Satu langkah menuju pembuatan vaksin baru berhasil digapai. Memasuki November 2016, tim riset Universitas Washongton dilaporkan berhasil mengisolasi antibodi monoklonal yang terbukti mampu meredam ganasnya infeksi virus Zika.
Antibodi monoklonal itu disebut ZIKV-117. Dia diperoleh dari janin model tikus percobaan yang terinfeksi oleh virus Zika. Jurnal Nature (8 November 2016) melaporkan, antibodi tersebut diketahui berhasil menangkal infeksi janin pada tikus bunting yang terinfeksi virus Zika.
Seperti diketahui, para peneliti sebelumnya melaporkan bahwa virus Zika diyakini memicu munculnya gejala microcephaly pada janin manusia. Akibatnya, bayi-bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi memiliki kecenderungan berkepala kerdil, lebih kecil dari ukuran normal, dan cacat bawaan lainnya.
Adanya antibodi monoklonal ZIKV-117 pada tikus-tikus bunting ternyata dapat mencegah gejala mikrosefalus pada anak tikus. Efek redam antibodi ini diharapkan juga berlaku pada makhluk lain, termasuk primata dan manusia. Studi pendahuluan menunjukkan hasil positif.
Indikasi positif itu tentu saja membuka jalan dikembangkannya vaksin atau teknik imunisasi menggunakan antibodi virus zika. Para peneliti optimis jalan menuju pembuatan vaksin Zika sudah terbuka lebar. Pengobatan dengan injeksi langsung antibodi monoklonal ZIKV-117 juga dimungkinan untuk mengurangi risiko infeksi Zika pada manusia, utamanya kalangan ibu hamil.
Vaksin Zika
Temuan antibodi monoklonal diaharapkan mempercepat hadirnya vaksin vaksin anti-Zika efektif, kata James Crowe Jr, direktur Vanderbilt Vaccin Center. Dia melakukan riset bersama dengan Michael S. Diamond dari Universitas Washington.
“Secara alami, antibodi monoklonal itu dapat ditumbuhkan pada manusia. Ini dapat menjadi solusi intervensi medis pertama untuk mencegah infeksi Zika dan munculnya kerusakan janin,” tambah Crowe, yang juga peneliti utama Departemen Kesehatan Anak pada Ann Scott Carell serta Profesor Bidang Patologi, Mikrobiologi & Imunologi di Vanderbilt University School Medicine.
“Kami tentu saja sangat gembira karena data menunjukkan kita mungkin dapat memanfaatkan antibodi hasil isolasi itu untuk tindakan medis pada wanita hamil yang terinfeksi Zika,” tegasnya.
Diamond menamnahkan: “Kami melihat ada potensi yang luar biasa dan luasnya efek penghambatan dari ZIKV-117 terhadap lanju infeksi virus Zika.” “Antibodi tersebut terbukri dapat dapat menghambat infeksi oleh virus Zika strain dari Afrika dan Amerika . Efeknya positif pada pada kultur sel dan pada hewan percobaan, termasuk mencegah dampak infeksi selama kehamilan.”
Bersama Jane M Bursky, Michael S Diamond termasuk pimpinan pada Pusat Program Imunologi Manusia di Washington University.
Vektor Penularan
Seperti diketahui, Zika adalah virus yang ditularkan nyamuk Aedes aegypty. Dia telah telah muncul sebagai wabah baru yang mengancam kesehatan masyarakat global. Selain terkait dengan munculnya cacat lahir bawaan, Zika juga telah dikaitkan dengan munculnya sindrom Guillain-Barre, serta gangguan neurologis yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian janin dan balita.
Sejak wabah besar dilaporkan di Brazil tahun lalu, infeksi Zika dilaporkan telah mewabah di seluruh Afrika, Asia, Pasifik, dan Amerika, termasuk kawasan Miami-Dade County, Florida di AS.
Sebelum mendalami Zika, selama 15 tahun terakhir, Crowe dan rekan-rekannya telah mengembangkan metode-efisiensi tinggi untuk mengisolasi antibodi monoklonal manusia yang dapat menetralisir berbagai virus, antara lain Ebola dan HIV/AIDS.
Laboratorium Crowe dan Diamond selama ini telah berkolaborasi dalam berbagai proyek riset. Termasuk riset untuk pengambangan senyawa antibodi monoklonal manusia untuk mengatasai wabah demam berdarah (Dengue), West Nile, Chikungunya, dan sekarang virus Zika.
