Jakarta, Gontornews –– Selain tersohor sebagai kiai dengan tradisi keilmuan klasik (kitab kuning) yang mapan dan dihormati banyak kalangan, Prof Dr KH Ma’ruf Amin juga dikenal Bapak Ekonomi Syariah Indonesia, karena ilmu ekonomi syariah yang mumpuni dimilikinya.
Ya. Kiai berumur 77 tahun ini, belum lama ini didaulat sebagai Bapak Ekonomi Syariah Indonesia oleh Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau di Kota Pekanbaru pada Jumat (06/03/2020). Di aula Rektorat UIN Suska Riau, anugerah itu diberikan sesuai Surat Keputusan Rektor UIN Suska Riau Nomor 0793/R/2020.
Dengan mengenakan setelan jas dan memakai qolansuwah hitam, Wakil Presiden RI Prof Dr Ma’ruf Amin dalam pidatonya mengucapkan terima kasihnya sambil merendah diri dengan menyebut kiprahnya selama ini hanya sebagai bagian kecil dari terbentuknya sistem ekonomi syariah di Indonesia.
“Sebenarnya dalam proses perkembangan kemajuan ekonomi syariah, saya hanya bagian, saya hanya baut, sekrup dari proses pengembangan itu. Karena itu, saya anggap pemberian ini sebagai penghormatan yang luar biasa pada saya,” katanya.
Menurutnya, ekonomi syariah saat ini telah diakui sebagai sistem ekonomi nasional. Regulasi untuk pengembangan ekonomi syariah juga sudah ada mulai dari sektor perbankan, asuransi, hingga pasar modal. “Sistem ekonomi yang kita anut dual ekonomi: syariah dan konvensional, karena sistem demokrasi kita tak bisa memaksakan,” kata Wapres.
Lanjut Kiai Ma’ruf mengatakan, pemerintah memiliki tanggungjawab untuk pengembangan dan harmonisasi dua sistem tersebut. Karena itu, pemerintah memperkuat Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). “Februari lalu baru saja direvisi yang tadinya KNKS jadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS),”imbuhnya.
KNEKS, imbuh Kiai Ma’ruf, Ketuanya presiden, ketua hariannya wapres, sekretaris menteri keuangan, anggotanya menteri-menteri terkait yang tak hanya menteri keuangan tapi juga sektor jasa dan sektor riil, karena ingin kembangkan syariah tak hanya perbankan.
Terkait gelar bapak ekonomi syariah Indonesia ini, Rektor UIN Suska Prof DR. Ahmad Mujahiddin menjelaskan, penganugerahan Bapak Ekonomi Syariah Indonesia kepada Wapres ini murni karena kiprahnya selama ini.
Menurutnya, ulama memang punya pengaruh hingga lapisan masyarakat paling bawah. Sayangnya, belum banyak ulama yang fokus mengembangkan ekonomi syariah. Paling banyak urus ibadah, sedangkan ekonomi syariah tak dikembangkan
Dikatakannya, Wapres yang berlatar belakang pernah jadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini dinilai telah banyak menyumbangkan pemikiran untuk lahirnya regulasi dalam perkembangan ekonomi syariah di Tanah Air.
“Dalam pandangan kami KH Ma’ruf Amin punya kiprah, peran dan karya dalam pengembangan ekonomi syariah. Maka, izinkan kami, UIN Suska Riau memberikan penghargaan kepada bapak,”jelasnya.
Untuk diketahui, sebelum didaulat menjadi Bapak Ekonomi Syariah Indonesia, Mantan Rais Am PBNU ini juga pernah mendapat gelar profesor honoris causa dan doktor honoris causa dari dua UIN ternama di Malang dan Jakarta.
Adalah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang yang mengukuhkannya sebagai professor dengan status dosen tidak tetap dalam bidang Ilmu Ekonomi Syariah pada 4 Mei 2017.
Menristekdikti saat itu, M Nasir menjelaskan, profesor honoris causa ini bisa diberikan kepada dosen tidak tetap, yang memiliki jasa besar bagi keilmuan, sosial, atau negara. Menurutnya KH Ma’ruf Amin tepat untuk menerimanya, karena beliau ulama besar, di lain sisi perannya dalam mengembangkan ekonomi syariah juga patut diacungi jempol.
Sedangkan doktor yang melekat pada namanya, merupakan doctor honoris causa dari Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof Dr Komarudin Hidayat pada 5 Mei 2012. Dikutip Facebook MUI, Prof Dr HM Atho Mudzhar, guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjelaskan, penganugerahan Dr HC kepada KH Ma’ruf Amin saat itu adalah karena keahliannya di fikih muamalat.
Selain itu sebagai Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional (DSN) saat itu dengan gigih dan penuh pengabdian Kiai Ma’ruf rajin dialog, sosialisasi, pendekatan, dan lobi-lobi dengan pihak Bank Indonesia.
Melalui upaya-upaya itu sebagian besar fatwa-fatwa DSN kemudian diadopsi Bank Indonesia atau Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) undangan yang mengikat. Apalagi sebagiannya telah diadopsi oleh negara menjadi undang-undang. []