Tangerang, Gontornews — Barat dan Islam saat ini merupakan kiblat keilmuan Islam Modern. Karenanya, perguruan tinggi Islam melakukan integrasi ilmu-ilmu Barat dan Islam. “Proses integrasi ilmu ini merupakan proses Islamisasi ilmu. Sedangkan output yang dihasilkan adalah memahami keunggulan dan kelemahan ilmu dari Barat,” terang Dr Nurhidayat kepada Gontornews.com.
Sekularisasi ilmu ekonomi berdampak pada munculnya dikotomi dalam ilmu ekonomi. Konsekuensinya adalah adanya sikap alienasi dalam sistem ekonomi. Satu sisi mengakui Islam sebagai pedoman dalam berbagai hal, termasuk ekonomi, akan tetapi satu sisi bermuamalah secara konvensional. Maka, dibutuhkan desekularisasi ilmu ekonomi.
Islamisasi ilmu ekonomi adalah salah satu pendekatan yang bisa digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model Islamisasi ilmu ekonomi yang dapat dijadikan sebagai pijakan dalam mengkonstruksi dan mengonseptualisasi ilmu ekonomi Islam.
Dr Nurhidayat berasumsi bahwa International Islamic University Malaysia (IIUM) memiliki misi yang dapat memainkan peran penting dalam mencapai tujuan tersebut. Sebab IIUM adalah perguruan tinggi yang pendiriannya direkomendasikan konferensi internasional di Jeddah untuk melakukan proyek Islamisasi ilmu.
Persoalannya adalah apakah konsep Islamisasi ilmu yang dikembangkan di IIUM sudah diimplementasikan sesuai dengan tuntutan? Berikut ulasan Dr Nur Hidayat dalam disertasinya:
Islamisasi ilmu ekonomi yang dilakukan di Fakultas Ekonomi IIUM menekankan pentingnya dekonstruksi terhadap ilmu ekonomi modern. Langkah-langkah Islamisasi ilmu tersebut dinilai sebagai kritik konstruktif terhadap ilmu ekonomi.
Namun demikian, Islamisasi ilmu di Fakultas Ekonomi IIUM memberikan penekanan terhadap relevansi yang kuat antara Islam dengan ilmu ekonomi modern. Islamisasi ilmu ekonomi yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomi IIUM merupakan upaya desekularisasi ilmu ekonomi.
“Sebab persoalan sekularisasi ilmu ekonomi memiliki dampak multieffect yaitu merusak fundamental pada cara berpikir,” tambah pria kelahiran Bogor, 9 Mei 1976 itu. Dengan Islamisasi ilmu ekonomi tidak ada dikotomi ilmu-ilmu Islam dengan ilmu ekonomi.
Model Islamisasi ilmu yang dikembangkan di Fakultas Ekonomi IIUM memiliki dua model yaitu integrasi dan Islamisasi ilmu. Pendekatan integrasi dan Islamisasi ilmu pada Fakultas Ekonomi IIUM diimplementasikan pada bidang akademik dan nonakademik.
Dalam bidang akademik diimplementasikan pada pengembangan kurikulum dan pembelajaran. Sedangkan pada bidang nonakademik dilakukan dalam rangka memperkuat bidang akademik.
Model integrasi dan Islamisasi ilmu ini ditujukan dalam rangka mengonstruksi ilmu ekonomi Islam. Sehingga melalui kedua pendekatan tersebut terbangun sebuah pemahaman yang integral dan komprehensip.
“Dan inilah output yang dihasilkan ekonom Muslim yang memiliki pengetahuan multidisiplin, memiliki kompetensi, dan profesional,” ulas pria yang pernah menjabat sebagai sekretaris DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia DKI Jakarta tersebut.
Islamisasi ilmu ekonomi yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomi IIUM adalah sebagai reposisi ilmu ekonomi Islam. Ilmu ekonomi Islam ini sendiri adalah sebagai cabang ilmu yang diilhami oleh nilai-nilai Islam dan dikembangkan oleh para ekonom Muslim sebelumnya.
