Semakin digali tuntunan Islam untuk kehidupan semakin muncul mutiara-mutiara hikmah yang dapat diambil, benar-benar ibarat tujuh lautan tinta dengan dahan-dahan bumi sebagai pena-penanya.
Kita bersyukur bahwasanya kita sebagai sebaik-baik umat dianugerahi sebaik-baik malam, sebaik-baik bulan, sebaik-baik rasul/manusia, sebaik-baik malaikat, sebaik-baik kitab. Dan di atas orang yang lebih pengetahuannya masih ada yang lebih pengetahuannya, masih ada yang lebih berpengetahuan dan Maha Mengetahui.
Hakikat hidup adalah penghambaan diri, bakti suci, pengabdian abadi dan penyembahan total kepada Allah, dalam arti yang luas dan dalam. Totalitas itulah arti semestinya dalam ibadah. Semua menusia dan jin terlibat dan bahkan wajib melibatkan diri.
Apa yang di bumi dan di langit diperuntukkan kepada makhluk terakhir yang bernama manusia. Kenikmatan dan hiasan karunia Allah tidak sepantasnya dikhianati dengan kedurhakaan atau dizalimi dengan perbuatan nista dan aniaya.
Kriteria umum kehidupan adalah yang “benar/hak” menurut Allah Sang Pencipta, Pemelihara dan Penentu. Ciptaan dua jenis manusia tidak boleh disalahfungsikan, sebab itu telah menjadi kodrat penciptaan manusia. Masing-masing harus mencari hingga menemukan pola hidup yang saling menguntungkan. Antara manusia dengan alam, laki-laki dengan perempuan, suku bangsa dengan suku bangsa, si kaya dan si miskin, dan seterusnya.
Harus jujur dan adil terhadap karunia Allah ini. Jangan dirusak! SDA dikalahkan oleh SDM yang berwatak kebinatangan. Akhirnya manusia sendiri yang menderita kerugian.
Tingkatan hidup dan perbedaan tempat, waktu, nasib bukan alasan untuk merasa lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Ukurannya adalah sikap dan amalnya masing-masing. Keimanan dan keteguhan menjadi dasar imbalan berwujud kebahagiaan hidup dan jaminan surga setelah mati. Itulah dasar yang harus menjiwai.
Tiang-tiang penyangga penghambaan, bakti dan pengabdian, harus dijalankan dengan sesempurna-sempurnanya agar membuahkan/manghasilkan kemakmuran manusia sebagai khalifah, maka hendaklah tetap berpegang pada dasar tidak merugikan diri sendiri dan atau pihak lain, tidak menganiaya diri sendiri ataupun pihak lain.
Umur yang pendek dari panjangnya umur dunia takkan berfungsi jika disia-siakan. Jutaan manusia telah mati dan jutaan lagi akan lahir dan hidup, tapi amal menjalankan kekhalifahan sebagai amanat adalah tugas mulia yang membedakannya (mengangkatnya lebih tinggi) dari makhluk lain. Dan sebaliknya, melupakannya atau meremehkannya membuka jurang paling rendah serendah-rendahnya. Tiada alasan lagi untuk menunda-nunda, baik oleh yang masih muda, kuat maupun yang sudah tua, dan tiada waktu dan tempat yang melarang dan menghalangi siapa pun untuk memohon ampun dan atau bertobat.
Peringatan, nasihat, wasiat, koreksi positif konstruktif dari manusia masih menguntungkan dan menyelamatkan daripada pengadilan malaikat lengkap dengan catatan dokumentasi otentik serta pengakuan langsung dari pelakunya bahkan bumi pun ikut menjadi saksi berbicara.
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa” (Azzukhruf: 67).
“Pada hari itu kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (Yasin: 65).
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (Al-Zalzalah: 4).
”Dan mereka berkata kepada kulit mereka: ‘Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?’. Kulit mereka menjawab: ’Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan’.” (Fushilat: 21).
Perebutan harga diri dan pemaksaan penghargaan modus operandi kebinatangan yang terselubung dengan kamuflase kekotoran acapkali berlindung di bawah slogan-slogan “ilmiah, efisien, sistematis” dan semacamnya. Kebenaran tulen dan mutlak dipaksa menolerir relativitas ilmu (ilmiah) hasil temuan. Banyak manusia lupa Allah sehingga lupa diri menjadi setan, sumber kerusakan. Manusia iri kepada binatang, wanita iri kepada pria, pria iri kepada wanita, demikian seterusnya, sehingga tak sadar bahwa iri, dengki, dendam, dan sebagainya tidak merugikan kecuali dirinya sendiri, belum tentu merugikan orang lain. []