Menjelang musim kemarau, hujan lebat masih sering mengguyur Indonesia. Akibatnya banjir dan longsor terjadi di berbagai wilayah. Indonesia diprediksi terkena La Nina pada periode Juli-September 2016, kata Ketua BMKG Andi Eka Sakya di Jakarta.
Apakah La Nina? Menurut bahasa Latin La Nina berarti “gadis cilik”.  Istilah ini dipakai untuk menggambarkan fenomena anomali. Yakti  terjadinya penurunan suhu muka laut di kawasan timur equator di Samudra Pasifik. Di Indonesia, gejalanya muncul berupa tingginya curah hujan pada musim kemarau sehingga sering disebut sebagai kemarau basah.
Secara fisik, La Nina tidak dapat dilihat. Siklus kemunculan atau periodenya pun tidak tetap. Anomali ini umumnya terjadi, pada musim dingin di belahan Bumi Utara Khatulistiwa, saat  angin pasat timur yang bertiup di sepanjang Samudra Pasifik menguat (Sirkulasi Walker bergeser ke arah Barat ). Massa air hangat terbawa semakin banyak ke arah Pasifik Barat. Akibatnya, massa air dingin di Pasifik Timur bergerak ke atas dan menggantikan massa air hangat yang berpindah tersebut. Proses ini biasa disebut upwelling. Dengan pergantian massa air itulah suhu permukaan laut mengalami penurunan dari nilai normalnya
Berdasarkan intensitasnya, La Nina ada tiga macam. Pertama, La Nina Lemah; ditetapkan jika SST (suhu muka laut) bernilai <- 0.5 dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut. Kedua, La Nina sedang; ditetapkan jika SST bernilai antara – 0.5 s/d -1 dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut. Ketiga, La Nina kuat;Â ditetapkan jika SST bernilai > -1 dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut.
Bagaimana mendeteksi La Nina? Meskipun rata-rata terjadi setiap tiga hingga tujuh tahun sekali dan dapat berlangsung 12 hingga 36 bulan, anomali iklim ini tidak mempunyai periode tetap sehingga sulit diprakirakan kejadiannya pada enam hingga sembilan bulan sebelumnya. Ada tiga parameter yang biasa digunakan untuk mendeteksi terjadinya.
Pertama, indeks osilasi selatan (OSI). Yakni nilai indeks yang menyatakan perbedaan Tekanan Permukaan Laut (SLP) antara Tahiti dan Darwin, Australia. La Nina terindikasi muncul bila nilai OSI positif selama periode yang cukup lama (setidak-tidaknya tiga bulan).
Kedua, suhu muka laut. La Nina ditandai dengan mendinginnya suhu muka laut di Pasifik Equator. Ini terjadi saat SST lebih rendah dibandingkan dengan rata-ratanya. Serta penyimpangan suhu muka laut di daerah tersebut bernilai negatif.
Ketiga, angin Passat. Selama kejadian La Nina, angin passat timur menguat. Perairan di sekitar Indonesia dan Australia menjadi lembab dan basah.
Apa dampaknya? Saat La Nina muncul, angin passat timuran menguat; Sirkulasi Monsoon menguat; Akumulasi curah hujan berkurang di wilayah Pasifik bagian timur. Cuaca di daerah ini cenderung lebih dingin dan kering. Potensi hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial Barat seperti Indonesia, Malaysia dan Australia bagian Utara. Cuaca pada kawasan ini cenderung hangat dan lembab.
Bagi Indonesia, La Nina menyebabkan curah hujan  bertambah. Bahkan sangat berpotensi menyebabkan banjir dan longsor. [Dedi Junaedi]