Permasalahan laku penyimpangan seksual seperti lesbian, gay, biseksual, transgender, queer (LGBTQ) di Indonesia terus menjadi sorotan publik lantaran dampak negatif yang menyertainya. Namun laku tersebut terus berjalan di bawah bendera kebebasan hak asasi manusia (HAM). Padahal, sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila, HAM di Indonesia harus sesuai dan menghormati nilai-nilai agama yang berlaku di NKRI dan nilai leluhur bangsa.
Para pelaku LGBTQ dan simpatisannya terus berupaya mengampanyekan laku penyimpangan seksual di bawah bendera hak asasi manusia (HAM). Mereka sudah sangat terbuka menyuarakan bahwa LBGT merupakan implementasi kebebasan dan hak asasi warga yang harus dilindungi.
Lebih dari itu, mereka berani menyatakan bahwa pernikahan sejenis, baik laki-laki dengan laki-laki maupun perempuan dengan perempuan, harus dilegalkan dan diakui atas nama kebebasan dan hak asasi manusia.
Mereka, baik para pelaku maupun simpatisan LGBTQ tidak menyadari, kebebasan yang mereka ganyang dengan menafsirkan implementasi kebebasan sebagai hak asasi yang harus dihormati itu sudah sangat kebablasan. Padahal, kebebasan tidak selalu kebebasan tanpa batas, namun ada norma atau nilai yang harus dihormati.
Jika kebebasan diartikan sebagaimana kaum LGBTQ mengartikannya, maka kemungkinan hal tersebut dapat semakin menghancurkan tatanan demokrasi dan nilai-nilai luhur di masyarakat. Sebab, kebebasan berpendapat yang semaunya, tentu telah membuat perkumpulan yang negatif seperti LGBTQ tersebut yang secara nyata menimbulkan keresahan di masyarakat luas.
Kenyataan yang sangat memprihatinkan dan sangat miris. Padahal kebebasan individu atau kelompok dibatasi dengan melihat kepada hak individu atau kelompok lain.
Dalam UUD Pasal 28A-J mengenai Jaminan Kebebasan HAM, disebutkan bahwa pada asal 28A yaitu “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Di mana negara memang melindungi kebebasan HAM setiap warga negaranya.
Namun pada pasal selanjutnya, tepatnya di ayat pertama dijelaskan bahwa “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”, hal itu tentu tidak sesuai dengan laku LGBTQ yang tidak akan bisa menghasilkan keturunan dari laku seksual sejenis tersebut, dan masih banyak pasal lainnya yang dilanggar oleh laku penyimpangan seksual LGBTQ.
Saat ini, di Indonesia, kekosongan hukum yang melarang atau memberikan sanksi terhadap laku LGBTQ masih menjadi ruang bagi palaku dan simpatisan kelompok itu untuk terus bergerak bebas. Berbagai permasalahan yang ditimbulkan para pelaku terus menjadi keresahan dalam kehidupan bermasyarakat.
Setiap kali laku penyimpangan seksual mencuat ke publik, pemerintah tidak dapat berbuat banyak dengan alasan tidak adanya payung hukum yang dapat menjerat mereka. Selain itu, alasan lainnya bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi.
Kebutuhan terhadap RUU tentang laku penyimpangan seksual tersebut sangat mendesak. Terlebih, saat adanya kasus Podcast Deddy Corbuzier dengan pasangan LGBT yang dinilai ‘mempromosikan’ dan ‘membuat tutorial’ menjadi gay atau perilaku seks menyimpang, banyak ditolak masyarakat. Ini mestinya segera direspons dengan baik dan penuh tanggung jawab oleh DPR maupun Pemerintah selaku lembaga yang berhak untuk mengusulkan dan bersama-sama membentuk undang-undang.
Terakhir, rencana Amerika Serikat (AS) untuk mengirimkan utusannya dalam rangka meningkatkan HAM LGBTQ tidak boleh dibiarkan. AS harus menghargai HAM yang berlaku di Indonesia, bahwa HAM di Indonesia harus menghormati norma agama dan leluhur bangsa.
Apabila yang bersangkutan ingin mempromosikan untuk memajukan HAM LGBTQ, maka tidak perlu datang ke Indonesia. Karena LGBTQ tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan ketentuan HAM yang diakui oleh Konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945.
Apalagi, Pemerintah sudah sepakat dengan DPR untuk segera mengesahkan RUU KUHP yang salah satu ketentuannya mengategorikan perilaku menyimpang pencabulan sesama jenis sebagai tindakan yang melanggar hukum.
DPR juga sudah menyepakati usulan RUU Anti Propaganda Penyimpangan Seksual, RUU yang sangat sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945. Maka sudah sangat sewajarnya bila Pemerintah RI menyampaikan ketentuan yang berlaku di Indonesia, dan agar pihak Amerika Serikat menghormati kedaulatan hukum yang berlaku di Indonesia, agar pihak Amerika Serikat segera membatalkan rencana kedatangan utusan khususnya itu ke Indonesia.[]