Antibodi monoklonal Zika dibuat dari klon tunggal sel B, sejenis sel darah putih, yang telah menyatu dengan sel-sel myeloma (kanker) yang cepat tumbuh (hibridoma). Teknik ini telah memungkinkan peneliti dapat cepat menghasilkan antibodi dalam jumlah besar dengan target virus patogen tertentu.
Dalam penelitian ini, para peneliti telah mengisolasi antibodi dari darah orang yang sebelumnya sudah terinfeksi virus Zika di berbagai belahan dunia. Antibodi bereaksi terhadap protein “E” yang banyak terdapat pada permukaan virus.
Para peneliti kemudian membiakkannya dengan teknik replikasi antibodi monoklonal. Dalam penelitian dengan kultur sel, mereka mengidentifikasi satu, ZIKV-117, yang terbilang dominan dapat menetralkan dampak infeksi beberapa strain virus Zika. Dari ujicoba menggunakan tikus percobaan, suntikan antibodi pada hewan yang terinfeksi oleh virus Zika berhasil mencegah berkembangnya penyakit dan kematian. Antibodi ini juga terindikasi dapat mengurangi risiko penularan Zika dari ibu ke janin.
Mendapat dukungan dana dari National Institutes of Health (NIH), riset pengembangan antibodi monoklonal Crowe dan Diamond juga banyak dibantu oleh Gopal Sapparapu (asisten profesor Pediatrics di Lab Crowe), Estefania Fernandez seorang mahasiswa pascasarjana di Laboratorium Diamond), serta Nurgun Kose (peneliti senior bidang antibodi di Laboratorium Crowe).
Wabah Asia
Memasuki September 2016, virus zika mewabah di kawasan Asia Tenggara. Mula-mula muncul di Singapura, kemudian merambat ke negara tetangganya. Mulai Thailand, Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. ASEAN mendekati darurat zika.
Dalam satu bulan terakhir virus ini telah meinfeksi 333 warga di Singapura, 41 di antaranya melalui transmisi lokal. Pemerintah Singapura mulai khawatir dan menyerukan kerjasama regional ASEAN untuk menanganinya secara bersama.
Wabah zika kemudian bergerak ke Thailand. Sedikitnya 100 kasus dilaporkan otoritas kesehatan di Bangkok. Kasus serupa telah menimpa sejumlah warga di Filipina, Indonesia, Vietnam, dan Malaysia. Menteri Kesehatan Malaysia, S Subramaniam, mengkonfirmasi kasus zika pertama menyerang wanita hamil di Johor.
Di Indonesia, virus zika muncul pertama 1977 di Klaten, Jawa Tengah. Temuan berdasarkan observasi kasus 1977-1978. Kasus berikutnya ditemukan peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman 2014/2015 di Jambi. Yang terbaru, menurut Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Jane Soepardi, kasus jika menimpa warga Batam, Riau.
Potensi Wabah
Menurut kajiam tim London School of Hygiene and Tropical Medicine, Oxford University dan University of Toronto, Kanada, sekitar dua juta orang Asia dan Afrika terancam infeksi zika. Kepada The Lancet Infectious Diseases, mereka menyebut warga di India, Indonesia, dan Nigeria paling rentan tertular. ‘’Sebagian besar penduduk tiga negara ini tinggal di lingkungan yang sulit untuk melakukan deteksi, pencegahan dan merespon virus,’’ tulisnya.
Menurut WHO, hingga kini, zika telah menyebar ke sedikitnya 72 negara. Dari jumlah itu, 55 negara –antara lain Brazil, AS, dan Singapura– termasuk katagori rawan wabah; 4 negara (Indonesia, Thailand, Filipina dan Vietnam) temasuk wilayah endemik penularan zika; dan 13 negara (Chili, Kamboja, Laos, Gabon, Malaysia) termasuk kawasan terdampak. ‘’Suhu hangat selama musim panas juga menguntungkan nyamuk hidup lebih lama,’’ kata peneliti Oliver Brady.
Profesor virologi molekular, Jonathan Ball, mengatakan aktivitas perjalanan dan perdagangan akan menyebarkan viza ke seluruh dunia. “Ini adalah virus yang menyebar selama bertahun-tahun di Afrika, Asia dan lainnya, banyak orang sudah tertular,” tegasnya. Menurut David Heymann, Kepala Komitee Darurat Zika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penularan virus zika tergolong cepat menyebar.
Dedi Junaedi