Menjadi amil sebagai pilihan profesi tidaklah banyak diminati orang. Tak terkecuali bagi lulusan ekonomi syariah.
Namun, teguran dan keterpanggilan membuat Sigit Iko Sugondo yang awalnya berkarier di perkebunan, keuangan asuransi dan perbankan konvensional, hingga industri radio, berubah haluan terjun di dunia syariah dan filantropi.
Sigit menjelaskan, hijrah ke lembaga zakat bermula karena keterpanggilan membenahi kekurangan-kekurangan yang ada di lembaga amil zakat.
“Sebenarnya bukan niat pindah kerja, tapi membantu pengelolaannya agar lebih profesional. Sementara kebanyakan orang-orang di dalamnya hanya bermodal semangat dan ikhlas, tanpa bekal manajemen,” ujar Direktur Eksekutif LAZ Al Azhar ini.
Selain niat membantu, ia mendapat teguran dari kawannya yang non-Muslim tentang kepedulian atas tragedi gempa di Pangandaran.
“Kamu benar-benar kebangetan. Pangandaran lagi gempa malah ketawa–ketiwi. Bikin kek ungkapan bela sungkawa, iklan atau penggalangan dana,” ujar Mantan Manajer Marketing Radio Komedi itu menirukan teguran kawannya.
Sigit tersentak, kemudian bergabung dengan lembaga-lembaga zakat untuk berkumpul dan membuat link peduli untuk Pangandaran.
“Dari situ saya gratiskan iklan semua lembaga zakat untuk Program Pangandaran. Saya melihat, ini lembaga zakat niatnya mulia, tapi manajemennya kurang baik. Akhirnya, saya pindah ke salah satu lembaga zakat, lembaga kemanusiaan,” ujarnya kepada Gontornews.com.
Suatu lembaga yang dikelola dengan cara yang baik tidak akan mencoreng wajah Islam itu sendiri.
Sebaliknya, apabila suatu lembaga dikelola dengan cara tidak baik, maka akan menjadi buruk untuk kita. “Karena itu, perlu tata kelola lembaga zakat yang sehat dan baik agar masyarakat bisa melihat bahwa hasil pendayagunaan zakat itu sangat banyak,” katanya.
Menurut Sigit, indikator dakwah terbagi menjadi tiga, yaitu kognitif (mengetahui), afektif (memahami), dan psikomotorik (melakukan tindakan).
“Saat ini dakwah identik dengan taklim, tablig akbar, dan lain-lain. Namun, ada dakwah yang sifatnya ucapan, teladan, dan tindakan, yaitu dengan pemberdayaan masyarakat,” jelasnya.
Kognitif artinya masyarakat mengetahui bahwa membayar zakat adalah kewajiban bagi umat Muslim.
Afektif artinya masyarakat memahami bahwa membayar zakat adalah kewajiban bagi umat Muslim.
Sedangkan psikomotorik, masyarakat sudah membayar zakat karena tahu dan paham bahwa membayar zakat adalah kewajiban umat Muslim.
Profesi amil ini bertugas menggawangi zakat dari edukasi, pengelolaan hingga penghimpunan zakat, menangani orang kaya dan menangani orang miskin.
“Amil itu belajarnya banyak, pada akhirnya spesialis. Ada yang menguasai bidang kelembagaan, funding, distribusi, tapi keilmuan yang komprehensif mutlak diperlukan,” katanya.
Jika masyarakat membayar ZIS ke badan atau lembaga zakat, maka mereka akan melihat hasil pendayagunaan dana zakat itu sendiri.
Di Indonesia, jumlah penghasilan masyarakat yang telah mencapai nishab banyak, potensi dana zakat yang terhimpun bisa mencapai 217 triliun dalam setahun. Namun, sampai saat ini baru terhimpun 4 triliun saja. [Muhammad Khaerul Muttaqien]