Akhir bulan Maret, PM Inggris Theresa May menuntaskan pembicaraan Pasal 50 dari Pakta
Liabon sebagai ikrar keluarnya Inggris dari Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Cukup banyak
kalangan mengomentari plus minus kebijakan luar negeri tersebut.
Fisikawan terkenal dan gurubesar Cambridge University, Stephen Hawking, ikut menyampaikan
pandangan kritisnya. Menurutnya, keputusan Brexit itu merugikan. ‘’Inggris bisa kehilangan
tempat itu sebagai pusat inovasi dan bisnis global.”
Stephen Hawking berbicara tentang ekonomi? Menarik untuk disimak. Bukan oleh kedalaman
analisisnya dalam meramal masalah ekonomi masa depan. Melainkan lebih karena faktor
popularitas dan nama besarnya. Siapa tak kenal ilmuwan hebat, yang kerap disebut sebagai
fisikawan terbesar abad ini? Dalam fisika dan kosmologi, namanya sejajar dengan Albert
Einstein.
Mengancan Hegemoni
Melalui wawancara dengan Piers Morgan dalam acara TV Good Morning Britain, Hawking
menyatakan kekhawatirannya. "Meninggalkan Eropa sepenuhnya dapat mengancam status
Inggris sebagai pemimpin dunia dalam ilmu pengetahuan dan inovasi."
Dia berharap, Inggris masih dapat mengambil bagian di Eropa. ‘’Melalui MEE, Inggris dapat
lebih bermanfaat bagi dunia. Termasuk memberikan peluang masa depan untuk orang-orang
muda," tegas pemegang gelar ilmuwan terhormat di Cambridge: Prof Lukasian dalam
matematika.
Brexit disebutnya akan mengurangi bobot ekonomi Inggris Raya. Globalisasi, dalam pandangan
Hawking, tidak hanya memberi manfaat sosial, melainkan juga mengarah ke transaksi
perdagangan yang lebih menguntungkan, yang pada gilirannya akan mendukung dan
memperkuat ekonomi nasional Inggris.
Jika kita bersikap egois dan berada di luar, kata penulis A Brief History of Time (1988), itu akan
mengurangi kesempatan untuk meningkatkan produktivitas nasional, sekaligus membuat
penurunan daya saing komoditas ekspor. Jika dibiarkan, ia memperingatkan, “akan
menyebabkan penurunan nilai Pound, yang pada gilirannya akan menyebabkan inflasi tinggi dan
ketidakseimbangan. Beberapa orang mungkin akan menjadi amat kaya, tetapi mayoritas warga
akan jatuh miskin.”
Prediksi Ekonom
Tentu saja, Hawking bukan ilmuwan ekonomi. Namun, pandangannya ternyata banyak
beririsan, bahkan dapat dikatakan, selaras dengan prediksi terbaru Resolution Foundation.
Lembaga think tank beken di Inggris ini memprediksi: inflasi Inggris akan melonjak tajam;
kesejahteraan rakyat akan jatuh bebas dan menyentuh rekor ketimpangan tinggi dalam
pendapatan rata-rata warga Inggris pada tahun 2020.
Pemerintan Inggris, bisa saja berargumen sebaliknya. Brexit justru akan menguntungkan
nasionalisme Inggris. Semboyannya: "no deal is better than a bad deal." Atau kurang lebih
bermakna: tidak ada kesepakatan lebih baik dari transaksi yang buruk." Menurut perhitungan
analis pro Pemerintah Theresa May, MEE lebih banyak menguntungkan negara lain.
Belakangan, negara anggota MEE di luar Inggris justru mendapatkan banyak keuntungan dari
akses pasar tunggal yang telah banyak menghapus barriers (hambatan) perdagangan bebas itu.
Padahal, menurut analis pada media ternama di London, banyak kalangan bisnis di Inggris
mendapat keuntungan dari keberadaan MEE. “Cukup banyak pula perusahan startups yang dapat
mengimbpor bebas dari daratan Eropa,’’ ujar Geoffrey Heal, gurubesar social enterprise dari
Columbia Business School, dalam wawancara dengan Inc. Sebuah kajian dari Britain's Institute
of Fiscal Studies mengungkapkan bahwa kehilangan anggota dari pasar tunggal akan memotong
potensi pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Namun begitu, analis lain berpendapat kekhawatiran adanya dampak negatif dari kebijakan
Brexit cenderung berlebihan. "Penurunan [pound] sebenarnya akan membantu para pekerja di
industri yang langsung bersaing dengan impor," ungkap Dean Baker, direktur Center for
Economic and Policy Research. "Dampak akhir Brexit mungkin negative, tetapi tidak akan
menimbulkan malapetaka seperti yang diramalkan beberapa orang,’’ tegasnya.
Bahkan, bisa jadi malah menguntungkan. Tahun lalu, kelompok Economists for Free Trade
(sebelumnya bernama Economists for Brexit) menulis sebuah pamphlet yang merilis daftar
keuntungan seperti dihapusnya tariff impor dari negara-negara di luar MEE.
Stephen Wiliam Hawking
Siapakah Stephen William Hawking? Dia seorang ahli fisika teoretis dan matematika, sekaligus
kosmolog. Dia seorang profesor Lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge dan
anggota dari Gonville and Caius College, Cambridge. Ia dikenal antara lain karena pemikirannya dalam
bidang fisika kuantum, terutama pemikirannya mengenai teori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang
hitam, dan radiasi Hawking.
Stephen Hawking lahir di Oxford, 8 Januari 1942, dari pasangan Dr Frank Hawking, seorang
biolog, dan Isobel Hawking. Sejak kecil, dia selalu tertarik pada ilmu pengetahuan. Inspiratornya
adalah guru matematika bernama Dikran Tahta. Ayahnya ingin dia masuk ke University College,
Oxford. Dia mempelajari ilmu pengetahuan alam, dengan spesialisasi fisika. Ia juga mendapat
beasiswa dan meraih gelar BA tahun 1962. Dia mempelajari astronomi dan sempat mendalami
bintik matahari. Hawking kemudian masuk ke Trinity Hall, Cambridge. Ia belajar astronomi teoretis dan kosmologi. Masuk usia 21 tahun, dia menderita gejala sklerosis lateral amiotrofik
(ALS) yang membuatnya kehilangan hampir seluruh kendali neuromuskularnya. Tahun 1974, ia
tidak mampu makan atau bangun tidur sendiri. Suaranya menjadi tidak jelas, hanya dapat
dimengerti oleh orang yang mengenalnya dengan baik.
Pada 1985, ia terkena penyakit pneumonia dan harus dilakukan trakeostomi sehingga ia tidak
dapat berbicara sama sekali. Seorang ilmuwan Cambridge membuat alat yang memungkinkan
Hawking menulis apa yang ingin ia katakan pada sebuah komputer, lalu akan dilafalkan melalui
sebuah voice synthesizer'.
Tetapi, kelumpuhan tidak membuatnya berhenti. Bahkan, karier ilmiahnya terus berlanjut hingga
lebih dari empat puluh tahun. Belasan bukunya –baik yang ditulis sendiri seperti A Brief History
of Time (1988), Black Holes and Baby Universes and Other Essays (1993), dan The Universe in
a Nutshell (2001) maupun yang ditulis bersama seperti The Nature of Space and Time (dengan
Roger Penrose) (1996) dan The Grand Design (dengan Leonard Mlodinow) (2010) — hampir
selalu menjadi best seller. Buku-buku dan penampilan publiknya dalam dunia sains telah
menjadikannya seorang selebritis akademik dan teoretikus fisika yang termasyhur di dunia.