Jakarta, Gontornews — Syekh Kemas Ahmad bin Abdullah adalah ulama besar di Palembang, ia juga tokoh ulama sufi di zamannya. Nama lengkapnya Kemas Ahmad bin Kemas Abdullah bin Kemas Nuruddin bin Kemas Syahid bin Sunan Kudus. Lahir di kota Palembang pada tahun 1735.
Menurut pengamat kota Palembang, Kemas. H. Andi Syarifuddin, bahwa anak Sunan Kudus yang bernama Kemas Syahid bergelarkan Penembahan Palembang dulunya hijrah dari Jawa ke Palembang dan seketika itu terjadi perang saudara antara Demak dan Pajang yang menyebabkan pengungsian kelompok keluarga.
Jauh sebelum peperangan di Demak, antara Palembang dan Demak memiliki hubungan keluarga yang baik, dan saat itu Penembahan Kota Palembang, Raden Fatah pernah menjadi Raja Demak pada tahun 1478-1518. Demak satu-satunya kerajaan Islam pertama di Jawa.
Namun kerajaan Demak saat itu juga tidak bisa bertahan lama karena terjadi perang saudara. Setelah itu, Kerajaan Demak mengalami kemunduran dan muncul Kesultanan Pajang. Penyerangan Kesultanan Pajang ke daerah Demak mengakibatkan sekelompok jumlah bangsawan Demak melarikan diri dan mundur ke tanah asal nenek moyang, yakni kota Palembang.
Sekelompok dari mereka yang berjumlah 80 orang diketuai oleh Ki Sedo Ing Lautan menetap di kota Palembang sangat lama. Dan saat itu juga, mendirikan Keraton Kuto Gawang 1 ilir-Pusri. Itulah asal usul keluarganya. Sedangkan datuknya, Kemas Nuruddin, diangkat dan diutus jadi Pangeran Kesultanan di kota Palembang Darussalam.
Kemas Ahmad dibesarkan dan dirawat di lingkungan keraton, dididik sedemikian rupa sehingga menjadi seorang ulama yang baik. Di samping itu juga belajar kepada ayahnya. Ia juga mendapatkan penghargaan dari tokoh ulama masyarakat dan ulama-ulama besar di kota Palembang pada waktu itu. Sahabat dekat atau karibnya ialah seorang ulama terkenal bernama Syekh Abdus Somad dan Syekh Muhammad Muhyiddin.
Karena itu, guru-guru Kemas Ahmad ini bisa sama dengan guru-guru kedua sahabatnya itu. Oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikrama SMB I, tiga serangkai ini diberikan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke tanah Arab.
Di Madinah, tiga orang sahabat ini menjadi mahasiswa utama Syekh Muhammad Samman, sehingga ketika mereka diberi penghargaan atau ijazah untuk menambah dan menyebarkan Tarekat Sammaniyah kepada siapa saja yang ingin mengambil tarekat dzikir tersebut.
Selain seorang tokoh ulama, Kemas Ahmad juga seorang penulis. Salah satu dari sekian karangannya ialah ”Hikayat Andaken Penurat”, yang sampai saat ini naskahnya banyak tersimpan dalam perpustakaan di luar negeri yaitu di Belanda dan London.
Sampai usia tua, ia berkecimpung di dunia dakwah di tanah kelahirannya yaitu kota Palembang dan berbeda dengan tokoh ulama Syekh Abdus Somad yang kebanyakan berdakwah di Timur Tengah sampai dengan akhir hayatnya.
Kemas Ahmad wafat pada tahun 1800 dan dimakamkan di TPU Gubah Talang Keranggo, Kompleks Pemakaman yang dibangun oleh SMB I yang diperuntukkan bagi kerabat Kesultanan. [Fath]