Manusia lahir dalam keadaan bersih tanpa dosa tapi tidak bebas. Ia terikat amanat dan tanggung jawab penghambaan penuh dengan totalitas kepada Allah SWT, al-Khaliq. Tanggung jawab inilah yang terkadang mengganggu dan menghambat perkembangan proyek-proyek setan yang telah mendesain paket kerusakan.
Maka, dengan bekal kedisiplinan, hasil maksimal berupa ketidakbergemingan oleh pesona keduniaan akan tercapai. Proses panjang istiqamah pun harus dilakukan, agar buah nikmatnya dapat dirasakan, sebagai ujian seleksi bagi hamba, siapa saja yang mampu sabar dan tabah.
Butuh kemauan keras dan mental baja berbenteng iman, tekad, dan niat untuk menghindari perangkap kegagalan masa depan, perangkap kesengsaraan yang berlapis emas permata memesona.
Menyadari arti, status, bahkan fungsi disiplin dan urgensinya dalam kehidupan sangat perlu dilakukan di mana saja. Saat panas, dingin, di kala makan, tidur, waktu senang maupun susah.
Ajaran Islam mendidik kedisiplinan sejak dulu dalam setiap sektor kehidupan. Hingga dalam urusan peperangan pun, wajib dan mutlak memegang prinsip kedisiplinan. Perang Uhud merupakan wujud dari pelajaran kedisiplinan dan akibat pelanggarannya.
Dan Rasulullah SAW memandang Uhud secara filosofis, “Gunung (Uhud) mencintai kita, dan kita mencintainya,” karena telah mengajarkan umat Islam kedisiplinan tinggi dari komandan sampai prajurit agar selalu kompak bersama. Di sinilah disiplin pribadi dalam menghambakan diri secara total kepada Allah mengalahkan semua penghambaan.
Pelanggaran disiplin berkeluarga/kekeluargaan akan mendapat hukuman dari keluarga, cepat atau lambat. Menyepelekan disiplin bermasyarakat dari yang kecil hingga yang besar, termasuk disiplin bernegara, niscaya akan menerima hukuman sesuai pelanggarannya.
Disiplin organisasi atau lembaga yang melingkupi seseorang, harus ditaati demi tujuan organisasi atau lembaga tersebut. Celakanya, kecongkakan justru terkadang menantang dan menjadi penentang agar hawa nafsu terhalangi.
Kezaliman atas nama dan untuk tujuan apapun tetaplah kezaliman yang pasti akan menghadapi keadilan dari Allah SWT kelak.
Atas nama dan untuk tujuan apa pun, pelanggar disiplin pasti akan menerima akibatnya. Ingatlah kenyataan dan pengalaman hidup atau sejarah manusia sepanjang zaman. Jangan coba-coba melakukan maksiat, zhulm (kezaliman), dan kekejian, karena itu termasuk disiplin alam, Sunnatullâh.
Kufur, tidak bertuhan, tidak beragama, tidak berdisiplin, semuanya merupakan bentuk kezaliman yang melanggar Sunnatullâh. Kebiasaan mencontek pun termasuk kezaliman terhadap diri sendiri, Allah dan masyarakat, juga pelanggaran terhadap aturan-aturan Allah, Sunnatullâh. Puncak kezaliman ialah kufur.
Manusia itu mas’ûl-li-ya’budûn, makhluk bertanggung jawab. Deklarasi Allah ini sekaligus menjadi pengangkat derajat dan pangkat manusia di hadapan makhluk lain. Maka, berdisiplinlah kepada Allah, maka Allah pasti akan mengangkat derajat seorang hamba.
Seperti disiplinnya seorang buruh kepada aturan majikan, ia tentu akan dinaikkan imbalan atau gajinya. Tapi berdisiplin seseorang untuk taat kepada bujukan dan rayuan setan, maka celakalah baginya.
Becerminlah dengan dua-tiga kaca yang bersih! Utamanya disiplin dalam tauhid dan syariat.[]