Di antara ekonom Muslim tersebut yaitu Abu Yusuf (182 H/798M), Muhammad ibn Hasan al-Syaibani (189 H/804 M), Ibn Hazm (456 H/1064 M), al-Ghazali (451 H/505 M), Ibn Taimiyyah (661 H/1263 M), Shah al-Wahab (1206 H/1787 M), juga Muhammad Abduh (1230 H/1905 M).
Munculnya Islamisasi ilmu ekonomi tersebut mampu meneguhkan renaissance ekonomi Islam yang diakui sebagai sebuah sistem ekonomi dunia. Sehingga memberi ruang kepada renaissance ekonomi Islam dan ditandai dengan perkembangan lembaga keuangan Islam yang sangat signifikan.
Melihat dari sisi kelembagaan ekonomi dan keuangan Islam, hal ini telah berkembang pada lebih dari 100 negara di dunia. Di antaranya Iran, Malaysia, Saudi Arabia, Indonesia, United Arab Emirates, Kuwait, Bangladesh, Sudan, India, Mesir, Turki, Inggris, Algeria, Syria, Amerika Serikat, dan Jordania.
Renaissance ekonomi Islam juga ditandai dengan dibukanya kajian ekonomi Islam di perguruan tinggi di dunia. Ahmed Belouafi dan Abdelkader Chachi, Inggris, ternyata menjadi negara nomor satu di Barat dalam pengembangan ekonomi Islam.
Hal tersebut didukung oleh peran proaktif pemerintah Inggris dan organisasi Muslim Inggris. “Dan hal itu tentu menjadi peluang besar bagi IIUM sendiri,” tambah Hidayat, da’i yang pernah berdakwah di Taiwan melalui Program Da’i Ambasador Dompet Dhuafa, tahun 2016 lalu.
Islamisasi ilmu ekonomi yang dilakukan di Fakultas Ekonomi IIUM menghasilkan bangunan keilmuan yaitu ilmu ekonomi Islam. Hal tersebut berimplikasi kepada kurikulum, media dan metode pengajaran, serta kesiapan dosen dan semua perangkat pengembangan keilmuan yang harus disiapkan di sana.
Tidak hanya pada program studi ilmu ekonomi akan tetapi semua program studi yang dimiliki Fakultas Ekonomi IIUM. Sebab pada fakultas ini mengintegrasikan ilmu ekonomi dan manajemen. “Sehingga fakultas ini dinamakan Kulliyyah of Economics and Management Sciences,” sambungnya.
Implementasi Islamisasi ilmu ekonomi, yang dilakukan oleh IIUM berimplikasi pada sebuah keharusan untuk menyebarluaskan ekonomi Islam sebagai produk islamisasi ilmu ekonomi. Hal itu sesuai dengan misi IIUM yaitu internasionalisasi ekonomi Islam.
Islamisasi ilmu ekonomi ini akan mengatasi malaise yang dihadapi umat Islam dunia yang mengakibatkan umat Islam berada pada tangga terbawah. Kondisi ini membuat umat Islam menjadi sasaran kebencian kapitalis dan sosialis (Marxis).
Melihat fakta bahwa umat masih mengalami berbagai keterbelakangan, maka IIUM harus melakukan kajian mencari solusi sebagai amanah pendirian IIUM yang belum tercapai.
Islamisasi ilmu sebagai visi IIUM menjadi pusat keunggulan pendidikan internasional terkemuka yang berusaha mengembalikan peran dinamis dan progresif umat Islam di semua cabang ilmu pengetahuan.
Islamisasi ilmu yang dilakukan IIUM merupakan hasil pemikiran dan aspirasi para sarjana Islam di Malaysia untuk mewujudkan sebuah universitas Islam di Malaysia yang dapat menciptakan umat Islam menguasai semua bidang keilmuan. “Oleh karena itu dalam proses Islamisasi ilmu atau integrasi ilmu-ilmu Barat dan Islam, output yang dihasilkan adalah memahami keunggulan dan kelemahan ilmu dari Barat,” pungkas Dr Nurhidayat. [Edithya Miranti]