseorang terbiasa menaati rambu lalulintas hanya saat ada polisi, atau guru maupun kepala sekolah taat saat ada penilik sekolah saja, atau penjahat korupsi takut hanya saat ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja, itu tidak lazim. Seharusnya, kita merasa terawasi oleh diri kita sendiri dan oleh Yang di Atas (Allah SWT). Karena rapor Allah itu sangat dekat, dan Dia Maha Mengetahui dari segala arah. Jangan khawatir dengan masalah rezeki. Uang satu juta, dua juta, atau tiga juta, jika memang alamatnya ke rumah, tentu tidak akan lari ke mana-mana. Meski di depan mata namun bukan rezeki kita, tentu tidak akan pernah menjadi milik kita. Lalu, mengapa kita harus korupsi?
Kekuatan diri manusia sebenarnya telah Allah SWT beri kekuatan, hingga untuk menembus langit atau bumi sekalipun. Tapi, di hadapan Allah kita sangat lemah, dan yang Maha Qawiy (Kuat dan Perkasa) hanya Allah. Dan sebesar apa pun kekuatan manusia pasti berada dalam genggaman Allah. Namun, untuk meneruskan hidup atau mencari mata pencaharian demi menghidupi anak, tetangga dan masyarakat, kita harus berbuat maksimal dan total. Hati, tangan, dan pikiran harus kita pakai. Seorang Muslim tidak boleh berkata: ”Ya sudah, memang segini kemampuannya.” Ungkapan ini adalah ungkapan putus asa sebelum putus asa, atau kalah sebelum kalah. Mirip seperti ucapan seorang ibu kepada anaknya: “Nak, kalau kamu masih berjilbab, nanti kamu akan sulit mencari kerja. Di tempat-tempat kerja biasanya harus pakai seragam dan buka aurat.” Ungkapan ini menunjukkan bagaimana perang batin tengah terjadi. Si ibu merasa lemah, dan belum apa-apa sudah lemah, dan karena itulah ia menjadi lemah.
Seharusnya yang diucapkannya adalah: ”Biarlah, suatu ketika, insyâ Allâh, kamu akan mendapat pekerjaan meski memakai jilbab.” Ungkapan ini justru menunjukkan kemampuannya untuk mendayagunakan potensi diri, hati, pikiran, tangan, hukum-hukum sosial maupun keilmuan. Dan akhirnya si ibu pun akan menjadi kuat. Umumnya, orang-orang cenderung ingin mencari pekerjaan yang ringan, halus, atau juga instan, tapi mengharap gaji besar. Ini tandanya lemah sebelum lemah.
Seharusnya motto yang dipegang adalah: ”Kalau mau, why not? Saya manusia, dan saya akan kuat jika saya mau menggunakan potensi yang ada dalam diri saya!” Negara kita, potensi sumberdaya alam (SDA) maupun manusianya (SDM) kuat. Sekarang pun insyâ Allâh akan kian kuat jika didayagunakan dengan baik. Tapi jangan sampai SDM dalam arti ”Sumber Daya Maling”nya juga kuat. Atau mengistilahkan: ”Dari kalangan atas sampai bawah, kalau tidak maling, tidak akan bisa kaya.” Andaipun ada yang kaya, ini pertanda orang kaya yang lemah. Karena, jika ada orang kaya tapi menindas, korupsi, melakukan monopoli, atau melakukan hal-hal haram, itu tandanya ia kaya yang lemah. Orang yang besar karena menindas bukanlah orang kuat, tapi justru ia orang yang lemah.
Orang besar dan kuat sebenarnya ada dalam diri kita. Ini telah kita ikrarkan dalam bacaan shalat kita: ”Inna shalâti wa nusukî wa mahyâyâ wa mamâtî lillâhi rabbil-alamîn (Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah, Tuhan Pencipta alam semesta). Tapi yang terjadi dalam kenyataan berbeda dan malah sebaliknya: Inna shalâti wa nusukî wa mahyâyâ wa mamâtî li-karir, reputasi atau jabatan. Karenanya, kita harus mengerahkan potensi yang ada, dan terus meminta petunjuk kepada Allah SWT. Kalau tidak bisa tani, berdaganglah. Kalau tidak bisa dagang, berindustrilah, dan lain sebagainya. Inilah potensi kita untuk sanggup melintasi langit dan mengelilingi bumi. Artinya, jangan menyerah sebelum melakukan sesuatu! Wallâhu a’lam bish-shawâb. []